Happy Reading
.
.
.
.Zikir Hafi Ihsan, Pria berwibawa dengan sikap dinginnya yang mampu memikat setiap kaum hawa di sekitarnya. Di juluki Ustadz kece dengan cara berdakwah yang milenial membuatnya semakin populer.
Siapa yang tidak mendambakan pria yang satu ini. Tampan walaupun tak setampan Nabi Yusuf, tetap saja penggemarnya tetap memujanya di tambah sifat berwibawa, dan yah jangan lupakan senyum tipis yang semakin membuat aura yang sering kali tersembunyi itu kembali terlihat.
Pria itu masih saja menimbah ilmu di tempat yang masih membuatnya nyaman, karier tidak membuatnya terbang meninggalkan pondok pesantren yang membuatnya sampai di titik yang membuat orang tuanya bangga.
Setiap tahun seperti sebelumnya, hari itu kembali hadir. Zikir kembali kerumah yang mampu menyimpan sejarah masa kecilnya yang berlalu begitu cepat dan menyenangkan.
Pria dengan senyum merekah berdiri di depan gerbang sebuah rumah, tangannya masih menenteng sebuah koper sembari melangkah menghirup wangi bahkan suasana yang amat ia rindukan. Langkah kaki itu terhenti tepat di depan pintu rumah, pria dengan seulas senyum mulai mengetuk pintu mengucapkan salam sebagai umat muslim yang semestinya.
"Assalamualaikum...." Ucap pria itu dengan nada suara yang sedikit di tinggikan, berharap salamanya terdengar oleh sang empu rumah.
Seperti yang di harapkannya tidak lama setelah itu, pintu terbuka menampakkan wanita parubaya yang hanya berdiri terdiam sembari menatap objek di depannya.
Tidak lama terdiam wanita parubaya dengan balutan gamis panjang di tubuhnya. Tersenyum haru dengan mata yang mulai berkaca kaca.
"Waalaikumsala warahmatullahi wabarakatu.. Zikir?" ujar wanita itu tatapan mencoba meyakinkan bahwa pri di depannya tak lain adalah Zikir, putranya.
Wajah gembira wanita itu terlihat ketika pria di depannya ikut tersenyum di ikuti uluran tangan yang langsung di sambut ibunya.
Di peluknya sang putra amat begitu erat, di ciumnya setiap titik wajah yang sudah lama tidak ia lihat, hingga rasa rindu akhirnya tersalurkan. Zikir perlahan melepaskan pelukan ibunya, tetesan air mata tercetak di pelupuk mata sang ibu membuat pria itu tersenyum tak rela.
Melihat ibunya menangis tersedu sedu bahagia, menyalurkan rindu yang amat dalam tetap saja dirinya tidak rela melihat suasana itu berlanjut lama.
"Usstt Mama masih mau nangis?" ujar Zikir cute sembari menghapus air mata ibunya.
"Heumm, nggak... Mama nggak nangis cuman senang aja liat putra Mama akhirnya pulang"
Mendengar itu Zikir terkekeh, namun tetap saja dirinya tidak rela hingga dirinya kembali meraih tubuh itu yang mungkin akan menghangatkan dan menenangkan untuknya.
Pelukan kembali terulang, rasa rindu seorang ibu kepada anak masih sangat terasa hingga dari jarak jauh seorang pria parubaya dengan tenang meyaksikan suasana manis itu.
Dengan tatapan sendu menatap putranya pria parubaya di ujung tangga ikut menjatuhkan beberapa bulir air mata, siapa yang sangka dirinya berhasil menjadi seorang ayah yang sesungguhnya.
Pelukan berakhir ketika Zikir menyadari seorang pria tengah memperhatikannya dari depan sana, yang menbuatnya ikut tersenyum. Zikir melangkah perlahan ke arah dimana Ayahnya menatapnya.
"Ayah.. Apa kabar?" tanya Zikir berhambur ke dalam pelukan pria di depannya.
"Ayah baik, kamu nggak liat Ayah, jauh dari kata tua bukan?" goda Pria bernama Ihsan itu, pria parubaya itu tidak lain adalah Ayah kandung dari Zikir Hafi Ihsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENYAMAN ZIKIR[END]
Romance(TELAH TERBIT) "Menikah muda bukan bencana, bukan juga takdir yang tidak baik. Bukan kah takdir yang di tentukannya adalah jalan sebaik baiknya dengan hikma di baliknya?" . . . "Di baca dengan keadaan tenang, di tempat nyaman, dan siap siap memek...