DETIK | 11

27 3 5
                                    

"Lo harus minum obat!" Untuk kesekian kalinya restu menghela nafas gusar saat detik menggelengkan kepala sebagai tanda tak setuju.

"Saya mau pulang"

Restu menatap detik sejenak pasalnya beberapa jam yang lalu detik masih mewek dan menurut saja apa kata restu seperti suruh makan atau istirahat tapi kini detik kembali menjadi gadis yang keras kepala, omong-omong mereka sudah dipindahkan kekamar rawat yang pastinya vvip.

"Oke gada pilihan" restu mengangkat bahu kemudia memasukan pil obat ke mulutnya tak lupa disusul air mineral, diraih tengku leher detik membuka bibirnya dengan paksa kemudia bibir mereka menyatu, detik seketika merasakan pahitnya obat dan tampa permisi restu mengecap sebentar bibir milik detik.

"Obatnya jadi manis" celetuk restu saat melepas bibir mereka.

Detik yang dengan terpaksa menelan habis obat yang restu berikan lewat perantaraan bibir restu seketika melotot horor.

"Kamu ga sopan!" Bentak detik.

Restu hanya terkekeh kemudian menjilat bibirnya kembali "gua kira lo emang mau cara itu soalnya lo nolak saat gua minta minum obat sendiri."

Detik memukul lengan restu "gausah kurang ajar."

"Hahaha" tawa restu pecah saat melihat wajah milik detik merah entah karna malu atau marah.

"Pulang sana" usir detik ketus.

Restu menghentikan tawa miliknya kemudian menatap jam sudah jam empat pagi restu bahkan bingung mengapa ia tidak merasa bosan atau mengantuk saat bersama detik, efek cinta memang dasyat.

"yauda gua balik, nanti siangan gua bakal balik lagi" restu meraih jaket miliknya kemudian dielus rambut milik detik.

"gausa balik lagi"

Restu mengerutkan kening kemudian terkekeh "iya, gua bakal dateng lebih cepet ko" restu terkekeh kemudia melangkah pergi meninggalkan detik.

"cowo aneh" guma detik menatap pintu kamar inap miliknya.

Sedangkan restu yang baru keluar dari kamar detik menatap ngeri lorong rumah sakit yang sudah sepi.

"Lah buset creepy banget dah" restu berjalan menaiki lift.

Saat sampai lantai bawah restu segera berlari kearah parkiran bahkan ada beberapa suster yang melihat restu berlari terheran heran.

Restu menaiki motor kebanggaan miliknya kemudian melaju membelah kota bandung, saat sampai rumah restu mendorong motornya kegarasi agar tidak menimbulkan bunyi, restu membuka pintu rumahnya dengan sangat pelan ia menatap rumahnya gelap, munggkin sang ayah sudah tidur baru selangkah berjalan lampu utama menyala menampakan ayah restu yang sedang berkacak pinggang.

"Dari mana saja kamu?" Suara berat itu memasuki indra pendengaran restu.

Restu menatap ayah-nya kemudian tersenyum manis "abis ngapel."

"Ngapain kamu ngepel?" Ayah restu--darma menyeritkan alis.

"Yaallah ayah, ngapel bukan ngepel" restu menepuk kening miliknya.

"Apa bedanya?."

Restu menggaruk kepalanya yang tak gatal "au ah, males" restu langsung berjalan menaiki tangga.

"Heh! Pangestu Raja Darma! Ayah belum selesai bicara" pekik darma sedangkan restu sudah berlari duluan meninggalkan ayahnya yang sedang mencak-mencak.

"Bawel amat bapa bapa" restu merebahkan tubuh miliknya.

***

Keesokan harinya tepatnya pada pukul delapan pagi detik merasa sangat bosan ia berniat berjalan-jalan mengelilingi rumah sakit walau dengan sangat sulit karna ia harus membawa infusan.

"Maaf mbak mau kemana? Bisa saya antar?" Tawa suster saat melihat detik berjalan dengan pelan.

"Saya hanya ingin berkeliling" detik berucap sembari tersenyum kecil sangat kecil.

"Baiklah, jika ada kesulitan bisa meminta bantuan suster yang mbak lihat ya" suster itu tersenyum ramah kemudian berlalu meninggalkan detik.

Detik menatap taman rumah sakit yang cukup ramai, detik terfokus kepada anak kecil yang sedang menatap daun, dilihat dengan seksama ternyata anak itu sedang berbicara merasa tertarik detik menghampiri anak kecil berbaju biru itu.

"Semut, kamu jangan bunuh diri didaun ya" gadis cilik itu berucap sedih.

"Adik kenapa?" Detik bertanya datar yang malah membuat sang gadis kecil terkaget.

"Gapapa ka, aku liat semut jalan di daun kaya mau loncat" gadis kecil itu berucap sembari mengusap kelopak matanya yang basah.

"Kenapa?"

Gadis kecil itu menatap detik linglung "apanya kak?"

"Nangis?"

Gadis kecil itu menunduk dan meremas ujung baju pasien "aku inget kaka aku, dia loncat dari lantai tiga terus kaka ga balik lagi."

Detik masih menatap gadis kecil itu dengan fokus "kata mamah aku ga boleh lakuin itu karna itu dosa, kita punya waktu banyak didunia ini kenapa kita milih buat mengakhir bukanya itu tugas malaikat?" Lanjut gadis kecil itu.

Detik mengusap kepala gadis kecil "kita punya pilihan untuk bertahan atau mengakhir, dunia ini kejam melebihi apa-pun."

Sang gadis mendongak "kaka mamah ga boleh ngomong gitu, mau seberat apa-pun masalah kita masih berat lagi masalah mereka yang di luar sana, maka dari itu kita harus menghargai waktu seperti kita menghargai tuhan yang udah menciptakan kita untuk melihat dunia."

Detik tertegun menatap bocah tujuh tahun didepanya, pikiranya sangat dewasa ia bahkan merasa ada beberapa belati yang menancap tepat di lubuk hatinya.

Detik terdiam kemudia tersenyum tulus kemudia tak lama suster datang "saatnya minum obat michel."

detik tersenyum kemudia pergi meninggalkan sang gadis bersama sang suster.

"Menghargai ya? Saya bahkan gatau cara menghargai yang benar seperti apa" guma detik tersenyum masam.

A/n

Maap kalo ada typo.
Nulisnya pas jam sepuluh malem oi, makanya kalin vot dong

Jangan lupa kasih bintang dan tinggalkan jejak komen, nah biar lebih seru kalian bisa share cerita ini ke teman teman kalian

Luv u all

DETIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang