41
"Kau mau taruhan?"
Apa yang harus kukatakan, ya?
Jadi... setelah itu, Lisa semakin membuka dirinya terhadapku.
Seolah, dia sudah tidak memberikan batasan sama sekali.
Dan kurasakan, semuanya menjadi sangat ringan.
Lisa sudah tidak minum.
Lisa juga sudah tidak berselimut luka.
Bahkan, Lisa selalu memastikan aku tidur di waktu yang benar, juga bangun pagi dengan sarapan yang ia buat.
Aku tak bercanda, kkk~
Walau Lisa tak sepandai itu untuk memasak, tetapi selama kami saling mengenal, dia tahu persis bahwa aku selalu membeli sarapan di luar yang jelas tak sehat. Jadi, setiap pagi, Lisa selalu datang ke tempatku, memastikan aku benar-benar tidur semalam, lalu dia membuatkanku sarapan walau aku sempat menolak ribuan kali.
Karena... entahlah, kami katakan apa tentang kami sekarang.
Aku hanya masih tak ingin membuatnya tak nyaman.
Namun, begitulah.
Lisa begitu memerhatikan kesehatanku yang dengan jelas berpola hidup buruk; tidur larut dan sebentar, terlalu bekerja keras, jarang makan makanan sehat.
Dan aku?
Aku memerhatikan kebahagiaannya.
Aku selalu memastikan ia bahagia.
Juga dengan seluruh kepercayaan yang sudah ia berikan padaku, Lisa pun mengerti akan kesibukkanku dan dia melakukan hal yang sama. Yaitu, untuk kuliahnya. Untuk memperbaiki segala ketertinggalannya karena masalah-masalah lalu itu.
Seolah, semuanya benar-benar menjadi sangat baik setelah malam itu.
Ya, setelah semua pengakuan, juga keberanian itu.
Katakanlah, kini, aku dan Lisa menjadi satu.
"Hei!"
Aku memalingkan wajahku dari layar laptop, menatap Lisa yang menangkup dagu dengan kedua telapak tangan. Memerhatikanku dari hadapanku, di meja yang sama, sembari duduk beralas karpet di apartemenku.
Senyumku merekah, melihatnya juga tersenyum.
"Kau mau taruhan?"
"Taruhan apa?" aku terkekeh kecil disana.
Lisa menatapku dengan percaya diri, sambil mengetuk pipinya sendiri dengan jemarinya. "Ujian akhir semester ini, siapa yang mendapatkan nilai A paling banyak, boleh meminta apapun."
"Apapun?" tanyaku mengulang.
Lisa mengangguk mantap. "Yeah, apapun! Aku pasti bisa mengalahkanmu!"
"Ah..." aku menyetujuinya. "Tentu. Itu artinya kau harus rajin belajar. Ujian sebentar lagi."
"Aku belajar lho, Taehyung." Lisa mengerucutkan bibirnya. "Kau tak tahu saja."
"Benarkah?"
Lisa tampak merengut padaku. "Kau tak percaya saja, aku ini sudah membuang masa lalu jauh-jauh. Mengenai semuanya. Aku sudah menjadikan diriku yang baru."
Aku tersenyum lembut, menjauhkan laptopku yang sedikit menghalangi pandanganku dari Lisa. Lalu kutatap wajah gadis itu, yang dengan perlahan melepaskan tangkupan tangannya sendiri dari pipinya.
"Dengamu, Taehyung."
Lanjutan mendadak dari Lisa membuatku terkesiap. Bahkan, kurasakan pipiku menghangat.
Ah, Tuhan, rasa menggila seperti apa ini?
Semua yang Lisa lakukan membuat pikiranku semakin kacau setiap harinya.
Terlebih... senyuman itu...
"Tapi, ada satu yang belum kau lakukan untuk membuang seluruhnya."
"Hm?" Lisa memiringkan kepalanya, dengan sangat lugu sekaligus manis. "Apa itu?"
Aku menarik napasku dan mengatakan padanya secara hati-hati. Berharap dia mau mendengarku, tak peduli kapan waktunya untuk siap. Karena menurutku, bebannya takkan terlepas sempurna, jika dia tak melakukannya.
Aku bersyukur, jawaban Lisa adalah anggukan, tanpa beban.
-:o+o:-
beneran udahan bentar lagi lho acu gak boong :(
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ Someone's Shot of Whiskey (TAELICE)
FanfictionTaehyung mendapatkan sebuah pesan di malam sibuknya, yang ternyata berasal dari seorang gadis patah hati yang mabuk. Awalnya Taehyung tak ingin memedulikannya, namun setelah mendengar tangisnya, sesuatu telah mendorong Taehyung untuk peduli. Started...