BAGIAN 1

858 25 0
                                    

Mentari pagi bersinar cerah ketika burung-burung di ranting dan cabang pohon mulai riuh bernyanyi. Embun di padang rumput menguap ke angkasa. Dan angin bertiup sepoi-sepoi. Lengkap sudah keindahan alam semesta, yang dirasakan pemuda tampan berambut panjang terurai dan berbaju rompi putih itu. Dihirupnya udara pagi, hingga dadanya yang bidang semakin mengembang. Sambil melemaskan tubuh, pemuda yang tak lain Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti, bergerak ke sana kemari seperti orang menari.
"Hup!" Kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti ditekuk sebatas perut, dan kedua tangannya membentuk jurus. "Yeaaa...!"
Kakinya menendang ke depan dengan tubuh berputar, disusul tendangan kaki yang lain. Ketika tumitnya menjejak tanah, saat itu juga tubuhnya mengapung di udara membentuk lompatan-lompatan kecil. Bergulung-gulung bagai ombak samudera.
"Hiyaaa...!"
Kedua kakinya bergerak lincah silih berganti, diikuti kibasan dan sodokan kedua tangan secara beraturan. Dan tak lama kemudian, gerakannya dihentikan, setelah peluh bercucuran di tubuhnya.
Plok, plok, plok...!
"Hebat, Kisanak! Hebat sekali pertunjukanmu...!"
"Heh?!"
Di sana telah berdiri seorang pemuda berambut panjang, berbaju merah dengan pedang tersandang di punggung. Dari wajahnya, terlihat usia mereka tidak terpaut jauh. Tapi Rangga menaruh curiga. Sebab, wajah pemuda itu terlihat sadis, dengan sorot mata tajam menandakan kekerasan hati dan wataknya.
"Siapa kau, Kisanak?"
"Namaku Aryadira. Apakah kau yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?"
"Hm!... Benar."
"Kata orang, kau pendekar tangguh yang tidak terkalahkan?"
"Aku tidak merasa sehebat itu."
"Ternyata kau pandai mengelak."
Rangga mulai tak menyukai pemuda itu. Sikapnya sangat angkuh, dan kata-katanya terdengar sinis.
"Kisanak, kita tidak saling mengenal dan tidak mempunyai urusan. Kalau tidak ada lagi yang ingin diketahui, aku akan melanjutkan perjalanan," ujar Rangga sambil membalikkan tubuh.
"Tunggu!"
"Ada apa lagi?" tanya Rangga, berbalik menghadap Aryadira.
"Susah payah aku mencarimu, dan tidak akan kubiarkan kau berlalu begitu saja setelah berhasil kutemui!"
Rangga mengerutkan dahi.
"Kisanak, bicaramu semakin aneh saja. Ada urusan apa sampai kau bersusah payah mencariku?"
"Menantangmu berduel!" jawab Aryadira tegas.
Rangga menggeleng lemah. "Kau salah memilih orang, kalau keinginanmu mengajakku berkelahi. Aku tidak memiliki kepandaian apa-apa untuk dipamerkan. Selamat tinggal, Sobat."
"Sombong! Yeaaah..!"
"Heh!"
Plak! Wuttt!
"Jangan memaksaku, Kisanak!"
"Tak peduli apa katamu! Kau harus melayaniku, sampai salah seorang di antara kita ada yang kalah!" sentak Aryadira.
Rangga terpaksa menangkis dan meladeni serangan pemuda itu. Tiba-tiba, Aryadira melompat dan menyerangnya dengan pukulan dan tendangan maut.
"Bersungguh-sungguhlah, Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak main-main dengan seranganku!"
"Kisanak. Sekali lagi kuminta, jangan memaksaku."
"Hiyaaat..!"
Aryadira menjawab dengan ayunan kaki ke dada lawan. Rangga memiringkan tubuh. Tapi, kaki lawan yang lain sudah menyapu bagian bawah tubuhnya.
"Uts!"
Plak!
"Yeaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti merasakan serangan pemuda itu semakin lama semakin berat saja. Melihat caranya bergerak, Aryadira pantas mendapat acungan jempol. Ilmu silatnya termasuk tinggi, serta tubuhnya mampu bergerak gesit dan cekatan. Pukulannya pun berat, menimbulkan desiran angin kencang. Suatu pertanda, Aryadira memiliki tenaga dalam yang kuat dan hebat.
"Tidak mengapa kau memandangku remeh. Aku tidak peduli bila kau sampai jatuh di tanganku!" bentak Aryadira semakin garang, melihat Rangga masih menangkis dan menghindar terus.
"Kisanak, kepandaianmu cukup tinggi dan hebat. Lebih baik kau gunakan untuk membela kebenaran."
"Tutup mulutmu! Aku tidak perlu nasihatmu!"
"Apa alasanmu mengajakku bertanding?"
"Namamu terlalu terkenal, dan harus ada yang menghentikan!"
"Hm.... Kau ingin mencari ketenaran dengan mengalahkanku?"
"Begitulah...."
"Sayang, kau menempuh jalan yang salah...."
"Sekali lagi, aku tidak perlu nasihatmu! Ayo, seranglah aku! Apakah kebiasaanmu hanya menghindar seperti perempuan?"
"Menghindar demi kebaikan jauh lebih bagus, daripada menyerang untuk tujuan yang tidak berguna!"
"Setan!"
"Uts!"
"Terimalah jurus andalanku, 'Langit Kelam Membelah Awan'!" bentak Aryadira semakin kalap.
Gerakan Aryadira berubah cepat. Jurus andalannya menyerang Rangga dari segala arah. Dengan mengerahkan tenaga dalam yang kuat serta kelincahan bergerak, Pendekar Rajawali Sakti dapat didesaknya.
"Hup!"
Rangga berjumpalitan ke belakang, membuat beberapa putaran.
"Yeaaa...!"
Plak!
Desss!
"Akh...!"
Rangga mengeluh pelan. Dengan tak terduga, pemuda berbaju merah itu berkelebat cepat. Dan, melancarkan serangan dengan mengayunkan kepalan tangan menyodok pinggang. Rangga menangkis dengan kibasan tangan kiri. Tapi, tubuh lawan berputar cepat dan kakinya diayunkan ke arah perut. Meski berusaha menghindar, tak urung satu tendangan keras menghantam sisi perutnya.
"Hiyaaa...!"
Rangga berteriak keras, dan tubuhnya berputaran membuat beberapa lompatan kecil. Menghindari serangan susulan Aryadira.
Merasa satu pukulannya mengenai sasaran, Aryadira semakin bernafsu menghajar lawan. Dan, Rangga semakin kesal dibuatnya. Sambil menggeram hebat, pemuda berbaju rompi putih itu memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', ketika kakinya baru saja menjejak tanah.
"Hiyaaat..!"
Plak!
"Uts!"
"Yeaaa...!"
Aryadira menyerang kedua kaki lawan dengan tendangan kaki kiri dan kanan. Tujuannya, mematahkan lutut bagian belakang. Rangga menyodok dengan sisi telapak tangan, dan menghantam tulang kering lawan. Lalu, tubuhnya bergerak ke kiri. Sementara, Aryadira menekuk lutut kanan dan berputar ke samping mengejar lawan.
"Hiyaaat...!"
Plak!
"Uts...!"
Plak!
Desss!
"Akh...!"
Pertarungan jarak dekat antara mereka berlangsung cepat, saling pukul dan tangkis. Dan ketika Rangga melompat ke atas melewati kepala lawan, tubuh Aryadira yang sejajar tanah mampu mengayunkan kedua kakinya. Namun dengan indahnya, Pendekar Rajawali Sakti memapaki serangan itu dengan kedua telapak kakinya. Tubuhnya langsung melejit ke atas, membuat beberapa putaran. Aryadira melenting sambil menyodokkan satu pukulan keras bertenaga kuat. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti telah berputar dan menyodokkan pukulan ke dada lawan.
Aryadira menjerit kesakitan. Tubuhnya terlempar dua tombak. Rangga sendiri jatuh ke tanah dengan kedua telapak tangan menjejak bumi. Dan, kembali melenting dengan satu kaki menghajar telak perut lawan. Kembali tubuh Aryadira terpental, dan memuntahkan darah segar dari mulut.
"Cukup sudah permainan ini, Kisanak!" ucap Rangga tegas sambil memandang tajam pemuda berbaju merah itu.
Sriiing!
Aryadira mencabut pedang dan bangkit dengan sorot mata tajam.
"Huh! Jangan merasa menang dulu. Layani permainan pedangku!"
"Kisanak, jangan keterlaluan...."
"Yeaaa...!"
Pedang Aryadira itu berkelebat cepat, menimbulkan desingan yang bercuitan. Rangga sangat terkejut melihatnya. Permainan pedang lawan sangat dahsyat. Tubuhnya seperti terkurung oleh kelebatan pedang lawan, yang membungkus ketat ke mana saja tubuhnya bergerak menghindar.
Wuttt!
"Uts... He?!"
Crasss!
"Akh!"
Rangga mengeluh. Ujung pedang Aryadira menggores bahu kirinya. Memang tidak menimbulkan luka yang berarti, tapi cukup untuk membuktikan ketangguhan ilmu pedang lawan.
"Cabut pedangmu! Aku sungguh-sungguh ingin membunuhmu!" sentak Aryadira kesal.
Rangga menggeram hebat. Paras wajahnya berubah garang, dan hawa kemarahan mulai merasuk hatinya. Pemuda berjubah merah ini agaknya tak bisa diberi hati. Kalau terus seperti ini, dirinya akan celaka sendiri. Padahal, di antara mereka tidak ada rasa dendam atau sakit hati.
"Baiklah kalau kau memaksa, Kisanak...."
Sring!
"Heh?!"
Wajah Aryadira yang tadi tampak girang karena lawan menyambut tantangannya berubah kaget, ketika melihat cahaya biru menerangi tempat itu. Cahaya itu berasal dari pedang lawan. Rangga berteriak nyaring. Aryadira tersentak dan bersiap dengan pedangnya.
"Hiyaaa...!"
Trasss!
"Heh?!"
Begkh!
Aryadira memapak ayunan pedang lawan dengan senjatanya. Tapi hatinya jadi kecewa melihat pedangnya patah seperti kayu lapuk. Pemuda itu terdiam beberapa saat, dan kesempatan ini tidak disia-siakan Pendekar Rajawali Sakti. Kepalan tangan kirinya meluncur menyodok dada Aryadira. Pemuda berbaju merah itu menjerit. Pendekar Rajawali Sakti kembali melancarkan satu tendangan ke dada.
Tubuh Aryadira yang terpental ke belakang, kini terlempar lebih jauh lagi. Dari mulut dan hidungnya mengucur deras cairan merah. Pemuda itu berusaha bangkit, tapi tubuhnya terasa lemah dan tulang sumsumnya serasa patah. Napasnya tersengal-sengal tidak beraturan. Rangga menyarungkan pedangnya, seraya memandang tajam Aryadira.
"Kisanak, mudah-mudahan peristiwa ini akan membuatmu jera. Mencari ketenaran, dengan jalan mencelakakan orang lain adalah perbuatan tercela. Kau merugikan dirimu sendiri," ucap Rangga sambil berlalu dari situ.
Aryadira tertunduk, tak mampu berkata apa-apa. Matanya sayu, memandangi langkah-langkah kaki Pendekar Rajawali Sakti.

87. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Goa NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang