BAGIAN 7

439 19 0
                                    

Tubuh Setan Ular Merah bergerak cepat. Ki Palang Gerigi terkejut, dan langsung memutar senjatanya. Desiran angin kencang pun mengiringi senjatanya yang membentuk kitiran. Dari tangan kirinya, melesat sebuah sinar berwarna kuning kemerahan-merahan yang langsung menerpa lawan.
"Yeaaa...!"
Glarrr! Crasss!
"Akh!"
"Heh! Keparat!" maki Ki Sembung Sedura.
Kejadian itu berlangsung cepat sekali. Dari telapak tangan kiri pemuda itu melesat sinar maut dari pukulan jarak jauh 'Cakar Naga'. Pukulan itu mengeluarkan sinar hitam kebiru-biruan, yang langsung memapaki pukulan Ki Palang Gerigi. Terjadi ledakan kecil. Pukulan lawan seperti lenyap, ditelan sinar hitam kebiru-biruan yang terus menderu menghantam. Ki Palang Gerigi hanya sempat berteriak kecil. Tubuhnya hangus terbakar, dan berserakan seperti arang yang perlahan-lahan berubah menjadi debu. Dan, pedang pemuda itu mempercepat terjadinya hal itu, membabat tubuh lawan yang telah tak berdaya menjadi beberapa potong.
"He he he...! Itulah akibatnya jika berani menghadapi Setan Ular Merah!"
"Biadab! Setan Ular Merah, kau bukan manusia, tapi setan terkutuk berhati iblis!"
"He! Kenapa kau marah-marah begitu, Orang Tua? Kau sakit hati, dan ingin membalas dendam? Ayo, majulah! Biar sekalian tubuhmu kucincang untuk makanan hewan-hewan buas di hutan itu."
"Manusia terkutuk! Tak peduli kau mampu membunuhku. Orang sepertimu, sudah selayaknya disingkirkan dari muka bumi ini!" bentak Ki Sembung Sedura, langsung melompat sambil memutar tongkat menyerang ke arah lawan.
"Hup! Ha ha ha...!"
Sambil tertawa-tawa seperti mengejek orang tua itu, tubuh Setan Ular Merah menghindar dengan lincah.
"Mampus!" bentak Ki Sembung Sedura sambil memutar tongkatnya yang membentuk pusaran hebat, menghantam kepala dan dada pemuda itu.
"He he he...! Kau bermimpi bisa membunuhku, Orang Tua!"
"Bangsat!" maki Ki Sembung Sedura.
Dari tangan kirinya, melesat seberkas sinar kuning kehijauan menuju Setan Ular Merah. Itulah pukulan andalannya yang bernama 'Rumput Pelangi'. Pukulan itu mampu membunuh tiga ekor kerbau yang kuat sekaligus! Tapi, lawan hanya tertawa-tawa sambil menghindar ke sana kemari.
"Orang tua, tidak adakah pukulanmu yang lain? Kalau semua kepandaianmu telah dikeluarkan, maka bersiaplah menerima balasan dariku!"
Wajah Setan Ular Merah seketika berubah kelam. Hawa kesadisan terbias ketika dia mendengus sinis. Telapak tangan kirinya diangkat, dan terlihat perubahan cepat Tangannya sebatas siku, berwarna hitam kebiru-biruan.
"Yeaaa...!"
Ki Sembung Sedura terkejut mendengar bentakan Setan Ular Merah yang menggelegar hebat. Sesaat dia tak tahu apa yang harus dilakukan, selain menghindar cepat ketika telapak kiri lawan menghantam ke arahnya, disusul kelebatan pedang di tangan kanan.
Wuttt!
Trak! Crasss!
"Akh!"
Glarrr!
Tubuh Ki Sembung Sedura terpental beberapa tombak. Pedang Setan Ular Merah lebih dulu berkelebat, menghantam secara tak terduga. Dengan sekenanya, orang tua itu menangkis, namun kelebatan pedang lawan sungguh cepat. Karena dengan tiba-tiba tongkat ditangannya patah jadi dua bagian dan menghajar dadanya. Ki Sembung Sedura memekik kesakitan. Saat itu juga, telapak kiri Aryadira menghantam dan orang tua itu tidak mampu menahannya. Tubuh Ki Sembung Sedura langsung menghitam kebiru-biruan seperti arang yang berpatahan. Nyawanya langsung melayang saat itu juga.
"Ha ha ha...! Orang tua malang, kau tidak akan mampu melawanku. Setan Ular Merah akan menjadi tokoh persilatan yang tak terkalahkan! Ha ha ha...!"
"Tertawalah sepuasmu, Setan Ular Merah! Karena sebentar lagi kematian akan menjemputmu!"
"Heh?!"
Setan Ular Merah langsung menghentikan tawanya. Di tempat itu telah berdiri sesosok tubuh tinggi tegap. Di tangannya tergenggam sebatang pedang besar dan panjang. Sorot mata laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun itu terlihat tajam.
"Siapa kau? Apakah kau ingin mampus seperti mereka?" tanya Setan Ular Merah sambil tersenyum mengejek.
"Setan Ular Merah, bicaramu sombong sekali. Seolah-olah kau merasa dirimu malaikat maut yang tak mampu dihalangi. Tapi, hari ini Bianglala Mata Iblis akan membuat perhitungan denganmu!"
"Hm.... Jadi kau orang yang terkenal itu? Sungguh suatu kehormatan bagiku berhadapan denganmu. Tapi, persoalan apa yang membuat kau begitu gusar?"
"Bocah keparat! Aku tak peduli kau membantai banyak orang hanya untuk melambungkan namamu. Aku juga tak peduli, kau membantai golongan mana pun. Tapi, kau telah membunuh adikku, maka terpaksa aku harus turun tangan!"
"Adikmu! Siapa dia?"
"Serigala Bukit Kuda!"
"Hm.... Ya, kuingat dia. Pemuda itu memiliki kepandaian yang hebat, sehingga menggelitik hatiku untuk mencoba kemampuannya. Tapi aku tak sangka kalau dia adikmu. Seandainya pun aku tahu, mungkin juga tak akan mampu menghalangi niatku untuk mencoba kemampuannya," sahut Setan Ular Merah ringan.
"Keparat! Kau sungguh tak melihat mukaku sedikit pun!"
"Kenapa aku mesti melihat mukamu yang buruk itu?"
Bukan main geramnya Bianglala Mata iblis mendengar jawaban pemuda itu. Bukan oleh ejekan itu, tapi kelancangan Setan Ular Merah yang seolah menganggapnya remeh. Selama ini, namanya selalu disegani dan ditakuti tokoh-tokoh rimba persilatan. Tak seorang pun yang mau mencari urusan dengannya. Tapi hari ini, seorang pemuda yang menamakan diri sebagai Setan Ular Merah, telah mengecilkan dan membuatnya sama sekali tak berarti. Tentu saja hal ini membuat Bianglala Mata Iblis tersinggung.
"Setan Ular Merah, bersiaplah. Aku ingin melihat, sampai di mana kesombonganmu!" dengus Bianglala Mata Iblis sambil membuka jurus dan menekuk pedangnya ke belakang.
"Kau yang memulai, maka jangan salahkan kalau kau akhirnya tak sempat menyesali!" balas Setan Ular Merah tak kalah sinis.
"Yeaaa ..!"
"Hiyaaat..!"
Trak!
"Uts..., eh?!"
Setan Ular Merah sedikit terkejut melihat serangan lawan. Nama Bianglala Mata Iblis memang bukan omong kosong belaka. Terutama sekali, tenaga dalamnya yang luar biasa. Tubuh pemuda itu nyaris terdorong ke belakang, saat lawan menyerangnya dari jarak dekat.
"Hebat sekali tenaga dalammu, Sobat. Ayo, keluarkan seluruh kemampuanmu!"
"Bocah sombong! Mengocehlah nanti kalau kau sudah di akhirat!"
"Ha ha ha...! Orang sepertiku tidak pantas berada di sana lebih dulu, akulah yang akan mengirimmu ke sana."
"Huh! Yeaaa...!"
Setan Ular Merah sengaja membiarkan dirinya diserang terus oleh lawan. Hal itu dilakukannya untuk mengetahui sampai sejauh mana kemampuan serangan lawan. Dan pemuda itu terkejut, sebab bukan saja tidak diberi kesempatan untuk menghindar, tapi juga serangan lawan begitu dekat mengancam jiwanya. Rasanya dia tidak akan mampu terus bertahan selama dua jurus tanpa membalas. Kecuali kalau ingin merelakan nyawanya dicabut lawan.
"Bersiaplah kau, Sobat!"
"Yeaaa...!"
"Heh?!"
Bianglala Mata Iblis terkesiap melihat gerakan lawan yang cepat luar biasa, dengan ujung pedang menyambar-nyambar bagai kelebatan kilat. Dengan sekenanya, pedangnya diputar membentuk pertahanan diri, sekaligus menimbulkan pusaran angin kencang. Tapi dengan pengerahan tenaga dalam penuh, Setan Ular Merah terus menghantam senjata lawan.
Prak!
"Uts!"
Pedang besar di tangan Bianglala Mata Iblis patah jadi dua bagian. Telapak tangannya terkelupas ketika kedua senjata mereka beradu. Tekanan tenaga dalam lawan yang disalurkan lewat babatan pedangnya, sungguh luar biasa dan sempat mendebarkan jantung. Tapi lebih gila lagi, kalau dia tidak cepat-cepat membuang tubuhnya dari sambaran pedang lawan selanjutnya, yang cepat bukan main.
"Hiyaaat..!"
Suttt..., trakkk!
"Yeaaa...!"
Dalam keadaan terdesak, Bianglala Mata Iblis melempar sisa pedang yang berada di tangannya, tepat di jantung lawan. Tapi, Setan Ular Merah dengan mudah menangkisnya. Senjatanya langsung mengejar lawan, bergulung-bergulung bagai pusaran air deras. Kesempatan sesaat itu, cukup bagi Bianglala Mata Iblis untuk melancarkan pukulan mautnya yang bernama 'Darah Iblis'.
"Uts!"
Dengan gesit Setan Ular Merah menghindari lesatan cahaya merah, yang dilontarkan dari telapak tangan lawan. Sambil menggeram hebat, Aryadira mengerahkan jurus 'Cakar Naga' yang dahsyat dan sangat beracun.
"Yeaaa...!"
"Hup!"
Glarrr!
"Aaakh...!"
Bianglala Mata Iblis hanya sempat mengeluh tertahan. Ketika lawan menghantam dengan pukulan maut, dicobanya menahan dengan pukulan 'Darah Iblis' miliknya, sambil mengempos tenaga dalam sepenuhnya. Terdengar ledakan keras sesaat, dibarengi pijaran bunga api yang menerangi tempat itu ketika kedua pukulan mereka beradu. Tapi dalam sekejap saja, terlihat sinar hitam kebiru-biruan dari jurus 'Cakar Naga' yang dikerahkan Setan Ular Merah, menjalar cepat menghantam tubuhnya. Pemuda itu hanya sempat memekik sesaat. Tubuhnya langsung terpental sejauh tiga tombak dalam keadaan menghitam seperti arang.
"Huh! Ternyata Bianglala Mata Iblis yang dibesar-besarkan itu, kemampuannya hanya sampai di sini saja!" dengus Setan Ular Merah sambil menghela napas pendek.
Setan Ular Merah merasa agak letih. Dalam waktu singkat menghadapi empat tokoh yang berilmu tinggi, tentu sangat menguras tenaga. Sesaat, pemuda itu bersila di bawah sebatang pohon untuk mengatur napas dan mengembalikan hawa mumi. Kedua matanya terpejam, namun pendengarannya dibuka lebar-lebar.
Agak lama juga Setan Ular Merah bersikap demikian. Dan setelah dirasa tenaganya kembali pulih, kelopak matanya pun dibuka. Saat itu didengamya suara halus yang menjalar mendekatinya. Seekor ular yang sangat besar, mendesis halus mendekat ke arahnya.
"Hup!"
Crasss!
Pedangnya tercabut cepat, dan memapas kepala ular itu sampai putus. Dan ketika berkelebat sekali lagi, tubuh ular itu terpotong menjadi beberapa bagian. Aryadira kemudian membuat api untuk memanggang daging ular itu. Dan setelah itu, dilahapnya sampai tandas tak bersisa. Namun, ketika baru saja bangkit dan bermaksud meneruskan perjalanan, sesosok tubuh ramping melesat cepat ke arahnya.
"Heh!"
Setan Ular Merah mulanya sedikit terkejut. Namun melihat wajah gadis cantik berbaju putih di hadapannya, dia tersenyum sendiri. Belum apa-apa, gadis itu telah mencabut pedang dan memandangnya dengan tajam. Meski wajahnya dibuat bengis, tapi gadis berambut panjang itu sama sekali tidak terlihat menyeramkan. Hanya terlihat sedikit kesan galak pada wajahnya.
"Nisanak. Mengapa kau tiba-tiba muncul dan mencabut pedang?"
"Kaukah yang berjuluk Setan Ular Merah?"
"Tak salah. Kau bertanya langsung pada orangnya...."
"Bagus! Terimalah kematianmu! Yeaaa...!"
"Eh! Ada apa ini? Uts...!"
Kata-kata Aryadira terputus ketika tiba-tiba gadis itu menyerangnya. Untung pemuda itu cepat menghindar ke samping. Kalau tidak, lehernya pasti putus disambar kelebatan pedang gadis itu.
"Kau pikir namamu sudah hebat, sehingga tidak ada yang mampu menandingi? Guruku, Ki Sempalan Ungu tewas di tanganmu. Kini, terimalah kematianmu!"
"O, kau muridnya? Sungguh sayang saat itu kau tidak ada di sana. Kalau tidak, tentu kita akan bersenang-senang lebih dulu. Tapi, tak apalah meski tertunda. Yang jelas, kesempatan ini tidak akan kulewatkan begitu saja. Kebetulan kita telah memulai tadi. Baru saja, kedua paman gurumu tewas di tanganku," sahut Setan Ular Merah mengejek.
"Apa?! Ki Sembung Sedura dan Ki Palang Gerigi tewas di tanganmu? Keparat! Kau berhutang tiga nyawa padaku! Hari ini, biarlah aku mengadu jiwa denganmu. Yeaaa...!"
"Kau boleh mampus, tapi tidak sekarang. Melihat wajahmu yang cantik dan tubuhmu yang mulus, kau akan bersenang-senang lebih dulu denganku," sahut pemuda itu tertawa kecil.
"Cuih! Aku lebih suka bunuh diri, daripada disentuh bajingan keparat sepertimu!"
"Ha ha ha...! Aku akan membuktikannya sekarang juga!"
Setan Ular Merah mencabut pedang. Dengan sekali gebrak, gadis itu dibuat kewalahan. Hal itu sebenarnya bisa diduga. Sedikit banyak telah diketahuinya bagaimana cara melumpuhkan gadis itu, sebab ilmu silatnya masih mentah, apalagi merupakan murid Ki Sempalan Ungu yang pemah dikalahkan. Tentu saja Setan Ular Merah mengerti benar, bagaimana cara mendesak pertahanan lawan dan mematahkannya.
"Yeaaa...!"
Trak!
"Heh!"
"Uts...!"
Tukkk!
Pedang di tangan Setan Ular Merah menderu cepat, sehingga gadis itu gelagapan. Dengan cepat dia menangkis, tapi alangkah terkejutnya gadis itu melihat pedangnya patah menjadi dua bagian. Tangannya terasa kesemutan dan telapaknya terkelupas. Namun dengan geram dan tak mempedulikan keadaan, kepalan tangannya langsung menghantam dada lawan.
Sebenarnya, bisa saja Aryadira memapak dengan pedangnya. Tapi dia memilih menghindar dengan melenting ke atas, lalu dengan cepat menotok urat gerak di punggung lawan. Gadis itu mengeluh pelan. Tubuhnya langsung ambruk, namun dengan cepat ditangkap dan dipeluk Setan Ular Merah.
"Keparat! Lepaskan aku! Lepaskan..!"
"He he he...! Bisa apa kau sekarang? Nah, marilah kita mulai bersenang-senang," sahut Aryadira sambil mencium gadis itu dengan penuh nafsu. Tangannya dengan nakal menggerayangi bagian tubuh si gadis.
"Setan Ular Merah, tidak malukah kau berbuat begitu pada gadis yang tidak berdaya?"
"Heh?!"

***

87. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Goa NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang