06 | AADR "ada apa dengan rasi"

34 6 0
                                    

Arjun Lesmana

"Kalian ngapain?"

Gue enggak tau kenapa pertanyaan gue berefek besar kepada empat cewek cabe-cabean dan seorang cewek dengan muka tepung itu. Padahal gue cuma nanya lagi ngapain, kenapa muka mereka udah kaya ngeliatin setan.

"Kita lagi main." Ucap salah satu cewek dengan baju kemeja ketat dan rok -sangat- pendek seperti kekurangan bahan, anggap aja namanya 'Cewek Baju Kurang Bahan Satu'

"Iya, main masak-masakkan." Kata cewek Baju Kurang Bahan Dua sedangkan Cewek Baju Kurang Bahan Tiga dan Cewek Baju Kurang Bahan Empat mengangguk membenarkan. Ini kenapa gue jadi ribet sendiri sih.

Ini entah gue yang kurang update tren terbaru di Indonesia atau apa. Apa iya ada main masak-masakkan bahan-bahannya dilemparin ke orang. Mereka enggak sanggup beli kuali apa gimana?

Seseorang pernah ngomong ke gue, yang namanya main itu adalah orang yang melakukannya atas dasar suka sama suka. Dan gue bisa lihat cewek dengan muka penuh tepung itu sama sekali tidak menunjukkan raut suka.

Awalnya gue berniat meninggalkan mereka, karena itu bukan urusan gue sama sekali. Tapi raut muka cewek tepung itu makin mirip Meong. For your information, Meong itu kucing gue yang mati ketabrak tembok. Hati gue jadi ter-touche. Akhirnya gue berinisiatif menghentikan adegan masak-masakkan kayak di Master Chef itu. Jangan salah, walaupun udah tiga tahun gue di luar negeri gue masih sering mentengin Galeri Master Chef.

Jadilah gue dengan gaya yang gue bikin semirip mungkin kayak Chef Arnold-walau sebenernya enggak mirip sama sekali-berjalan mendekat dengan tangan yang terlipat di belakang punggung, dengan sangat percaya diri gue berteriak tak tahu malu.

"Waktu kalian 10 detik lagi. Pergi, atau gue lapor pak RT." Gue dengan muka dibuat segarang mungkin tetapi tetap ganteng mulai menghitung mundur.

"Sepu.." Sepuluh aja belum, tapi mereka udah kocar kacir, ternyata tidak hanya memikat janda dan kaum kurang belaian, muka sangat tampan gue juga bisa mengusir cabe empat biji sekaligus.

Awesome!!

Gue bertepuk tangan untuk diri gue sendiri. Gue emang seganteng itu, makasih. Gue enggak menyangka wajah tampan gue segitu memikatnya.

Gue mungkin akan mengabaikan cewek itu sampai chapter ini abis karena saking mengagumi wajah gue sendiri tapi kegiatan gue terhenti akibat cewek itu tiba-tiba terkapar tak berdaya di sebelah kaki gue.

Gue bingung, mau diangkat gimana. Nanti gue ketularan bau comberan trus kegantengan gue berkurang trus fans gue pada kabur. Gue enggak bisa dong mengorbankan kegantengan gue buat Cewek Tepung yang enggak gue kenal.

Baru aja gue berniat menelepon pemadam kebakaran untuk mengangkat cewek itu, seseorang cowok dengan raut khawatir menghampiri cewek itu mengangkatnya dalam gendongan. Gue enggak mungkin enggak mengenali cowok itu. Jelas, itu Ekal.

Ekal menatap gue dengan pandangan yang enggak bisa gue mengerti apa artinya karena otak gue berada di bawah rata-rata. Gue ingin menyapanya, tapi dia buru-buru berbalik membawa cewek itu pergi dalam gendongannya tanpa merasa kebauan.

Gue enggak ngerti.

***

Sekala Adibrata.

Gue baru aja akan merebahkan diri di bangku panjang taman sekolah saat perasaan gue tiba-tiba enggak enak. Rasanya itu kayak gue kena cacingan. Bokong gue gatal, ingin gerak ke sana ke mari mencari alamat kayak Ayu Ting Tong.

Gue langsung membuka buku kontak untuk mendial nomor bokap gue tapi urung ketika sebuah video call masuk ke ponsel gue. Tanpa aba-aba gue mengusap layar ke atas untuk menerima panggilan.

Seketika wajah kedua orang tua gue dengan latar menara Eiffel memenuhi layar ponsel gue. Memang, setelah acara akting- akting-an kemaren selesai meleka langsung tancap gas ke Prancis, katanya mengulang masa-masa saat pacaran dulu. Elah.

"Gimana Kal, mama sama papa udah kayak kapel ghost belum."

Gue memutar kedua bola mata dengan bosan.

"Ma, namanya couple goals bukan kapel ghost."


"Heh, kamu masih kecil udah bisa menggurui orang tua ya."

Gue menutup kamera ponsel dengan ibu jari untuk mencegah bokap sama nyokap gue melihat gue yang sedang mengekspresikan kekesalan dengan bertingkah seperti orang bengek. Gue kembali menormalkan ekspresi gue di saat menjauhkan ibu jari dari kamera ponsel.

"Enggak kok Ma, Ekal 'kan belum kuliah jadi belum bisa jadi guru."


"Oh iya juga. Betul kamu."

Gue kira percakapan ini akan berakhir namun gue salah. Mama memberikan ponselnya kepada Papa. Kini giliran Papa yang bicara.

"Kal, tau enggak? Disini ada Monas!"

Gue jadi tertarik.

"Wah amazing."

"Ada yang jualan sate juga."

"Wih keren."

"Ada yang jualan cilok juga."

"Wah iya?"

"Iya."

Gue jadi bingung, tapi seneng, tapi kagum, tapi bingung, apa iya Monas udah pindah? Apa iya di sana ada yang jualan sate sama cilok?

"Ya udah, nanti bungkusin Ekal cilok Paris lima ribu ya pa!"


"Enggak sekalian gerobaknya?"

"Boleh juga boleh."


Gue enggak nyangka bapak gue sebaik itu. Nanti gue pamerin ke temen-temen gue kalau gue bawa cilok dari Paris.

Gue baru aja akan menanyakan apa ada warung ketoprak tapi bokap gue keburu memutuskan video call. Sialan emang. Eh. Astaghfirullah Pa maafin Ekal.

Gue kira bokong gue berenti gatel-gatel kaya orang cacingan setelah menelepon nyokap dan bokap gue. Tapi enggak, rasanya masih sama. Ingin ke sana ke mari.

Gue akhirnya mengingat sesosok cewek bernama Rasi Gemintang yang sudah memporak-porandakan hati gue selama bertaun-tahun. Dengan kilat gue mendial nomornya tapi tidak ada jawaban bahkan setelah dering ke lima. Gue mencoba mendial nomornya yang satu lagi, tapi sama seperti pertama gue enggak mendapat jawaban selain suara mbak mbak operator.

Akhirnya gue memutuskan untuk mencari Rasi ke kelasnya. Enggak peduli kalau orang lain tau kalau gue sama Rasi saling kenal. Meski itu melanggar apa yang Rasi minta kepada gue. Tapi setelah sampai di kelasnya gue enggak menemukan seorang pun kecuali beberapa orang siswi yang sedang bergosip ria. Gue berkeliling ke sudut sekolah mencari sesosok bidadari yang menyamar menjadi cewek cupu. Meski pun gue bilang cupu, Rasi tetep cantik banget kaya dewi Yunani.

Astaghfirullah gue bucin.
Gue akhirnya menemukan Rasi setelah diberitahu seseorang cewek yang mengaku melihat Rasi yang di bawa cabe-cabean ke area belakang sekolah. Tentu tidak gratis, dia menginginkan gue untuk berfoto bersama. Orang ganteng emang gini. Gue sih yes yes aja.

Namun, gue menemukan Rasi tidak dalam keadaan baik. Gue mendekat dengan khawatir dan langsung menggendongnya di antara kedua lengan gue. Gue melihat ke arah cowok di depan gue. Itu Ales, gue enggak tau hubungan dia dengan kejadian ini apa. Tapi yang jelas gue harus menyelamatkan pujaan hati gue.ehe

Gue bergegas berbalik dan berjalan cepat menuju unit kesehatan sekolah.

-rav









Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Star Fate ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang