Dua puluh menit waktu Fany bersiap-siap di kamar. Mulai dari mandi, shalat, dandan seadanya untuk pergi ke luar.
Rambut panjang di bawah bahu yang sedikit galing gantung ia biarkan tergerai sempurna tidak seperti biasanya, jidat putihnya tertutup poni cokelat yang lurus satu garis dengan alis. Fany sangat cantik dengan dress berwarna merah bata yang hanya sebatas lutut, kaki jenjangnya terekspos jelas. Tetapi berlengan panjang, mampu menutupi tangan putih Fany yang akan kedinginan bila tersentuh udara dingin disore hari.
Fany keluar dari kamar tidurnya, ia mulai berjalan menuruni anak tangga menuju dapur untuk menghampiri mamanya. Jujur, ia sedikit risih dengan pakaian yang dikenakannya sekarang. 'Kesambet angin apaan sih gua, sore-sore milih baju pendek kayak gini.'
Tumben, biasanya Fany memakai rok pendek hanya kalau memakai seragam sekolahnya saja. Di rumah, main ke luar, bahkan ke tempat-tempat spesial pun ia selalu ingin mengenakan celana jeans hitam yang disertai dengan atasan sweater atau hoodie. Dan rambut yang biasanya hanya dikucir satu dengan poni carang yang mampu menutupi jidatnya.
"Ma," ucap Fany memanggil Sarah yang sedang merapikan bungkus kue.
"Udah siap?" Sarah melirik putrinya sebentar. Sedetik kemudian, Sarah terkejut mendapati Fany yang baru kali ini memakai dress, gaun selutut yang cukup feminim.
"Eh? Anak mama penampilannya beda banget sekarang, ciee mau ketemu jodoh kamu di rumah temen mama, ya?"
'Geluduk dateng dong. Aminin yaa Allah, kata mama kan anaknya temen mama cakep, jadi biar Fany gak jomblo lagi.' - batin Fany dalam hati.
"Apaansih ma, enggak kok," kata Fany tersipu malu.
"Merah gitu mukanya," Sarah menggoda Fany sambil tertawa pelan.
"Tapi ma, Fany terlalu berlebihan gak?"
"Enggak, kok. Kamu cocok tampil kayak gini, cuma riasan wajahnya aja yang kurang. Nanti pas papa pulang, kamu coba bersikap lebih feminim ya, papa pasti seneng liat putrinya tumbuh menjadi perempuan yang sempurna."
"Lah? Emangnya Fany bukan perempuan yang sempurna selama ini?! Hueee.. Mama jahat!" gerutu Fany cemberut karena sebal, merasa tidak sempurna di mata orang tuanya.
"Bukan begitu sayang, setahu papa kamu kan, kamu ini anaknya tomboy dari kecil. Tiap hari mainnya mau ikutan sama abang mulu mainin robot-robotan, sedangkan boneka barbie yang papa beliin buat kamu dibuang gitu aja ke tempat sampah di depan rumah," jelas Sarah dengan fakta yang begitu panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIC SCHOOL
Teen FictionMichael Daviss, mantan kapten tim basket Garuda-Jakarta yang selalu menjadi primadona sekolah. Tidak terasa, waktu berputar begitu cepat, ditahun ajaran baru ini ia dipertemukan dengan sosok perempuan yang sangat menyukai hujan, Stiffany. Seperti me...