Kepedihan telah mengubahku menjadi lebih banyak berdiam. Aku lelah mengundang amarah. Lelah menguras air mata. Maka diam adalah caraku menikmati luka. Mengingat hal-hal apa saja yang sudah kita lalui bersama. Memutar sisa-sisa yang kamu tinggalkan untukku. Kenangan.
Kamu pergi. Meluluhlantakkan semestaku. Memorak-porandakan seluruh isi hatiku. Kamu yang sangat lama bertahta, kini beranjak begitu saja. Harusnya kamu bereskan dulu hatiku yang sudah berantakan. Agar sesiapa nanti yang singgah tidak lagi terusik bayanganmu. Harusnya ajari aku memeluk diriku sendiri sebelum pergi. Ajari aku lebih menyayangi diriku dibandingkan menyayangimu. Agar pergimu tidak lagi menjadi hal menakutkan yang selalu ku harap semua hanya mimpi saja.
Dahulu kita sangat menyukai hujan. Berharap hujan berlama-lama turun agar kita memiliki alasan untuk tidak segera menyudahi pertemuan. Tapi kini hujan seolah menyambut kisah yang sedih. Mereka turun seolah menghantarkan sakit yang bertubi-tubi. Menghalangiku melarikan diri dari ingatan yang jatuh bersama turunnya hujan. Hujan tidak lagi bisa membawaku ke dalam pelukanmu. Tapi hujan juga tidak bisa menghapus kenanganmu yang terlalu melekat dalam ingatan. Kini hujan tidak lebih dari ingatan yang bersikeras untuk kubuang.
Semakin lama, hujan semakin deras. Menimbulkan air menggenang di setiap jalan. Aku masih menari dibawah hujan. Memutuskan tetap menikmati luka yang aku dapatkan. Genangan-genangan itu seolah menjadi layar lebar yang memutarkan kisah-kisah indah kita. Kenangan-kenangan manis tentang bagaimana bahagianya aku dan kamu saat bertemu. Tentang bagaimana kamu selalu melindungi dan mengingatkanku dikala kita sedang diterpa masalah. Tentang rindu yang selalu menggunung menunggu dituntaskan dengan temu. Aku tersenyum mengingatnya. Sebelum aku sadar bahwa semua tak mungkin lagi jadi nyata. Mereka hanya kenangan. Ada tapi tiada.
Kamu dan kenangan sama-sama ada. Tapi tiada. Pernah ada, tapi kini ku cari kemana-mana ternyata memang tidak nyata. Tak ada lagi yang mampu ku lakukan saat ini. Maka kini izinkanlah aku menikmati sisa kepingan-kepingan kita yang kau paksa hancur. Biarkan aku melebur bersama jatuhnya air hujan. Menjadi genangan di jalan-jalan sepi. Tidak mampu berdiri lagi. Dan begitu bodoh menikmati rasa sakit yang begitu menyayat hati. Memapah diri sendiri agar jatuhku tidak membuat rapuh yang menghancurkan.
Untuk kamu seseorang yang ku perjuangkan di rentang waktu yang panjang, semoga nanti kamu temukan seseorang yang menatapmu minimal seperti caraku menatapmu.
...
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Memuja Rindu Di Balik Sendu
RomanceKenapa aku menulis cerita ini? Jawabannya karena ingin saja. Ini fiksi, tapi non fiksi Tidak semuanya fiksi, tapi tidak juga semuanya non fiksi Pokoknya itu deh. Ada tips-tips untuk orang patah hati juga. Semoga aja sebagian perasaan kalian bisa ter...