Masa di hari yang cerah, terdapat keluarga domba sedang mencari makan dengan damai. Keluarga itu terdiri dari satu induk domba dan ke empat anaknya. Diantara ke empat anak domba tersebut, terdapat seekor anak serigala kesepian. Sebab sendirian tanpa asuhan, ia telah menjadi bagian dari keluarga kecil induk domba tersebut.
Beruntungnya, induk domba merawat anak serigala seperti anaknya sendiri. Terkadang mendidik anak serigala agar gemar memakan rumput, walau anak serigala sering menolak pemberian induk domba tapi rumput itu tetap anak serigala makan. Bagi induk domba, apa yang ia lakukan itu sama seperti ia berbagi kasih pada anak-anaknya melalui makanan.
Lambat laun waktu berlalu, semakin lama rumput di tanah yang mereka pijaki semakin menipis dan para domba semakin kesulitan untuk mencari makan. Hal itu pula yang sering menjadi alasan anak domba untuk saling berselisih. Hingga akhirnya hal itu terus berlanjut dan berubah menjadi ajang untuk saling menyingkirkan satu sama lain.
Induk domba kian khawatir dengan jumlah anaknya yang kian berkurang, akhirnya ia menanyakan pada anak-anaknya yang masih tersisa.
"Wahai anak-anakku, ke mana perginya saudara-saudaramu?"
Mereka serentak menjawab, "Tidak tahu, Ibu. Mungkin mereka tersesat saat mencari rumput."
Anak domba yang tersisa tidak ingin menjawab jujur jika mereka telah membunuh saudara-saudaranya. Namun, mereka justru mengatakan bahwa anak serigalalah yang memakan anak domba lainnya. Berharap dengan demikian mereka akan terhindar dari segala tuduhan.
"Ini semua karena ulah anak serigala, Bu! Kami tak sengaja melihatnya mengajak saudara-saudara kami ke padang rumput nan jauh di sana, lalu menerkam dengan buas."
Anak serigala menggeleng, "Tidak, Bu. Aku tidak pernah melakukan itu."
"Iya, Bu. Benar begitu, waktu itu aku melihatnya. Dia sangat liar, ganas dan gila! Anak serigala pantas diusir!"
Karena mengingat tabiat seorang serigala, induk domba mempercayai perkataan anak-anaknya dan dengan dingin lalu mengusir serigala.
"Dasar anak tidak tahu diri! Sudah aku besarkan, malah kau terkam anak-anakku! Kau memang bukan anakku! Kau anak keturunan pembunuh! Enyah kau!!!"
Kehilangan kepercayaan sunguh menyakitkan, terutama dari orang yang paling anak serigala sayangi. Serigala menangis sedih, ia kehilangan kepercayaan induk yang ia anggap ibunya sendiri. Ternyata induk domba tidak pernah mengakuinya sebagai anak, ia tidak sepenuhnya menyayangi anak serigala. Induk domba tidak tulus mencintainya setulus ia mencintai anak-anaknya, sehingga anak serigala jatuh dalam duka hati mendalam.
Keadilan hanya milik mereka yang memiliki bukti dan saksi, sedangkan anak serigala hanyalah korban yang tidak memiliki bukti, saksi bahkan orang yang mempercainya."Maaf, Bu. Jika bagi Ibu aku keturunan pembunuh, maka hari ini aku akan mencari keadilan menggunakan instingku sendiri."
Ketidakadilan di dunia, dapat memicu dendam. Perasaan itulah yang membuat anak serigala tenggelam dalam kegelapan, lalu balik menerkam para anak domba yang berdusta tepat di depan sang induk. Baginya, fitnah yang saudara-saudaranya lontarkan itu sangat keji dan jahat. Jika berbohong atau bahkan menfitnah, harus diberi hukuman yang setimpal.
Induk domba dengan lantang berteriak, "TIDAK! ANAK-ANAKKU! DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI! KAU PANTAS MEMBUSUK BERSAMA ORANG TUAMU!"
Induk domba menangis tersendu-sedu, melihat lumuran darah menetes di tanah tempat ia membesarkan keluarga kecilnya dengan penuh kasih. Tempat ia menemukan anak serigala menangis di atas jasad kedua orang tuanya, lantas berjanji akan merawatnya sebagai anak asal tanah luas ini mereka rawat bersama-sama.
"DASAR PEMBUNUH! SEHARUSNYA HARI ITU AKU TIDAK MERAWATMU!"
Anak serigala terdiam di depan jazad saudara-saudaranya. Setelah itu anak serigala melihat beberapa bulu domba yang tercabik-cabik oleh taringnya, lalu ia tempelkan pada tubuhnya.
"Jika aku berbulu domba, apakah Ibu akan mempercayaiku?" ungkap anak serigala, sendu.
Induk domba bergidik ngeri, ia marah anak-anaknya tewas di tangan anak durhaka macam anak serigala. Ia membencinya, sangat. Sangat. Membencinya. "KAU BUKANLAH ANAKKU! KAU PEMBUNUH! KAU YANG PANTAS MATI, BUKAN ANAK-ANAKKU!"
Mendengarnya, anak serigala tersenyum getir. Hatinya terluka dalam akibat perkataan tersebut. "Ibu benar. Sedari awal memang tidak ada cinta, sebesar Ibu mencintai anak-anak Ibu."
Seekor domba baik hati yang ia anggap sebagai sosok ibu terbaik di dunia, ternyata tidak pernah setulus dugaannya. Dengan air mata berlinang di pelupuk mata, anak serigala menangis dalam keadaan hati teriris.
"Kalau begitu, lebih baik Ibu susul saja anak-anak Ibu." Dan untuk sebuah alasan, anak serigala menerkam induk domba yang tidak mempercayai ucapannya seperti ia mempercayai dusta anak-anaknya.
Sedih tak dapat tertahan, anak serigala menangis di depan jasad keluarga kecilnya yang dulu ia anggap rumah. Tanah itu kini sudah belumuran darah segar, hasil ketamakan dan kebohongan yang dipercaya.
END
Percaya pada dongeng anak serigala berbulu domba? Bagaimana jika ceritanya seperti ini? Terkadang penjahat menjadi jahat, karena tidak adanya keadilan.
Hukum adalah keadilan yang tidak sempurna. Karena hukum yang tidak adil adalah pelanggaran yang paling keji. Apabila kejahatan ingin kita berantas, mulailah dengan bersikap adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fabel : Dongeng Sebelum Tidur
FantasíaFabel adalah cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. Binatang tersebut diceritakan mempunyai akal, tingkah laku, dan dapat berbicara seperti manusia. Maka, aku berkeinginan bercerita dongeng fabel sebelum tidur...