BAB 4 [Semuanya Tentangmu]

1.2K 124 76
                                    

Perasaan ini tidak terorganisir dan sistematik, tapi aku percaya, muaranya hanya satu, kamu.






Tarik napas. Embuskan.

Tarik napas. Embuskan.

Berulang kali Senja melakukan hal itu sampai kegugupan yang mendera dirinya berkurang sedikit demi sedikit. Senja tidak mengerti untuk alasan apa ia selalu merasa gugup setiap kali berhadapan dengan Gaza, kakak sepupu sekaligus tunangannya.

Ya ampun! Setiap kali kata tunangan terlintas di kepala Senja, degup jantungnya meningkat drastis.

"Tenang Senja, tenang. Mamas itu bukan Singa yang akan menerkam kamu," gumam Senja seraya mengusap dadanya.

Setelah merasa lebih tenang, Senja mengumpulkan keberaniannya dan langsung mengetuk pintu kamar Gaza. Pada ketukan ketiga terdengar suara dari balik pintu.

"Masuk!"

Senja menahan napasnya tanpa sadar, lalu perlahan melangkah masuk setelah tangannya mendorong pelan pintu kamar Gaza. Pandangan Senja langsung tertuju pada foto keluarga Gaza yang terpampang di atas ranjang Gaza.

"Mau sampai kapan berdiri di situ?" Suara Gaza mengagetkan Senja. Gadis itu terlalu fokus pada foto di hadapannya sampai-sampai tidak sadar jika ia masih berdiri di depan pintu.

"Eh. Ma-maaf." Senja yang terkaget langsung gagap.

Gaza menyugar rambut hitamnya, bangkit dari rebahan sambil menatap Senja. Gaza selalu heran dengan Senja, gadis itu selalu meminta maaf meskipun tidak berbuat salah.

"Ada apa?" tanyanya datar. "Mas di depan kamu, Senja. Bukan di bawah."

"Ma-maaf, Mas." Senja gelagapan.

"Ck!" Gaza berdecak malas. Senja ini selain lemot, ia juga sangat pandai menguras kesabaran Gaza yang setipis kulit bawang itu.

"Ngapain ke sini?"

Menekan rasa takutnya, Senja memberanikan diri menatap Gaza. "Se-Senja mau pinjam buku, Mas," cicit Senja sambil kembali menundukkan wajahnya. Jujur saja, Senja takut dengan ekspresi datar di wajah Gaza. Laki-laki itu sepertinya merasa terganggu dengan kehadiran Senja.

"Ambil saja buku yang kamu mau," sahut Gaza malas. Tak lama kemudian Gaza kembali berbaring. Mengabaikan Senja yang sudah berdiri di depan lemari bukunya.

Langkah Senja sangat hati-hati seolah takut mengganggu tidur Gaza. Seulas senyum terbit di bibirnya ketika melihat koleksi buku Gaza yang sangat rapi dan banyak. Rasa kagumnya semakin besar kala mendapatkan Gaza juga mengoleksi buku-buku berbahasa Inggris dan Jerman.

Terhanyut dalam kekagumannya pada Gaza, Senja sampai tidak menyadari jika sedari tadi Gaza memperhatikannya. Punggung sempit Senja tak lepas dari pandangan Gaza, seketika sudut bibir Gaza tertarik ke atas.

Sungguh, Senja itu semakin hari semakin membuat jantung Gaza ketar-ketir. Kepalanya yang migran sekarang sudah membaik, dan semua itu karena perempuan manis yang saat ini membelakangi Gaza.

"Sialan! Hanya dengan memandang punggungnya, jantung gue udah loncat-loncat," gumam Gaza sambil mengulum senyum. Merasa geli dengan dirinya sendiri.

Gaza kembali memperhatikan Senja, menahan senyum kala Senja berjinjit demi meraih buku yang ia inginkan. Gaza pejamkan matanya sesaat, begitu terbuka ia langsung bangun dan menghampiri Senja.

"Ma-Mas ...."

Tubuh Senja langsung menegang saat tangannya bersentuhan dengan Gaza yang ikut mengambil buku. Ia memejamkan matanya, dadanya bergemuruh hebat merasakan dada Gaza menempel di punggungnya.

"Kenapa nggak minta tolong ke Mas buat ambilin bukunya?" tanya Gaza datar. Namun di balik itu ia merasa senang karena bisa sedekat ini dengan Senja.

"Se-Senja... nggak mau ganggu tidur Mas," ucap Senja.

"Kamu memang selalu menggangu Mas, Senja." Gaza merapatkan tubuhnya pada tubuh mungil di depannya. "Bukan hanya tidur Mas, tapi semua aktivitas Mas."

"Maaf," gumam Senja. Hatinya sedih mendengar pengakuan Gaza.

"Kamu menggangu tidur Mas dengan hadir di mimpi Mas. Kamu juga memenuhi pikiran Mamas, semua ruang dan tempat di hati Mas," bisik Gaza sambil memeluk Senja. Menyandarkan dagunya di pundak sang tunangan.

Semuanya tentang kamu.

"Senja ngerepotin Mas, ya?" Senja tersenyum melihat tangan Gaza yang bertengger manis di perutnya. Dengan lembut ia usap.

"Iya. Kamu sangat merepotkan Mas." Tapi aku menikmatinya.

"Maafin Senja, Mas."

"Jadilah tunangan yang baik, Senja. Jangan bertingkah merepotkan." Perkataan tak berperasaan itu meremas kuat dada Senja, membawa rasa sakit dan luka yang tak kasat mata.

Lalu, kehangatan dan pelukan dari Gaza perlahan terlepas. Gaza meninggalkan Senja, berbalik menuju ranjang mewahnya dan berbaring nyaman. Tidak peduli jika kata-kata barusan telah menyakiti hati sang tunangan.

"Kalau sudah mendapatkan buku yang kamu inginkan, segera ke kamar. Mas mau tidur," kata Gaza.

Senja memutar paksa tubuhnya, menatap Gaza yang terbaring dengan mata terpejam.

Demi apa pun, Senja tidak pernah mengerti dengan sikap Gaza yang selalu berubah-ubah. Kadang manis, kadang jutek, kadang kasar, kadang-kadang, ah....

Rasanya sungguh tidak adil. Senja selama ini selalu berusaha menjadi tunangan yang baik, ia belajar keras agar tidak mempermalukan Gaza. Ia paksa tubuh lemahnya untuk bisa menembus batas-batas.

Senja sadar, Gaza itu nyaris sempurna. Bukan hanya secara fisik, Gaza juga memiliki kepintaran di atas rata-rata. Gaza tidak pernah sekalipun menempati posis kedua, selalu nomor satu. Kerap kali mewakili sekolah di ajang bergengsi. Baik tingkah lokal maupun internasional.

Menyadari hal itu, Senja semakin merasa kecil. Namun, Senja tidak pernah menyerah. Meski rasanya cukup menyakitkan, Senja berusaha memaklumi setiap tindakan Gaza.

Gaza ingin yang terbaik untuknya. Jika Gaza memintanya untuk tidak lagi menjadi tunangan yang merepotkan, itu semata-mata agar Senja tidak lagi dipandang sebelah mata oleh orang-orang.

Memikirkan sisi baik dari ucapan ketus Gaza, Senja berusaha tersenyum. Ia putar tubuhnya, ditatapnya dalam-dalam Gaza yang saat ini telah berbaring nyaman di atas ranjang.

"Senja akan selalu ingat pesan Mas. Makasih atas bukunya. Senja janji akan berusaha menjadi lebih baik lagi. Senja pamit."

Pintu kamar Gaza tertutup, Senja telah pergi.

"Maaf, Senja. Mas ingin kamu menjadi kuat. Kata-kata Mas memang menyakitkan, tapi itu lebih baik daripada kamu mendengarnya dari orang lain. Mas nggak sanggup," gumam Gaza.

Selama ini, Gaza selalu mendengar suara-suara sumbang tentang tunangan sekaligus adik sepupunya itu. Banyak teman-teman Senja yang diam-diam membicarakan Senja, mereka menertawakan kekurangan gadis manis itu.

Senja yang lemot.

Senja yang bodoh.

Senja yang kudet.

Senja yang kuper.

Senja yang selalu mendapatkan nilai mengenaskan di mata pelajaran Matematika, Fisika, dan Kimia.

Suara-suara penuh hinaan itu seakan menampar keras wajah Gaza. Hatinya sakit sekali, ia tidak sanggup membayangkan jika Senja mendengar hal itu. Gadis itu pasti akan syok dan down. Dan itu tidak baik untuk kesehatan jantung Senja.

Gaza terlalu mencintai Senja hingga ia takut melihat gadis kesayangannya itu terluka. Gaza rela melakukan apa pun demi membuat Senja bahagia, tidak peduli jika itu membuatnya terlihat jahat di hadapan Senja.

"Maaf, Senja. Maafin Mas karena udah ngomong jahat. Dan maaf karena mencintaimu dengan cara yang jahat," kata Gaza dengan senyum miris.

Senja dan Gaza [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang