BAB 6 [Kamu Milikku]

1K 86 103
                                    

Mohon maaf sebelumnya ni, kalau ada diantara pembaca Senja dan Gaza yang pernah baca cerita aku yang berjudul KARMA, mungkin akan sedikit bingung. Soalnya, di sini, aku banyak mengganti nama tokohnya. Pokoknya, Senja dan Gaza ini banyak perbedaannya dari KARMA, cerita tentang papa dan mamanya Gaza dan Dama.




Makan malam keluarga Rajasa terasa lebih sunyi. Tidak ada kehadiran Bintang sebagai kepala keluarga. Pria itu tengah berada di luar kota untuk meninjau pembangunan rumah sakit baru.

"Bunda, Mas duluan." Gaza berdiri dari kursinya. Membawa sepiring melon untuk disantapnya di kamar.

"Bunda, Kakak juga udah," ucap Dama. Gerakannya begitu gesit saat melihat Gaza sudah menaiki anak tangga.

Namira tersenyum lembut menatap punggung putra keduanya yang bergegas menyusul sang kakak. Sejak memiliki seorang adik, Dama meminta agar dirinya dipanggil kakak.

Sejak kelahiran Keilana, panggilan Dama pun berubah menjadi kakak. Hal itu diusulkan langsung oleh Dama dan semua menyetujuinya.

"Tante."

"Iya, Sayang. Kenapa?" Atensi Namira kini tertuju pada gadis cantik yang tengah menatapnya.

Senja meremas jemarinya, menelan rasa gugup. "Besok Senja ada tugas kelompok. Ehm.... Senja mau minta izin pulangnya agak telat," tutur Senja

"Boleh, Sayang. Nanti Tante bilangin Mas anterin kamu, ya."

"Makasih, Tante."

"Sama-sama, Sayang. Kalau kamu perlu sesuatu bilang aja sama Tante."

Senja tersenyum manis. Sangat menyenangkan berinteraksi dengan Namira. Senja tidak merasa kehilangan sosok ibu, karena Namira menyayangi dan memperlakukan Senja seperti Gaza dan Dama.

Seperti biasa, selesai makan malam semua penghuni rumah akan masuk ke kamar masing-masing.

Senja baru saja menyelesaikan panggilan alamnya. Lalu, segera berbaring di kasurnya dengan membungkus diri di dalam selimut.

Jam sepuluh lewat sebelas dan Senja belum juga menuju alam bawa sadarnya. Matanya masih terjaga, tidak biasanya dia susah tidur. Mencoba mencari spot tidur yang nyaman, tiba-tiba pandangan Senja jatuh pada bingkai foto keluarganya.

Foto yang berisi orang tua, kakak kembarnya, dan dua adik kembar tidak identik Senja. Sudah lebih dari tiga bulan mereka terpisah. Senja terpaksa harus menetap di Jakarta, sementara keluarganya berada di Amsterdam untuk pengobatan Jingga. Saudari kembarnya.

Rasa rindu menyelinap diam-diam. Senja bangun. Duduk di tepi ranjang sambil tersenyum sendu menatap foto keluarganya.

"Pa, Ma, Senja kangen." Meski hidup di Jakarta menyenangkan, tidak kekurangan apa pun Senja tetap merasa ada yang kurang. Dia rindu keluarganya. Rindu teriakan nyaring adik bungsunya, Mentari. Gadis kecil yang suka membuat suasana ceria.

Kedua tangan Senja mendekap foto keluarganya, menangis dalam diam. Senja ingin cerita banyak hal, tentang kesehariannya, teman-teman di sekolah, dan Gaza. Si laki-laki dingin yang jarang bersikap manis.

"Senja sayang kalian semua. Sehat-sehat di sana, ya."

Malam ini Senja tidur dengan memeluk foto keluarganya.

***

"Mas, bawa mobilnya pelan-pelan aja. Jangan suka nyalip-nyalip di jalan."

"Iya, Bundaku sayang." Gaza menyahut ringan. Sudah biasa mendengar nasihat sang bunda setiap kali akan berangkat sekolah.

"Halo, Adik gembulku. Mas berangkat sekolah, dulu. Kamu jadi anak baik di rumah sama Bunda, ya," ucap Gaza pada si bungsu yang berada dalam gendongan Namira.

Senja dan Gaza [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang