BAB 5 [Jangan Takut, Aku Mencintai Kekuranganmu]

1.1K 113 139
                                    

Akhirnya aku bisa kembali lagi. Setelah sekian lama.... Btw, Senja dan Gaza pernah unjuk kebolehan di GMG 2020.... Ya, walaupun nggak berhasil ☘️☘️☘️









Cuaca sore ini masih sama, hujan terus turun dan mengguyur ibu kota. Beberapa orang memilih menikmati secangkir teh hangat dan pisang goreng sambil menonton pertandingan bola kaki. Ada juga yang memilih bergelung dengan selimut tebal untuk menjemput mimpi. Kedua hal itu tidak berlaku bagi Senja, dia justru bergelut dengan buku paket matematika yang membuat kepalanya pusing.

Menutup kasar buku paketnya, Senja menoleh pada sang kakak yang sedang asyik dengan game cacingnya. Kesal, satu kata itu sangat cocok untuk menggambarkan isi hati Senja. Jika bisa, Senja ingin sekali membuang ponsel berlogo apel bekas gigitan itu ke tong sampah.

"Kak."

"Hm." Senja hampir menangis mendapat respon Dama yang cuek bebek. Pria itu lebih sayang pada cacing online daripada Senja. Harusnya, Senja meminta bantuan pada Gaza, bukan Dama. Lihat, Dama bahkan sibuk dengan ponselnya.

"Bantuin Senja," pinta Senja, "besok tugasnya udah di kumpul, Kak."

"Iya, nanti ya. Ini cacing Kakak nanggung nih, udah sepuluh juta. Bentar ya."

"Biar Mas yang bantuin." Suara itu berhasil memecahkan konsentrasi Dama. Cacing sepuluh jutanya menabrak cacing yang panjangnya seperti kecebong.

"Mas, lo suka nongol nggak permisi tahu. Salam dulu, kek," sungut Dama ketika melihat batang hidung kakaknya.

Gaza hanya merotasi kedua matanya. "Stop ngurusin cacing, Dam. Belajar sana!" perintah Gaza yang hanya dibalas dengan gerutuan Dama.

Gaza langsung mengambil tempat di tengah-tengah Dama dan Senja. Dengan jarak sedekat itu Senja bisa merasakan lengan Gaza menyenggolnya.

Ya, Tuhan! Jangan sampai Mas dengar suara jantung aku.

Senja hanya berharap telinga Gaza mendadak tuli agar dia tidak mendengar debaran jantungnya yang menggila akibat skin ship yang tidak disengaja itu.

"Yang mana yang nggak paham?" tanya Gaza setelah mengambil alih buku Senja. Matanya menyorot tajam angka-angka yang katanya berhasil membuat kepala pusing.

"Senja nggak paham semuanya," aku Senja. Wajahnya tertunduk, antara malu dan gugup.

Suasana tiba-tiba hening, Dama yang tadinya ingin memulai kembali permintaannya seketika terhenti. Dia ikut melirik ekspresi sendu adik sepupunya.

"Nggak apa-apa. Kita bisa belajar pelan-pelan." Kalimat balasan Gaza dalam sekejap melunturkan awan mendung di wajah Senja. "Sini coretannya biar Mas contohin," kata Gaza.

Senja memperhatikan jari-jari Gaza yang sibuk menari-nari di atas lembar kertas. Laki-laki yang diketahui memiliki otak cerdas itu begitu tenang.

Gaza memberikan penjelasan tentang sin, cos, dan tan. Juga sederet antek-anteknya dengan bahasa yang ringan dan mudah agar Senja tidak kesulitan dalam menangkap penjelasannya. Gaza tahu Senja memang tidak secerdas dia, beberapa kali gadis itu harus remedial mata pelajaran eksakta.

Soal-soal sederhana yang seharusnya bisa selesai dalam waktu singkat akan menjadi berjam-jam jika itu Senja. Pernah sekali gadis itu tidak bisa menyelesaikan kuis Fisika gara-gara waktu yang terbatas. Alhasil dia harus mendapat nilai merah.

"Memandangi wajah Mas nggak akan buat kamu pintar, Senja."

Deg.

Kalimat singkat itu berhasil membuat Senja terperanjat sekaligus malu. Bisa-bisanya dia terciduk mencuri pandang pada Gaza. Mau tidak mau rona merah kini merajai kedua pipi putihnya. Senja menunduk, berusaha menyimpan wajah meronanya.

"Sekarang, ulangi apa yang Mas ajarkan tadi."

"Hah?" Gaza menyodorkan buku catatan Senja yang sudah terisi dengan dua soal yang sama sekali tidak dimengerti gadis itu.

"Ma-Mas... Senja... nggak bisa. Senja nggak paham. Maaf," ucap Senja lirih. Wajahnya yang merona malu kini berubah menjadi memerah menahan tangis.

"Senja." Tangan Gaza mengusap kepala tunangannya yang tertunduk "Jangan menangis," kata Gaza.

Senja menggeleng sambil terisak. "Senja memang bodoh. Senja nggak seperti Jingga yang pintar. Senja cuman bisa malu-maluin--" kata-kata Senja tertahan, bibirnya sibuk menangisi kebodohannya.

"Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain, Senja. Kamu dan Jingga adalah dua orang yang berbeda. Senja adalah Senja dan Jingga adalah Jingga." Dama yang sedari tadi diam saja akhirnya angkat bicara. Dama benci melihat adik sepupunya itu selalu insecure dengan kekurangannya.

"Kalian memang kembar, terlahir dari rahim yang sama tapi bukan berarti kalian sama. Kakak nggak suka dengan sikap yang lemah dan cengeng, Senja," tekan Dama blak-blakkan.

"Dam!" Gaza melempar tatapan tajam pada sang adik. Memperingatinya agar tidak melewati batas.

"Gue cuman nggak mau Senja selalu berpikir kalau dia nggak bisa apa-apa. Nggak bisa berkembang, apalagi merasa bahwa IQ-nya jongkok. Semua orang butuh belajar untuk bisa mengerti dan memahami." Dama meraih tangan Senja, menggenggam erat dengan mata yang menatap dalam wajah adiknya yang tertunduk.

"Kamu terbaik di bidangmu. Jangan gampang menyerah, Senja. Ingat, kamu punya tunangan berotak encer yang siap mengajari kamu setiap detik. Kakak juga ada di sini, Om, Tante, semuanya siap membantu kamu," ujar Dama tulus.

"Iya, kita semua sayang Senja," Gaza ikut menimpali.

Tapi Mas lebih sayang kamu, Senja. Sayang banget.

Ungkapan sayang hanya terucap di dalam hatinya. Dia terlalu takut dan cemen untuk mengungkapkan rasa yang selama ini sudah terpatri di dalam hati.

Ternyata mengutarakan perasaan itu tidak segampang menyelesaikan puluhan soal Matematika, pikir Gaza. Perasaan memang memiliki rumus yang sulit dan rumit, apalagi jika sudah berhadapan langsung dengan orang yang disukai. Kata-kata yang telah tertata rapi saja bisa kocar-kacir.

Gaza hanya menatap dalam diam bagaimana Senja melarikan diri dalam pelukan Dama. Tangis yang sempat menggema perlahan-lahan mulai merada. Bahkan, ada tawa di bibir sang tunangan.

"Mas."

"Apa?"

"Minggir napa. Gue susah ni meluk Senja."

Tanpa protes Gaza menyingkir. Memberikan ruang pada kedua adiknya untuk berpelukan.

Terus tersenyum, Senja. Wajahmu nggak cocok disandingkan dengan air mata, batin Gaza. Tidak lupa bibirnya menyunggingkan senyum tipis.



Senja dan Gaza [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang