Mereka tak juga berhenti, berjalan melewati pepohonan menjulang. Entah ... sudah berapa lama waktu berlalu, Granger masih tak ada letihnya memaki Draco. Mau itu karena udara yang mencekam, lelaki platina--yang masih terlihat seenaknya bagi Hermione, dan segala kemungkinan-kemungkinan--yang untungnya tidak akan--terjadi.
Draco sendiri, antara ia jengkel mendengar ocehan gadis singa, dan masih menahan deg-degan, saking terkurasnya tenaga untuk seharian ini. Beruntung, kini mereka hampir sampai ke tempat tujuan.
Mata cokelat madu itu sejenak bergulir, menyadari di sana sudah ada Bertha yang menunggu, dan berlari meluncur dari tangga. "Miss Granger, kau baik-baik saja? Aku nyaris menelepon polisi," ucap wanita itu, yang sekarang mengikuti mereka berdua menaiki anak-anak tangga.
Draco yang masih menarik pergelangan tangan Hermione, semakin mengeratkan genggaman, saat dirasa gadis itu nyaris berhenti--untuk meladeni sesuatu di belakang. "Sialan kau, semak," ungkapnya kesal, ingin segera sampai dan meluruskan kedua kaki.
Jemari pucat Malfoy memutar ganggang pintu, dan menarik Granger masuk--sembari membanting papan kayu, tepat sebelum Bertha melangkah masuk--dengan amarah yang sudah bertengger di kepala.
"APA MAUMU?! DIA BISA TERLUK ...." Hermione terdiam, ingin rasanya gadis ini mengeluarkan seluruh isi kepala. Sekarang pun, Granger masih harus dihadapkan pada situasi, yang membuat seluruh logika semakin tercerai-berai. Barusan ada Bertha menunggu di depan rumah, tapi saat ini, yang ditangkap oleh matanya hanya sebuah tempat asing. Sebuah tempat besar yang terlihat seperti ruang bawah tanah. Gelap ... dengan beberapa lampu minyak menyala rapi di setiap sisi. Tak ada ventilasi sama sekali, dan hampir setiap sudut--entah perabotan, dinding, langit-langit, dan lantai keramik--didominasi oleh warna arang. Hanya terdapat satu ruangan di sana, sudah termasuk ranjang berukuran besar, ruang keluarga--yang menghadap ke perapian--, dan sebuah meja bar kecil, dengan rak-rak botol, berjejer memenuhi sisa dinding di sisi kiri, nyaris menyentuh langit-langit.
"Kemarilah," ucap lelaki platina, yang mengembalikan kesadaran Granger. Gadis itu mulai berjalan--dengan melempar atensi ke setiap sudut, mendekat ke arah Draco, yang tengah sibuk memeriksa laci-laci meja bar.
Hermione melongok dari balik perabot kayu itu, dan yang tampak di matanya hanya sejumput platina ferret, bergerak ke sana kemari. "Kau sedang apa?" tanya gadis singa, yang masih merasakan beberapa kunang-kunang terbang mengitari kepala.
Belum sempat ada jawaban dari bibir pucat itu, Malfoy sudah beranjak, dengan dua botol ramuan dan segulung perban. Ia menarik lengan Granger, agar duduk di kursi bar terdekat--masih tak ada niatan, untuk sebuah penjelasan. Bahkan, sekarang Hermione semakin yakin, ferret ini sengaja ingin mencuci otaknya. Bagaimana tidak? Draco tengah mendaratkan salah satu lututnya, tepat di hadapan gadis singa.
Hermione menggeleng berulang kali, berharap akal sehatnya segera mengajukan protes, ketika lelaki platina bertanya, "Kau belum sadar, eh?"
"A-apa ...."
Malfoy menggulung celana--piama--gadis singa, dan melihat separah apa goresan pada betis. Dari semua itu, masih ada beberapa goresan lain yang didapat Granger--satu di lengan kiri, dan satu lagi di bawah telinga--tapi tak ada luka serius, yang didapati oleh kelabu Malfoy. Well, dari semua yang telah terjadi, bahkan gadis singa tak kunjung sadar, apalagi merasakan sakit.
"Salahku," aku Malfoy, masih enggan merespon tatapan Hermione. Ia mulai meneteskan sedikit ramuan pensteril, dan beberapa tetes ramuan lain yang jauh lebih pekat--agar lukanya cepat menutup. Draco juga membebat betis kecil itu dengan perban, memastikan agar hasil yang didapat sempurna.
"Draco, kau tak seharusnya menyalahkan ...."
Kelabu Malfoy terangkat, kini menatap diam pada gadis singa. Mereka tak berkutik, bahkan tak semilir angin pun, yang ingin mendesir. Entahlah, situasi aneh seperti sekarang ini, sungguh mengganggu keduanya. Hermione-pun cepat-cepat berdeham, dan sebisa mungkin menghindari tatapan lelaki platina. Gadis singa rupanya lebih memilih, menjatuhkan atensi pada hasil kerja Draco, dan sebuah senyum simpul kini mulai terpatri indah di sana. Pemuda itu bahkan tak sebecus yang terlihat--dalam merawat luka. "Well ... kurasa satu-satunya yang salah hanya perbanmu," ucapnya, kembali pada kelabu itu. "Dan kau berhutang penjelasan, Draco."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hell Inside (Dramione)
FanficPerang telah berakhir. Golden trio mencapai masa-masa keemasan mereka. Harry Potter, telah menjadi kepala Auror dan akan segera menikah dengan Ginny Weasley. Ron Weasley, yang mereka pikir akan mengikuti jejak Harry, nyatanya lebih memilih mengemban...