Dingin kian menyapa kulit putih nan bersih milik Erick. Matahari masih nampak remang-remang dari arah barat namun ia sudah berada di luar rumah untuk berolahraga. Mencoba mencari udara segar yang jarang di dapati banyak orang lebih memilih tidur dengan nyenyak di atas kasur empuk.
Paginya ia akan habiskan untuk lari pagi sebentar, menyegarkan tubuh tak ada salahnya bukan? Kesehatan itu mahal urutan kedua dari nyawa. Apalagi sekarang ia akan menjadi ayah, bukannya perkara mudah kelak saat menjadi seorang bapak. Tubuhnya harus sehat, agar bisa menjadi pemimpin yang baik yang mencontohkan anaknya dengan kebaikan. Terlepas dari keburukannya selama ini.
Beberapa kali ia berhenti lari dan memilih untuk berjalan. Mengecek ponselnya yang tak ada sedikitpun notifikasi dari Sarah. Apa wanita itu benar-benar marah padanya? Entahlah mungkin nanti saja Erick akan berkunjung ke kantor cabangnya.
Ia berharap wanita itu selalu mengerti keadaanya, meski harus menyakitkan karena begitulah resiko menjadi wanita simpanan. Begitu pun dengan Erick pria itu harus bisa membagi waktu antara istrinya dengan kekasih gelapnya. Menyulitkan memang, tetapi apalah daya semuanya sudah semakin jauh.
Yang Erick bisa hanya terus melangkah menghadapi semua dengan sembunyi-sembunyi dan menyiapkan segala hal yang akan terjadi apabila keburukan terungkap.
Mungkin, kedepannya nanti ia akan meminta Reyea dengan Sarah untuk memiliki jiwa yang lapang. Untuk Reyea yang akan di madu dan Sarah yang akan menjadi madunya.
Pria itu memang rakus, tetapi segala keputusannya haruslah disetujui karena ia pemimpin dalam rumah tangga. Terlebih sulit baginya jika harus memilih salah satu jika ia ingin keduanya.
Semakin lama matahari mulai nampak dengan sempurna, walau sengatnya tak membakar tubuh tetap saja Erick hendak kembali kerumah menyiapkan diri untuk menemui pekerjaan dan kekasihnya.
Sampainya di rumah, istrinya telah menghidangkan berbagai jenis masakan untuk sarapannya. Ia bersyukur Reyea selalu perhatian padanya, meski wanita itu harus merelakan pendidikannya untuk Erick.
"Mas mandi dulu, bau keringat gitu."
Erick nyengir kuda, lalu mencoba memeluk Reyea. wanita itu justru menghindar karena risih dengan keringat suaminya.
"Awas ya dekat-dekat!" ancamnya, Erick tertawa lalu mengelus puncak istrinya dan berlalu pergi ke kamar mandi. Reyea geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya yang begitu jail kepadanya namun ia bersyukur sekarang keluarga kecilnya akan menjadi lebih harmonis dengan kehadiran buah hati.
Reyea memilih duduk di kursi kayu dengan ukiran menarik. Sembari mengelus perutnya dengan sayang. Betapa senangnya ia perutnya sekarang berisi seorang nyawa.
Ia benar-benar tak sabar ingin mengabari kedua orang tuanya di luar kota. Kedua orang tuanya pasti sangat bahagia mendengarnya. Apalagi kedua mertuanya yang telah lama ingin menimang cucu. Ibu mertuanya pasti tak akan membencinya lagi mengingat selama mereka menikah ibu dari suaminya itu sangat membencinya dan bahkan meminta Erick untuk menceraikannya.
Tetapi Erick selalu berada di depannya, menjadi temeng baginya dari hinaan mertua. Pelindung sekaligus penghangat di saat ia sedang merasa terpuruk. Itulah mengapa Reyea rela tak melanjutkan pendidikannya di luar negri sana, semuanya demi pengabdiannya terhadap Erick.
"Aku udah wangi nih." suara Erick membuyarkan lamunannya. Perempuan itu tersenyum memperhatikan suaminya yang nampak rapi dengan balutan jas berwarna hitam.
"Iya, sarapan dulu sayang." perintah istrinya, tak lupa mengambilkan nasi dan lauk. Erick terus mengamati pergerakan Reyea wanita itu begitu perhatian dan keibuan membuatnya selalu nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M PELAKOR
RomanceNafas mereka memburu, Sarah terjatuh di dada bidang milik Erick. Keringat membasahi tubuh mereka, bagaikan lari maraton rasanya. "Mas, aku mencintaimu." Erick tak membalas, justru melumat bibir sexy Sarah dengan rakus. Barkkk!!!! Kedua orang itu...