Setelah menyepakati perjanjian dengan Reyn group dan membahas permasalahan hotel di Bali kini Erick sudah bisa bernapas lega untuk menemui Sarah dengan tak lupa memberitahu kepada sekretaris bahwa makan siangnya tak bisa di ganggu.
Ponsel bermerek menempel di telinga Erick. Pria itu menunggu seseorang mengangkat telfonya. Tetapi tetap sama saja hanya suara operator yang menjawab. Putus asa akhirnya ia memilih menemui Sarah di kantor cabang.
Dengan berjalan terburu-buru keluar dari kantornya. Mengabaikan setiap sapaan dari pegawai yang hendak makan siang. Ia sangat tak sabar ingin bertemu dengan wanitanya. Semoga saja Sarah menerima permintaan darinya
°°°°°°°
"Tadi malam saya menghubunginya pak, nomornya aktif tapi tidak ada jawaban." Kata Yuli
Erick nampak berpikir, mencoba menerka-nerka apa yang terjadi dengan Sarah sehingga tak ada kabar seperti ini. Biasanya sangat jarang wanita tersebut mematikan ponselnya, yang ia tahu Sarah gemar bermain ponsel.
"Padahal Sarah pegawai yang rajin berangkat kerja pak." Bagus menimpali. Erick hanya mengangguk yang laki-laki tersebut katakan memang benar, selama mengenal Sarah, ia sangat paham bahwa memang perempuan tersebut sangat gila kerja terbukti dengan hasil kerjanya yang selalu memuaskan. Enggan menghabiskan waktu lebih lama lagi, Erick memilih berlalu meninggalkan beberapa pegawai yang tengah saling pandang. Tak lupa ia permisi untuk pergi, karena walaupun ia bos sopan santun tetaplah nomor satu siapapun itu, setinggi apapun derajat kalau tak punya sopan santun dan selalu merasa tinggi tetap saja tak ada nilainya.
Kepergian Erick menjadi ladang bagi mereka, saling berbisik penasaran dengan bosnya yang tiba-tiba datang ke kantor cabang dan menanyakan Sarah yang notabene hanya seorang bawahan dan bahkan sangat tidak mungkin bagi mereka untuk membahas masalah pekerjaan.
"Jangan berburuk sangka. Bisa saja pak Erick mencari Sarah karena ada perlu." Siska mencoba menegur teman-temannya yang berbisik-bisik. Seketika mereka terdiam dan kembali beraktivitas.
Sedangkan di parkiran, Erick dilanda kebingungan. Satu-satunya harapan adalah pergi kerumah Sarah. Saat ini yang ada dipikirannya hanya Sarah. Ia bahkan rela membatalkan segala pertemuan dengan rekan kerja dan yang lebih parahnya sampai tak menemani Reyea memeriksa kandungan untuk pertama kali. Jika boleh jujur, sebenarnya Erick tak begitu senang mendengar kabar dari Reyea bahwa ia tengah mengandung anaknya. Entahlah malam itu pikirannya begitu kacau untuk menerima berbagai hal. Sehingga ia merasa biasa-biasa saja mendengarnya
Bagi Erick Sarah itu wanita yang kuat, menanggung segalanya sendirian, seingatnya kekasihnya tersebut bahkan jarang meminta bantuan padanya. Ia sangat merindukan Sarah, kemana kiranya wanita itu?
Entahlah sekarang tujuannya hanya fokus mengemudi agar sampai dengan selamat.
Jalanan sedikit ramai mungkin akan memakan waktu sedikit lama baginya untuk menemui Sarah. Mengingat sekarang adalah jam makan siang bagi para pekerja.Berulang kali pria itu mengecek jam di pergelangan tangan. Semoga saja usahanya tak sia-sia.
Sembari menunggu lampu merah, Erick mencoba terus menghubungi Sarah berharap bukan operator yang menjawab. Nyatanya tetap sama saja, nomor Sarah tak bisa dihubungi.
Tetapi ada hal yang lebih meresahkan lagi. Di depannya ada seorang pria yang tengah mengendarai motor maticnya dengan wanita yang membonceng di belakang. Wanita itu adalah Reyea memakai tunik berwana merah muda dengan di padu padankan celana berwana hitam. Istrinya itu pasti ingin memeriksa kandungan.
Erick berharap Reyea tak melihatnya. Ia merapalkan doa sebanyak mungkin. Seakan doanya terjawab lampu merah kemudian berganti, pria itu memilih menunggu Reyea pergi tak ingin melajukan mobilnya sebelum motor matic tersebut berjalan lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M PELAKOR
RomansNafas mereka memburu, Sarah terjatuh di dada bidang milik Erick. Keringat membasahi tubuh mereka, bagaikan lari maraton rasanya. "Mas, aku mencintaimu." Erick tak membalas, justru melumat bibir sexy Sarah dengan rakus. Barkkk!!!! Kedua orang itu...