#05

91.9K 6.2K 459
                                    


"Jadi cek persiapan lokasi, Pak?" gue bertanya, mendapatkan satu anggukan pelan. Tangan gue terulur untuk meletakkan tas di jok belakang lalu menguncir rambut yang tadi sempat tergerai.

Semua persiapan untuk acara sakral ini sama sekali tidak ada campur tangan antara kami berdua. Tetapi kali ini, Bunda dan ibu dari Alvin memerintahkan kami untuk melihat lokasi pernikahan yang akan di adakan 2 hari dari sekarang.

Ah ... begini rasanya ternyata.

Acara sakral yang katanya akan menyatukan dua hati ini akan bertemakan outdoor. Memilih salah satu resort dengan private garden yang hanya cukup menampung 200 orang rasanya sudah lebih dari cukup. Ini tentunya bukan pernikahan yang begitu istimewa, apa yang di harapkan dari sepasang insan yang di jodohkan namun memiliki minim waktu untuk persiapan? Tidak ada, tentunya. Oleh sebab itu menggunakan jasa WO adalah jalan terbaik tanpa harus merepotkan diri.

"Vira," panggilan yang gue dapat membuat kepala gue tertoleh seketika.

"Sudah sampai, kamu gak mau turun?"

Oh, sudah sampai ternyata. Berapa menit yang gue habiskan dengan memejamkan mata dan segala bayangan tentang pernikahan ini?

Alvin lebih dulu turun, menunggu gue diluar sana dengan pandangan yang beredar ke sekitar. Ini sama sekali gak ada sisi romantisnya.

Dengan langkah yang seirama, tubuh kami berdua terayun memasuki area yang sudah di reservasi. Ada satu orang yang menyambut gue dan Alvin—Jay—kalau gak salah itu merupakan nama pria tersebut, jabatan tangan Mas Jay terulur dengan senyum merekah yang membuat gue membalas dengan hal yang sama.

"Selamat siang, mau langsung melihat persiapan lokasi?" tanyanya, membuat kami berdua mengangguk. Cuaca yang cukup panas ini lantas membuat diri gue enggan berlama-lama berada di luar. Rasanya lebih tepat untuk membaringkan tubuh dalam dinginnya AC yang menemani. Tetapi kali ini, berada diluar untuk mengecek lokasi pernikahan adalah salah satu kegiatan penting yang tak boleh di tunda.

Gue sama sekali gak paham apapun. Ada beberapa orang disana yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, yang gue keluarkan hanyalah ekspresi takjub saat melihat dekorasi yang sudah mulai terpasang. Segala hal disini bernuansakan putih dan hal itu cukup membuat gue senang meskipun ini tak begitu mewah. Sebab meskipun karena perjodohan, setidaknya gue masih ingin melaksanakan pernikahan yang selalu gue angan-angankan, berada di outdoor dengan nuansa putih adalah salah satunya.

"Progresnya sudah berapa persen, Mas?" Alvin bertanya. Jay yang menemani kami melihat ke sekitar sebelum menjawab."70%, karena ini mepet jadi kami sedikit terlambat. Tetapi untuk bagian-bagian penting sudah siap semua kok, Mas," jawabnya.

Mengabaikan dua orang yang sibuk berbicara, mata gue justru menatap kearah depan dimana ada sebuah meja yang di lengkapi dengan 6 kursi, otak gue secara tiba-tiba membayangkan bahwa dua hari lagi gue akan berada di sana. Lengkap dengan kebaya yang membungkus tubuh, lalu tersenyum lebar menghadap kamera dan seluruh tamu undangan. Yang spontan saja, membuat gue geli sendiri. Mengapa semua ini mendadak menjadi menyenangkan dalam bayangan gue?

"Kamu kenapa?" pertanyaan yang gue dapat itu, membuat gue sedikit gelagapan.

"Eh ... enggak, Pak. Cuma merasa puas dengan dekornya," gue beralibi.

Waktu yang kami habiskan disini gak begitu banyak, sebab sekitar 1 jam berikutnya mobil sudah terparkir di depan halaman rumah gue. Dengan kepala yang sedikit menunduk gue mengucapkan terimakasih.

Dua hari lagi, kami akan kembali bertemu. Dengan orang yang sama namun status yang berbeda.

Maka saat mobil Alvin sudah kembali melaju, gue menghela napas seketika.

COLD LECTURER (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang