#11

77.4K 4.9K 177
                                    

Kening gue menyerngit saat mendengar ketukan pintu diluar sana, gelas yang gue letakkan sebab merasa kehausan dipukul 11 malam ini langsung saja gue letakkan. Siapa pula yang berkunjung di waktu menjelang dini hari ini? Tentu saja, gue sebagai wanita tak akan berani membuka pintu untuk menyambut tamu diluar sana.

Gue berlari kecil menaiki tangga, kembali masuk ke dalam kamar untuk membangunkan Alvin yang tak lagi terjaga, matanya terpejam tenang di bawah balutan selimut. Tangan gue mengguncang tubuhnya pelan, berusaha membangunkan Alvin yang gue yakini sudah terlanjur nyaman terlelap.

"Pak, bangun." Tubuhnya bergerak gelisah, tentu merasa terganggu sebab tidurnya terpaksa harus gue ganggu sementara, "kenapa?" jawabnya,

"Saya tadi ngambil minum di bawah, terus ada yang ngetok pintu beberapa kali. Temanin saya buka pintunya, Pak." Alvin melihat jam dinding yang terpajang, dahinya berkerut bingung. Tak masuk akal sekali ada orang yang bertamu tengah malam begini. Namun syukurnya, Alvin tak banyak berbicara, segera ia turun dari ranjang dan keluar dari kamar.

Gue mengambil cardigan yang tergantung sebelum menyusul langkah Alvin yang sudah menuruni tangga, dress tidur yang gue kenakan rasanya terlalu terbuka dibagian lengan dan pundak, menjaga-jaga apabila tamu tersebut adalah seorang pria.

Gue mendekatkan telinga guna mendengar suara di balik pintu, yang langsung di sambut dengan isak tangis pelan. Suara tangis itu... rasanya terdengar familiar.

Ah, memang ada manusia yang berkunjung ke rumah orang lain dengan isak tangis di tengah malam seperti ini? Gue menatap Alvin, berusaha menyalurkan isi otak gue kepadanya melalui tatapan mata yang kini beradu.

"Gak mungkin lah, pasti manusia itu," ia menjawab seolah mengerti maksud dari tatapan gue, tangannya menyingkirkan tangan gue yang berusaha menghalangi pintu agar tak di buka oleh Alvin.

"Ih, Pak, kalau bukan manusia gimana? Kunti itu, gak usah di buka!"

"Ngaco kamu."

Ketukan kembali terdengar, membuat Alvin semakin yakin untuk membuka pintu. Gue tentu berjaga-jaga, sedikit memundurkan tubuh dan berlindung di balik punggung Alvin, yang sialnya semakin gue perhatikan punggung tersebut justru membuat pikiran gue melayang entah kemana. Gila sekali, manusia ini mengapa harus memiliki proporsi tubuh yang sangat pas, sih? Punggungnya itu lho... tampak tegap meski tak begitu bidang seperti yang sering gue hayalkan saat membaca cerita imajinasi dewasa.

"Saya buka ya?" Ujar Alvin meminta persetujuan, gue tak menjawab sebab tangannya sudah memutar kunci pintu yang juga disusul dengan memutar kenop pintu, indra pendengaran gue sontak terisi dengan suara tangis seorang perempuan yang semakin jelas, histeris sekali hingga gue memberanikan diri untuk melihatnya.

"Lah Zara?!" gue bersuara tinggi, terkejut melihat Zara di depan sana. Ah... tidak, lebih tepatnya terkejut sebab kalut ketika Zara berserobok pandang dengan Alvin. Rasanya, hubungan gue dengan Alvin sama sekali belum pernah gue beritahukan pada siapapun, keberadaan gue di rumah ini pun tak ada yang tau selain hanya keluarga dan beberapa teman Alvin. Lalu mengapa Zara kini berdiri di depan sana dengan tampilan kusut dan menangis?

Zara yang tampaknya juga shock, menatap bingung kearah Alvin. Gue yang mengerti situasi, lantas menggeser tubuh Alvin untuk membawa Zara masuk ke dalam,"Masuk dulu, nanti gue jelasin." Tangan gue menarik pelan Zara, pintu langsung di tutup oleh Alvin ketika tubuh gue dan Zara sudah tertuduk di sofa. Gue memberikan isyarat pada Alvin untuk tak perlu menunggu gue disini, sebab gue tahu Zara akan merasa tidak nyaman jika Alvin ada di antara tengah-tengah perbincangan gue dengannya.

"Sebentar, sekarang gue tanya dulu. Lo tau gue disini dari siapa?"

Zara mengusap pipinya, "Gue udah coba chat lo, bahkan telfon tapi gak di balas sama sekali. Gue bingung banget mau kemana, gue taunya keluarga lo lagi gak di rumah karena kemarin lo sempat cerita, jadi gue chat Bang Fero, terus dia malah sharelock alamat ini. Gue juga udah hubungin Nisa kok, tapi dia juga gak balas, sedangkan kostan dia gak bisa di akses sembarangan orang."

COLD LECTURER (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang