Halo semua, apa kabar kalian? Maaf karena aku baru muncul sekarang, ya.
Selamat membaca, terimakasih sudah mau menunggu Alvin Vira 🤍
***
"Aku tuh nggak bisa masak tau, Mbok. Dulu setiap di suruh Bunda bantu-bantu masak selalu nolak, baru kerasa sekarang kalau sesusah itu gak bisa masak," gue berceloteh, melihat Mbok Sanum yang sedang memasukan penyedap ke dalam masakan yang sedang dibuatnya. Wanita paruh baya ini— terkekeh kecil.
"Ndak apa-apa, masih banyak waktu untuk kamu belajar. Nanti Mbok ajarkan, ya," ucapnya, lalu menoleh ke arah gue, tak lupa melemperkan tatapan jahilnya yang diiringi dengan bisikan, "Mbok
ajarkan sampai jago masaknya, suami paling seneng kalau makan masakan istri, lho." Lantas saja, membuat gue terkekeh ringan. Padahal, memasaki suami itu sama sekali belum ada di dalam planning kehidupan gue, sebab memang gue belum ingin menikah. Tapi ya... takdir kan gak ada yang tahu.Gue meninggalkan Mbok Sanum di ruangan yang kini di penuhi aroma berbagai macam rempah-rempah itu, melangkahkan kaki gue untuk menemui pria yang sedari tadi di sebut sebagai suami. Memasuki sebuah ruangan yang langsung menyerbakkan aroma lavender, lalu menemui ia yang sedang setengah berbaring dengan ponsel di tangan. Kepalanya terangkat, menatap manik mata gue seolah bertanya 'ada apa?', menyerobok dalam yang mampu membuat gue diam 3 detik lamanya, hingga tersadar dan membalas, "Masakannya udah selesai. Turun dulu, kita makan malam."
Ia mengangguk, meletakkan ponselnya dan berjalan kearah gue. Tentu saja, gue menanti. Menunggu ia di depan pintu kamar untuk beriringan menghampiri Mbok Sanum yang sudah siap disana.
"Pakai sayur ya, Pak?" tanya gue, lalu ia menggeleng.
"Saya nggak suka sayur, Davira." Balasnya, langsung saja gue mendengus, tapi tak lantas mengikuti kemauannya. Karena kini tangan gue sudah memasuki sayur untuk beradu dengan beberapa lauk di piring yang sudah gue sediakan untuk Alvin.
Hal tersebut membuat ia bertanya, "kan saya bilang saya nggak suka sayur, kenapa di masukin ke makanan saya?"
"Makan sayur itu harus," jawab gue. Ia tak lagi menjawab, memilih diam untuk menyantap habis semua makanannya, sama pula dengan gue. Hingga ruangan itu, hening hanya diisi suara alat makan yang beradu satu.
***
Gue menyambut tangan Alvin yang terulur, menempelkan telapak tangan itu di kening dan memberikan sedikit senyum tipis. Lengkungan bibir itu juga sedikit tertarik keatas, menyambut kedatangan gue setelah menghabiskan waktu seharian di kampus. Sudah 3 hari ini, interaksi antara gue dan Alvin sedikit sekali. Ia yang sibuk dengan pekerjaannya, dan gue yang sibuk sebab menjadi salah satu panitia di acara festival kampus nanti.
"Udah makan malam?" tanyanya, gue mengangguk.
"Bapak udah pulang dari tadi?"
"Baru kok."
Tangan gue terarah untuk menggaruk tengkuk gue sendiri, yang padahal tidak sedikitpun gatal. Melihat Alvin yang tenang dan tidak sedikitpun berniat kembali mengajak gue bicara, sontak membuat gue melangkah menuju ke lantai atas. Tentunya untuk membersihkan badan yang sudah terasa risih sebab beraktivitas sedari pagi. Dan menerima reaksi Alvin yang tetap diam, membuat gue menghela napas sesampainya dikamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD LECTURER (REVISI)
RomanceMendapati dirinya akan di jodohkan, Vira merasa konyol saat Handi-sang Ayah-tak sedikitpun mengizinkan dirinya untuk mengeluarkan sebuah argumen penolakan. Sial yang didapatnya saat mengetahui bahwa Alvin-salah satu dosen muda di kampusnya merupaka...