11: Malaikat tanpa sayap

2.8K 227 20
                                    

Saputra terlihat gusar, perasaannya terasa tidak enak. Seperti ada suatu hal buruk yang sedang terjadi. Namun, ia coba hapus perasaan itu dan kembali fokus dengan penjelasan Dinata terkait kondisi Nathan. Begitu Dinata mengatakan bahwa Nathan perlu ditangani secara concern, Saputra memutuskan untuk menjadi wali Nathan agar anak itu segera ditangani. Dan kini ia harus tahu secara detail apa yang akan dilakukan Dinata terkait penanganan Nathan.

"Karena saya sudah terlalu banyak menangani pasien lainnya, jadi sepertinya Nathan akan saya serahkan pada Dokter lain yang akan saya tunjuk langsung. Anak itu memang memiliki daya tahan tubuh yang cukup baik, namun jika hal ini dibiarkan, kondisinya akan semakin serius." jelas Dinata pada Saputra.

"Mas," panggil Dinata begitu menyadari Saputra yang tidak terlalu memperhatikan ucapannya.

"Ah, i-iya--maaf saya--"

"Dok, ini darurat! Dhito tidak sadarkan diri, tadi dia sempat mengeluh sesak nafas dan sekarang dia ada di Unit Darurat." suara itu tentu membuat Dinata dan Saputra sangat terkejut. Dengan cepat Dinata bangkit dan mengikuti Suster tersebut.

Melihat itu, Saputra ikut bangkit dan menyamai langkah Dinata yang lebih dulu meninggalkan ruang prakteknya.

"Bagaimana bisa?" tanya Saputra cepat begitu dirinya berlari persis di samping Suster tadi.

"Saya kurang tau kronologinya. Tadi Suster Citra yang bawa Dhito ke Unit Darurat dibantu petugas lainnya." begitu persis di depan pintu unit darurat, Suster tersebut mencegah Saputra untuk masuk. Menyadari itu, Dinata yang sudah masuk lebih dulu segera meminta Suster itu untuk membiarkan Saputra masuk.

Dinata bergerak cepat, ia menuju tubuh Dhito yang tengah di tangani oleh Dokter yang bertugas di Unit Darurat.

"Bagaimana kondisinya?"

"Nafasnya masih belum stabil, denyut nadinya juga lemah, Dok!" terang salah satu Suster, sekilas Dinata melirik ke arah Citra yang begitu serius membantu menangani Dhito.

Wajah khawatir itu tergambar jelas, namun meski begitu tangan Citra tetap sigap melakukan penanganan.

Citra tengah sibuk memasangkan alat-alat di tubuh Dhito yang kini sudah tanpa atasan. Baju Dhito baru saja ditanggalkan oleh Citra dengan menggunting baju yang ia kenakan.

"Dhito, kamu harus tetep berjuang!" gumam Citra pelan. Dinata yang sejak tadi mengamati kondisi Dhito pun segera memerintahkan Suster lainnya untuk menyuntikkan beberapa obat yang diperlukan.

Bunyi bising patient monitor yang terhubung pada tubuh Dhito dan detak jantung yang secara signifikan melemah membuat Dinata bergerak lebih cepat. Ia dekatkan jaraknya dan memulai CPR, sedangkan Citra mulai beralih menekan ambubag yang kini terpasang di wajah Dhito.

"Ardi," lirih Saputra pilu. Ia tautkan kedua tangannya, mulutnya masih terus memanjatkan doa untuk keselamatan anak semata wayangnya.

"Dok, segera lakukan prosedur intubasi!" perintah Dinata pada Dokter Unit Darurat yang membantunya. Dokter tersebut mengangguk pasti, Citra pun segera bergeser dan memberi ruang.

Saputra tutup matanya saat melihat selang intubasi tersebut mulai memasuki mulut Dhito. Ia jelas ingat betul, benda itu sangat tidak Dhito sukai dan itu pasti membuatnya tidak nyaman.

Saputra bergidik ngilu saat prosedur itu selesai dilakukan. Hatinya semakin cemas dan khawatir melihat kondisi Dhito yang sangat memprihatinkan.

Wajah Dhito terlihat sangat pucat, bahkan tubuhnya pun terlihat pucat pasi seolah tak ada aliran darah di tubuhnya.

"Dhito, kamu harus bertahan, Nak!" suara itu terdengar bersamaan dengan Dinata yang melanjutkan kembali CPRnya. Tangannya masih fokus melakukan CPR, matanya pun tak lepas memandang layar monitor yang terhubung pada tubuh Dhito.

Deep BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang