15: Kondisi Dhito memburuk

3.7K 216 41
                                    

Namira dan Dhito kini hanya saling diam tanpa ada satupun dari mereka yang kembali membuka pembicaraan. Dhito yang sejak tadi berusaha mengontrol nafasnya agar tetap stabil pun terpaksa menarik nafas dalam begitu dadanya terasa agak sesak.

"Dhit," Namira tentu khawatir, wajah pucat Dhito dengan suara nafasnya yang mulai terdengar aneh membuat Namira sadar kondisi Dhito.

"Hhhh--Na, kamu tadi belom ja--hhhh--" ucapan Dhito tertahan begitu dadanya semakin terasa sesak.

"Jangan maksain diri, Dhit!" Namira terpaksa bangkit dan mendekat.

"Saya gak apa-apa kok!" Dhito mengulas senyum getirnya sambil sibuk meraih sesuatu di atas nakas. Namira dengan sigap membantu Dhito meraih sesuatu yang selalu standby di atas nakas dekat ranjang ruang rawatnya.

Dhito cukup terkejut saat melihat betapa sigapnya Namira membantunya menyalakan nebulizer miliknya, seolah Namira sudah terbiasa dengan benda tersebut.

"Liquidnya mana, Dhit?" Namira bertanya cepat. Dhito hanya bisa menunjuk laci teratas nakas tersebut, dan Namira pun dengan cepat meraih sesuatu yang ia maksud.

Crack!

Begitu selesai mematahkan kemasan obat itu, Namira segera menuangkan cairannya pada salah satu bagian dari nebulizer.

Uap nebulizer itu tak lama mulai bertebaran di udara, membuat Namira menyerahkan benda itu pada Dhito.

"Thanks!" setelahnya Dhito mulai sibuk menghirup uap dari nebulizer itu.

"Hhhhh--Uhuk..uhuk..uhuk.." begitu mendengar suara batuk Dhito, Namira mengusap punggung Dhito beberapa kali.

Namira mengulas senyumnya begitu Dhito menatapnya penuh tanda tanya, "Pelan-pelan aja, Dhit! Gak usah buru-buru ya, saya gak akan kemana-mana kok."

"Tapi Na--"

"Dhit, please!" Dhito terpaksa menurut, kini ia mulai fokus untuk menstabilkan nafasnya.

"Nana, please jangan pergi ya." permintaan lirih itu terdengar, membuat Namira menganggukkan kepala yakin dan kembali mengukir senyum getirnya.

"Iya Dhit tenang aja. Meskipun abis ini efek obatnya akan bereaksi, saya bakal tetep disini dan nanti baru saya jawab pertanyaan kamu ya?" Dhito mengangguk dan mengulas senyum diwajahnya yang terlihat menyedihkan.

Benar saja, begitu nafas Dhito mulai stabil, ia hentikan kegiatannya. Detik berikutnya mata Dhito mulai terasa berat dan ia terpaksa merebahkan kembali tubuhnya yang melemah.

"Aku perlu panggil Suster Citra gak? Pas kamu istirahat oksigennya pasti perlu dinaikin liternya supaya kamu gak sesak." Dhito dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Gak usah, Na." Dhito menjawab singkat dan tanpa terasa matanya terasa semakin berat.

Tak lama Namira kini bisa melihat wajah damai Dhito dengan matanya yang terpejam. Namira pun dengan seksama memandang wajah pucat Dhito dengan nasal cannula yang terpasang di hidungnya.

"Apa gue harus ngomong yang sebenernya ya sama Dhito? Tapi--"

"Hhhh--hhh-hhhh--" suara nafas Dhito yang begitu aneh serta mulutnya yang terbuka membuat Namira sadar Dhito pasti kembali sulit bernafas. Segera Namira pergi berniat untuk memanggil Suster Citra, namun tiba-tiba ada tangan yang mencegahnya.

"Bun, jangan tinggalin Ardi! Ardi gak mau sendirian disini!" Namira cukup terkejut mendengar igauan Dhito dalam pejamnya. Namira terpaksa meraih tangan Dhito yang kini menggenggam tangannya, ia usap lembut mencoba menenangkan Dhito yang mengigau dalam tidur.

Deep BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang