i can't watch u happy with him

599 70 9
                                    

🍒 Happy Reading 🍒





























Midam memejamkan matanya entah mengapa akhir-akhir ini pikirannya di penuhi oleh bayang-bayangan yang menganggunya. Kenangan tentang dia dan keluarganya yang menghabiskan waktu bersama, sejujurnya ia sangat merindukan keluarganya namun ia masih tidak bisa menerima keputusan yang papahnya buat meski sudah berjalan lima bulan lamanya hatinya masih enggan untuk menerima itu. Ia membuka matanya satu tetes air mata lolos membasahi pipinya, sekarang ia mengingat junho yang sekarang sudah bukan menjadi miliknya lagi. Hatinya terasa begitu sakit ketika mengingat semua kenangan yang pernah mereka buat, jujur dia sangat merindukan pemilik seluruh hatinya itu, walaupun ia tahu sekarang ia sudah tidak memiliki raga dan hati lelaki itu. Midam meremat dada kirinya yang berdenyut nyeri, air matanya turun berlomba lomba membasahi pipi mulusnya beberapa lolos membasahi bantal yang menopang kepalanya. Tanganya terkepal matanya memerah menahan amarah dia benci bahwa dia mengetahui bahwa junho sudah mulai melupakannya, lelaki itu bahkan sama sekali tidak mencarinya dan terlihat bahagia menghabiskan waktu dengan adiknya ahh apakah masih pantas orang yang telah merebut tunangannya itu di anggap sebagai adiknya.

Midam mendudukan dirinya di tepian ranjang menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Ia tidak bisa melihat junhonya bahagia dengan adiknya walaupun dulu kedua orang tersebut merupakan orang yang disayanginya. Ia harus berbuat sesuatu agar rasa sakit di dadanya itu hilang.

"Mau kemana dam? Tumben pagi-pagi udah rapi" Midam yang baru saja melangkahkan kaki keluar dari kamar langsung menoleh ke sumber suara, terlihat seorang lelaki dengan kaos hitam dan celana kolor navynya sedang menyaksikan televisi yang sedang menayangkan acara sport.

"Mau pulang."

Seobin, lelaki itu langsung berdiri dari duduknya mendengar perkataan midam barusan, karena sejak kurang lebih lima bulan dia mebiarkan midam tinggal diapartemennya lelaki itu sama sekali tidak ada tanda-tanda ingin pulang, bahkan ketika seobin membujuknya untuk pulang midam selalu menolak dan berakhir dengan mereka yang terlibat pertengkaran, bukannya seobin ingin mengusir midam, namun ia tidak ingin hubungan midam dan keluarganya menjadi renggang seperti sekarang. Sekarang tanpa ada perkataan apapun midam dengan entengnya berkata ingin pulang. Dia jadi berpikir ada yang tidak beres dengan temannya itu.

"Biar gue anter" Seobin berjalan mendekati midam sambil menatap mata yang nampak seperti mata kucing itu. Mencari sesuatu yang aneh disana, namun nihil tatapan midam tetap teduh seperti biasanya namun mata itu terlihat agak sembab, midam habis menangis pikirnya.

"Gak usah, gue sendiri aja" Midam berlalu meninggalkan seobin namun dengan cepat seobin mengenggam salah satu tangannya menahan ia agar tidak pergi. Midam menoleh menatap seobin tidak mengerti.

"Gue temenin!" Seobin mengenggam tangan midam erat, tatapannya terlihat memaksa. Midam menghela napas lalu menatap seobin "Okey!" Akhirnya midam pun mengalah. Seobin melepaskan tenggamanya di tangan midam lalu berlalu menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. "Tungguin gue, awas aja kalo lu pergi. I'll hate you for the rest of  your life." Suara seobin mengema di apartementnya, midam memutar bola matanya malas, lalu mendudukan dirinya di sofa yang ada di dekatnya. "Iya bawel, cepetan makanya!"

Kring!

Midam merogoh ponselnya yang terasa bergetar di saku celana yang ia pakai. Midam mengerjitkan dahinya ketika lagi-lagi mendapat pesan dari nomor yang tidak ia kenal. Awalnya dia ingin mengabaikan saja pesan itu namun nomer itu terus mengirim beberapa foto yang membuatnya penasaran, akhirnya midam pun membuka pesan itu.

Genggaman pada ponselnya mengerat, rasa nyeri di dadanya kembali terasa sangat menyakitkan untuknya. Matanya memanas siap menumpahkan beberapa tetes liquid bening. Midam mengangkat kepalanya berharap agar air matanya tidak jatuh, namun gagal rasa nyeri di dadanya tidak bisa hilang begitu saja, terasa sangat menyakitkan. Di usapnya kasar air mata yang menetes. Di lihat kembali foto yang dikirim oleh nomer tidak di kenal itu, hatinya memanas melihat dua orang yang terlihat bahagia disana. Terlihat seorang lelaki yang sedang menggandeng lelaki lainnya yang terlihat sedang hamil besar. Di  poto lainnya terlihat mereka sedang tertawa bahagia dengan tangan lelaki itu itu yang terlihat mengusap perut buncit lelaki yang digandengnya. Jarinya bergerak menggeser layar ponselnya untuk melihat poto terakhir, midam memejamkan matanya menahan rasa sakit dan juga amarah yang mulai menguasai dirinya. Rasa benci terhadap adiknya yang selama ini berusaha ia hilangkan kembali muncul, ia menggeram lalu melempar ponselnya. Ponsel itu menghantam lantai dengan kuat hingga membuat beberapa bagian lcdnya retak namun masih menyalah memperlihatkan poto yang membuat pemiliknya melempar ponsel itu. Foto eunsang yang terlihat sedang duduk di salah satu bangku taman dengan junho yang berlutut di depannya sambil mencium perut buncit eunsang.

Mistakes + JunsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang