1. Rumah Sakit

34 1 0
                                    



Ruang Mawar 1 nampak hening. Hanya terdengar suara jam yang berdetak seperti jantung. Terlihat seorang pria yang terbujur kaku tak berdaya. Tubuhunya dipenuhi dengan balutan-balutan perban. Matanya tertutup tak sadarkan diri. Pintu tiba-tiba terbuka, nampak seorang pria berambut panjang dengan mengenakan jaket kulit hitam masuk dan duduk di kursi dekat Kasur pasien.

"Pagi, Adi. Bagaimana keadaanmu? Apakah kau baik-baik saja? Ku harap kau baik-baik saja. Aku ke sini ingin menjengukmu. Sudah 3 hari kau tak sadarkan diri. Semoga kau cepat bangun dari tidurmu." Kata pria itu sambil menaruh bunga di meja, sangat bagus sekali untuk menambah kesegaran ruangan.

Beberapa menit kemudian, datang sosok pria tua yang sudah memutih rambutnya. "Selamat pagi, Shira."

"Selamat pagi, Kek." Sahut pria berambut hitam yang namanya adalah Shira.

"Sudah makan?"

"Sudah, Kek."

"Nih, saya baru beli makanan di luar. Alhamdulillah di rumah sakit ini menyediakan warung makan untuk pengunjung. Ya, bagi saya yang sudah berumur seperti ini nggak bisa berjalan jauh."

"Untunglah, Kek."

Kakek itu kemudian membuka bungkusan yang ternyata isinya adalah bubur ayam dengan wadah dari Styrofoam. Dengan lahapnya si Kakek menghabiskan makanan. Shira hanya melihat dengan ramah dan senyum. Kakek kemudian menceritakan keadaan Adi selama tiga hari ini. Terkadang mengigau dan mengucapkan sebuah kalimat dalam Bahasa Inggris yang sebenarnya Kakek sendiri tidak tahu artinya. Shira masih terus menebak apa yang terjadi dengan Adi dan siapa orang keji yang mencelakainya ketika pulang kerja. Masih menjadi pertanyaan besar.

Setelah ngobrol panjang lebar, tiba-tiba terdengar suara benda jatuh di kamar sebelah. Shira yang mendengar itu langsung keluar kamar. Pintu di kamar sebelah terbuka. Shira berjalan ke arah ruangan itu. Ya, tidak ada seorang pun di sana kecuali barang-barang yang sudah berantakan bekas amukan seseorang. Apakah orang itu sudah gila hingga melakukan hal ini? Entahlah. Akhiranya beberapa suster bilang ke Shira kalau pasien di kamar sebelah sudah kabur. Dan mereka juga bilang kalau dia memang sudah gila. Apa benar dia gila? Entahlah.

Shira pun pamit ke Kakek untuk pulang. Dia berjalan menuju tempat parkir yang ada di bagian bawah rumah sakit. Ketika dia masuk, terdengar suara tangisan dan teriakkan dari pojok tempat parkir. Dari kejauhan, nampak seorang gadis berbaju pasien sedang ditodong sebuah belati oleh seorang pria bermuka Cina. Pasien? Apakah dia yang kabur barusan? Shira langsung berlari menuju tempat gadis itu berada.

"Buukk..." satu tendangan telah bersarang ke kepala pria itu hingga terjatuh. Shira langsung berdiri di depan gadis itu. Ketika pria itu bangun dan ingin menyerang balik, Shira tuntaskan dengan pukulan tepat di rahangnya sehingga dia jatuh dan tak sadarkan diri. Lalu Shira menoleh ke belakang, dia sadar kalau gadis itu sepertinya bukan orang Indonesia.

"Shusshin wa dochiradesu ka?" Tanya Shira dalam Bahasa Jepang.

"Watashi wa jepan shusshindesu," jawab gadis itu dengan agak ketakutan. Ternyata apa yang diperkirakan Shira benar, dia adalah orang Jepang.

"Kenapa kau di sini, Nona?"

"Aku dikejar-kejar olehnya," kata gadis itu sambil menunjuk pria Cina yang sedang tak sadarkan diri.

"Kenapa dia mengejarmu?"

"Karena dia ingin sesuatu dariku."

"Apa itu?"

"Sebuah disk."

"Apa isinya?"

"Aku tidak tahu. Tapi mafia dan genk-genk besar sekarang sedang mencariku dan mereka ingin membunuhku. Tuan, tolonglah aku. Aku tidak mau mati sia-sia."

"Tapi aku tidak punya kamar untuk menampungmu."

"Tidak apa-apa, aku bisa tidur di mana saja."

"Emm... baiklah. Sekarang ikut aku, sepertinya tempat ini sudah tidak aman." Shira langsung membonceng gadis itu menuju rumahnya dengan motor Ninja hitamnya yang keren.

Di tempat yang lain sosok pria berjas sedang memperhatikan gerak-gerik Shira dan gadis Jepang itu melalui kamera CCTV. "Hahah... ternyata ada kecoa pengganggu."

***

Shira dan gadis Jepang sudah sampai rumah. "Ayo, cepat masuk. Di luar berbahaya." Mereka berdua langsung masuk ke dalam rumah.

Mereka duduk di sofa sambil menyenderkan punggung mereka. "Onamaehanandesuka?" Tanya Shira.

"Watashinonamaeha Nagasaki tsukidesu" jawab gadis itu.

"Jadi kau berasal dari klan Nagasaki. Ya... ya... klan yang selama ini memegang saham terbesar di Golden Market. Tapi yang ku dengar klan kalian mulai disingkirkan oleh klan-klan yang lain. Ada banyak sekali klan-klan baru dari negara lain. Dan mereka sangat kaya dan kuat. Bahkan, sebagian dari mereka bisa membungkam FBI Amerika Serikat. Persaingan antar klan sekarang tidak hanya soal fisik saja, tapi juga ada hubungannya dengan uang dan jabatan."

"Bagaimana kau tahu soal itu semua?"

"Aku lahir di Osaka, tapi tinggal lama di Tokyo. Aku melihat banyak hal di sana. Contoh saja kelompok mafia terbesar di Jepang, bahkan di dunia, Yakuza. Aku tahu pergerakan mereka di Jepang bersama keluarganya seperti Yamaguchi-gumi, Sumiyoshi-kai, dan Inagawa-kai. Mereka sering berbisnis barang gelap dengan geng-geng lain dari luar negeri. Mereka melakukan kekejian dan pembunuhan di mana-mana. Tapi hebatnya, mereka membunuh dengan cara yang cantik sehingga tidak diketahui oleh orang lain."

"Jadi kau orang Jepang asli, ya. Tapi kenapa kau pindah ke Indonesia?"

"Ada sesuatu yang harus ku selesaikan di sini."

"Apa itu?"

"Tidak bisa ku ceritakan. Aku sudah menunggu seseorang selama dua tahun di sini. Ngomong-ngomong bagaimana keadaan keluargamu?"

"Aku tidak tahu. Terakhir ku lihat ayah dan adikku mati di depan mataku. Sedangkan ibuku terjebak di antara para mafia hingga pada akhirnya rumahku meledak dan dia berada di dalam bersama meraka. Untungnya aku bisa kabur dari mereka."

"Bagaimana kau bisa sampai sini. Ku dengar kau terdampar di pantai kemarin, bukankah begitu?"

"Benar. Saat itu aku berlari dan terus berlari membawa disk ini. Aku naik taksi hingga sampai di pelabuhan. Ternyata ada beberapa orang yang masih mengejar. Aku pun bersembunyi di bagian bawah kapal. Saat itu kapal sudah berjalan jauh sekali. Aku tidak tahu entah di mana posisiku pada saat itu. Ketika aku keluar untuk buang air, salah satu dari mereka mempergokiku. Aku pun lari dan terus berlari hingga akhirnya ku terpojok. Karena tidak ada jalan lain, entah mengapa aku berpikir untuk melompat. Ombak pada saat itu memang sangat besar. Aku pun terdampar di pantai dekat dengan pelabuhan Tanjung Priuk."

"Mungkin mereka akan membunuh semua keluargamu, Tsuki. Aku tahu banyak tentang mereka yang sering bertransaksi di Golden Market. Mereka adalah para mafia besar di muka bumi ini. Tak ada sesuatu pun yang boleh menghalangi tujuan mereka. Kalau ada hal kecil saja yang mengganggu, kalau bukan mereka yang mati, maka kitalah yang mati."

"Apa yang kau katakan mungkin ada benarnya juga. Karena beberapa minggu sebelum kejadian di rumahku, beberapa paman dan saudaraku telah dibunuh. Aku tak tahu sebabnya apa. Semuanya terjadi begitu cepat."

"Hemm... Sepertinya mereka bukan orang biasa. Aku yakin sekarang kita sudah diawasi. Hidup kita sudah diintai. Mereka akan selalu mengawasi dan mencari kesempatan untuk membunuh kita, kecuali kita berikan disk ini."


ShiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang