Ketika engkau datang
Mengapa disaat
Ku tak mungkin menggapaimuMeskipun tlah kau semaikan cinta
Dibalik senyuman indah
Kau jadikan seakan nyata
Seolah kau belahan jiwa
Meskipun tak mungkin lagi
Tuk menjadi pasanganku
Namun ku yakini cinta
Kau kekasih hatiSoulmate – Kahitna
“Kemarin Bu Anis, ke sini nduk…”, kata Ibu Kana di telepon.
“Ngapain bu Anis ke rumah?”
“Nganterin undangan”Mampus salah tanya nih
“Siapa yang nikah?”, tanyaku
“Si Febri anaknya yang terakhir”
“Ooooh… ya ya… yang adik kelasku waktu SMP kan ya?”
“Iya…”, jawab ibu. “Trus minggu ini, anaknya bu Seno juga mau nikah tapi di luar kota. Bapak sama ibuk ikut iring-iring manten.”“Minggu depannya Bu Agus, ngunduh mantu. Pokoknya jejer-jejer di sini tanggal mantu-nya. Rumah kita kapan ya nduk?”
Kana menghela napas.
“Di doakan saja Buk, yang terbaik”
“Kemarin, bu Anggo kesini.”, lanjut ibukMenghela napas dalam, “Ngapain bulik ke sana Buk?”
“Katanya ada keponakannya dia yang kuliah dari luar negeri pulang. Belom nikah juga, usianya kira-kira diatas kamu 2 tahun.”“Ooooo…”
“Kok “o”?
“Lha mau apa Buk? “a”?”
“Kamu itu ditanyai orag tua malah bercanda, gimana kamu?”
“Buk, kalau cuma kenalan, ya ga apa-apa, itung-itung nambah teman. Kenalan dulu, belum tentu juga cocok kan?”“Jadi mau ya dikenalin?”
“Iya, nanti kalo Kana pulang, kita kenalan?”
“Syukur kalo kamu mau nduk…”
“Ya udah Buk, Kana mau istirahat dulu”
“Iya Nduk, jaga kesehatan”
“Iya Buk…”Kana mematikan handphonenya dan merebahkan diri. Setiap kali telepon rumah, ibunya pasti menyinggung pasangan.
Bukannya nggak mau menikah, tapi memang belom ada yang pas dengan Kana jadi mau gimana lagi, daripada dipaksakan karena umur, mendingan bertahan sambil berdoa, mencari dan menjerat.
Kana melihat notifikasi handphonenya.
Kok nggak bisa ditelp?
Lagi online sama siapa?
Lama ya onlinenya?
Yah… dicuekinKana tersenyum membaca pesan-pesan yang masuk.
"Andai Na, kamu, bisa tak bawa kehadapan ibuk, biar dia nggak . Sayang, kamu pun bukan jawaban sebenarnya..."
Iya, lagi online. Kenapa? Cemburu?
Centang 2 abu menjadi biru.
Dan dering telepon whatsapp terdengar.“Hallo…?”
“Kalo cemburu kenapa?”
“Disapa dulu kek…”
“Siapa yang telepon?”
“Biasa aja mas…”
“Ditanya kok….”“Ibu tadi telepon, biasa cek mingguan.”
“Ohh…”
“Kenapa? Nggak jadi cemburu?”
“Nggak. Siapa yang cemburu?”
“Iya sih, siapa kamu ya kok pake cemburu segala”“Gitu ya… jadi nggak boleh cemburu?”
“Ya terserah sih… cemburu, suka, nggak suka kan hak masing-masing orang”
“Jadi kalo sekarang aku suka sama kamu boleh?”Kana merebahkan tubuhnya di kasur. “Suka ya?”, tanya Kana lebih kepada dirinya sendiri.
“Kalo dulu masih boleh, kalo sekarang…”, kata-kata Kana menggantung.“Boleh?”, tanya Nara.
“Bukan masalah boleh nggak boleh. Tapi pantas nggak kita ngomongin ini?”
“Jawab aja boleh apa nggak?”
“Harus ya?”
“Ya harus, namanya pertanyaan kan harus dijawab”“Tapi jawabannya nggak sekarang lhoo… Bisa besok, lusa, minggu depan atau entah kapan.”
Nara menghela napas.
“Gitu ya?”, tanyanya. “Iya deh, besok malam ya…”
“Na, aku capek, aku istirahat dulu ya, kalo masih kuat dilanjut whatsappan aja ya…”“Iya deh, istirahat yang bener ya, jangan capek-capek, jaga kesehatan”
“Iya, makasih… bye…”
“Bye…”Kana memutus sambungan teleponnya. Mematikan notifikasi dan meletakkan handphonenya jauh dari jangkauan tangannya. Matanya masih menatap langit-langit kamar.
Seandainya Na, kamu datang beberapa tahun lalu, mungkin aku bakalan mengiyakan semua ini. Aku nggak mau main gila dan aku juga wanita Na, aku bisa merasakan hal yang sama kalau seandainya istrimu tahu apa yang sedang kamu lakukan sama aku sekarang.
Kana menutup matanya. Berdoa dalam hati semoga semua perasaan galau ini, esok akan tergantikan perasaan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Affair
Storie d'amoreKetika kenangan lama datang Di saat semuanya tak mungkin Nurani yang berbicara Atas ego yang mendera