BAGIAN 2

580 20 0
                                    

"Tidak percuma kau mendapat gelar Pendekar Rajawali Sakti dan disegani hampir seluruh tokoh rimba persilatan. Tapi bagaimanapun digdayanya, tidak sepantasnya kau menjarah wilayah kekuasaan orang lain seenaknya sendiri," kata Setan Perak Lembah Mayat, terasa begitu dingin suaranya.
Tiba-tiba saja, Rangga jadi tersentak. Benar-benar tidak disangka kalau saat ini sudah berada di Lembah Mayat. Dan memang, baru kali ini Pendekar Rajawali Sakti datang ke daerah yang sudah sangat terkenal keangkerannya. Hingga, tak ada seorang pun yang berani datang, walaupun hanya sekadar lewat saja.
Sudah seringkali Rangga mendengar tentang keangkeran Lembah Mayat ini. Konon, siapa saja yang datang, tidak akan pernah kembali lagi. Tak seorang pun bisa keluar dari dalam lembah ini dalam keadaan hidup. Tapi, sebenarnya bukan lembah itu yang membuat semua orang harus berpikir seribu kali jika hendak melewatinya, melainkan penghuninya yang sudah teramat dikenal.
Orang itu adalah Setan Perak Lembah Mayat yang terkenal tidak pernah memberi ampun pada siapa saja yang berani memasuki Lembah Mayat. Dan lembah itu memang diakui sebagai daerah kekuasaannya. Sementara, Rangga benar-benar baru menyadari. Padahal dia tahu, Setan Perak Lembah Mayat memiliki ilmu kedigdayaan yang sangat tinggi tingkatannya. Hingga sampai saat ini, belum ada seorang pun yang bisa menandingi kesaktiannya.
"Maafkan atas kelancanganku memasuki daerahmu, Setan Perak. Aku benar-benar tidak tahu kalau padang rumput ini masih termasuk wilayah Lembah Mayat, daerah kekuasaanmu. Benar-benar tidak kusengaja. Masalahnya, aku sedang mencari temanku yang dibawa kabur," Rangga mencoba menjelaskan, dan tidak ingin melanjutkan keributan.
Bukannya Pendekar Rajawali Sakti gentar menghadapi Setan Perak Lembah Mayat, tapi memang tidak ingin berurusan dengan tokoh tua yang kesaktiannya sudah teramat terkenal ini. Apalagi, dia sedang menghadapi satu persoalan berat yang tidak ingin terus berlarut-larut.
"Huh! Semua orang yang datang ke sini, selalu berkata begitu. Padahal aku tahu, mereka ingin membunuhku! Termasuk juga kau, Pendekar Rajawali Sakti...!" ketus sekali nada suara Setan Perak Lembah Mayat.
"Tidak...! Aku berkata yang sesungguhnya, Setan Perak," bantah Rangga tegas.
"Phuih! Kau pikir aku bisa percaya begitu saja, heh...? Kedatanganmu ke sini pasti karena dikirim pendeta-pendeta busuk yang sok suci itu!" sentak Setan Perak Lembah Mayat lantang.
Rangga jadi terdiam. Bukannya karena tidak memiliki kata-kata bantahan lagi, tapi baginya memang tidak ada gunanya meyakinkan laki-laki tua penguasa Lembah Mayat ini. Sudah begitu banyak didengarnya tentang Setan Perak Lembah Mayat. Dan dia tahu, laki-laki tua ini tidak bisa menerima penjelasan apa pun juga.
"Kau tahu, Pendekar Rajawali Sakti. Sebenarnya aku tidak ingin berurusan dengan para pendeta itu. Tapi mereka selalu saja mencari persoalan. Dan sekarang, mereka mengirimmu untuk membunuhku. Huh...! Kau datang ke sini hanya untuk mengantarkan nyawa saja," kata Setan Perak Lembah Mayat, masih tidak sedap terdengar di telinga.
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Setan Perak. Aku benar-benar tidak tahu, dan..."
"Cukup...!" bentak Setan Perak Lembah Mayat, memutuskan kalimat Rangga.
"Hm.... "
"Bersiaplah menerima kematianmu, Pendekar Rajawali Sakti," desis Setan Perak Lembah Mayat dingin menggetarkan.
"Tahan ini! Hiyaaat..!"
Begitu cepat tangan kanan Setan Perak Lembah Mayat mengibas ke depan. Sehingga, membuat Rangga jadi terhenyak sesaat. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik tubuhnya ke kanan, ketika dari telapak tangan kanan Setan Perak Lembah Mayat yang terbuka melesat cepat cahaya keperakan ke arahnya.
"Hup!"
Rangga langsung melompat ke samping, begitu cahaya keperakan itu lewat di kiri tubuhnya. Tapi belum juga keseimbangan tubuhnya bisa terkuasai, kembali Setan Perak Lembah Mayat menyerang. Langsung dilontarkannya benda-benda bulat pipih secara beruntun dan cepat sekali ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah..!"
Terpaksa Rangga harus melenting ke udara, dan berjumpalitan menghindari serangan senjata-senjata maut Setan Perak Lembah Mayat. Entah sudah berapa puluh benda-benda bulat pipih berwarna putih keperakan itu berhamburan di sekitar tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, tak satu pun yang berhasil menyentuh tubuhnya. Namun demikian, Rangga harus berjumpalitan di udara menghindari senjata-senjata itu dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
Tuk!
Trak!
Beberapa kali senjata-senjata maut itu berhasil disampok kedua tangan Rangga yang terkembang lebar, hingga berpentalan sebelum dapat menyentuh tubuhnya. Dan melihat tidak satu serangan pun yang berhasil bersarang di tubuh Pendekar Rajawali Sakti, Setan Perak Lembah Mayat langsung menghentikan serangan. Sementara, Rangga manis sekali menjejakkan kakinya kembali di tanah berumput tebal.
"Hm.... Kau memang benar-benar tangguh, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, itu baru seujung kuku yang kumiliki," ejek Setan Perak Lembah Mayat datar. "Nah! Sekarang, terimalah seranganku yang lain. Yeaaah...!"
Bagaikan kilat, Setan Perak Lembah Mayat melompat menyerang dengan satu tangan kiri menjulur ke depan. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak menanti datangnya serangan. Dan begitu dekat, tiba-tiba saja tangan kanan Setan Perak Lembah Mayat menghentak, langsung mengarah ke dada Pendekar Rajawali Sakti.
"Ups! Haiiit..!"
Cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kiri. Langsung tangan kanannya dihentakkan ke depan dada untuk menangkis pukulan menggeledek yang dilepaskan Setan Perak Lembah Mayat. Begitu cepat serangan dan tangkisan itu terjadi, sehingga benturan dua tangan yang mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi tidak dapat dihindari lagi. Dan....
Plak!
"Uts!"
"Hap...!"
Mereka sama-sama berlompatan ke belakang, dan berputaran beberapa kali di udara. Dan hampir bersamaan, mereka kembali menjejak tanah yang berumput tebal bagai permadani ini. Tampak mereka sama-sama mengurut pergelangan tangan masing-masing dengan bibir meringis menahan nyeri.
"Hap!"
"Hih...!"
Dan secara bersamaan pula, mereka kembali siap-siap melakukan pertarungan tingkat tinggi. Kali ini, satu sama lain telah menyadari tingginya tingkat kepandaian masing-masing. Maka sudah barang tentu, mereka tidak ingin bertindak ceroboh, yang bisa mengakibatkan celaka yang teramat parah
"Kita tentukan sekarang. Siapa di antara kita yang paling tangguh di jagat raya ini, Pendekar Rajawali Sakti," desis Setan Perak Lembah Mayat dingin.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaah..!"
Begitu cepat Setan Perak Lembah Mayat melompat sambil melepaskan satu pukulan keras dan dahsyat, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali. Sementara, Rangga juga sudah siap menerima serangan. Cepat-cepat kedua tangannya dihentakkan ke depan, disertai pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Akibatnya, dua jurus pukulan tingkat tinggi itu pun bertemu tepat pada satu titik. Dan...
Glarr...!
Kembali terjadi ledakan sangat dahsyat menggelegar. Begitu dahsyatnya jurus yang dikerahkan hingga dari benturan dua pasang tangan yang mengandung tenaga dalam tinggi itu sampai mengeluarkan percikan bunga api yang menyebar ke segala arah.
Tampak Rangga terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Sementara, Setan Perak Lembah Mayat terjungkal, dan bergulingan di tanah beberapa kali. Entah berapa kali pula Rangga berjumpalitan di udara. Dan dengan satu gerakan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti kembali menjejakkan kakinya di tanah. Namun tubuhnya sempat terhuyung-huyung, sebelum bisa menguasai keseimbangannya. Tampak dari sudut bibirnya mengalir darah.
Sedangkan Setan Perak Lembah Mayat memuntahkan darah kental berwarna kehitaman. Tubuhnya jadi limbung, begitu melompat bangkit berdiri. Kepalanya menggeleng beberapa kali mengusir rasa pening dan pandangannya yang berkunang-kunang. Dari lubang hidungnya pun terlihat darah kental agak kehitaman mengalir keluar.
Sementara itu, Rangga sudah duduk bersila dengan kedua telapak tangan merapat di depan dada. Melihat Pendekar Rajawali Sakti tengah mengembalikan kekuatan tenaga dalamnya, Setan Perak Lembah Mayat merasakan kalau ini adalah saat yang tepat untuk menghabisinya.
"Huh! Mampus kau, Bocah Keparat! Hiyaaat...!" Sambil memaki dan berteriak lantang meng-gelegar, Setan Perak Lembah Mayat melompat.
Kecepatannya bagai kilat, saat menyerang Rangga yang masih tetap duduk bersila dengan sikap semadi. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti tetap duduk bersila, seperti tidak peduli oleh datangnya serangan maut yang mengancam. Dan begitu pukulan menggeledek yang dilepaskan Setan Perak Lembah Mayat hampir menghantam tubuh Pendekar Rajawali Sakti, mendadak saja....
"Khraaagkh...!"
Wusss...!
"Heh...?!"
Plak!
"Akh...!"
Setan Perak Lembah Mayat tidak sempat menyadari lagi, begitu tahu-tahu tubuhnya sudah terpental balik ke belakang sambil menjerit keras agak tertahan. Beberapa kali tubuhnya bergulingan di tanah, namun dengan gerakan gesit sudah cepat bangkit berdiri. Dan saat itu juga, kedua bola matanya jadi terbeliak lebar. Mulutnya pun ternganga, seakan-akan tidak percaya dengan pandangan matanya sendiri.
Memang sulit dipercaya. Di belakang Rangga yang masih tetap bersila dengan sikap bersemadi, tahu-tahu sudah ada seekor rajawali raksasa berbulu putih keperakan. Kedua bola matanya yang besar, terlihat memerah menatap tajam bagai hendak membakar seluruh tubuh Setan Perak Lembah Mayat
Sementara itu, Rangga mulai membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Sebentar ditariknya napas dalam-dalam, lalu dihembuskannya kuat-kuat. Dan sebelum kedua bola matanya bisa terpentang lebar lagi, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri dengan gerakan ringan sekali. Kini pemuda tampan itu berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada, tepat berada di depan Rajawali Putih yang tadi menggagalkan serangan Setan Perak Lembah Mayat.
"Kekuatanku sudah pulih kembali, Rajawali. Kau boleh pergi sekarang. Tapi, jangan jauh-jauh," ujar Rangga seraya berpaling sedikit, menatap wajah Rajawali Putih yang berada di atas kepalanya.
"Khrrrk...!"
"Tidak perlu khawatir, Rajawali. Aku bisa mengatasinya sendiri sekarang," kata Rangga, seakan bisa mengerti kekhawatiran Rajawali Putih.
"Khragkh...!"
Setelah merasa yakin kalau Rangga bisa ditinggalkan, Rajawali Putih kembali mengangkasa dengan hanya beberapa kali mengepakkan sayapnya saja. Begitu cepat terbangnya, sehingga dalam sekejap mata saja sudah jauh tinggi di antara awan. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak sekitar tiga batang tombak jauhnya dari Setan Perak Lembah Mayat.
"Bagaimana, Setan Perak? Kau masih ingin melanjutkan perselisihan yang tidak ada gunanya ini...?" terdengar tenang sekali nada suara Rangga.
Setan Perak Lembah Mayat tidak langsung menjawab. Malah dipandanginya pemuda tampan berbaju rompi putih itu dalam-dalam. Kemudian, kepalanya sedikit mendongak, lalu kembali menatap Rangga. Sinar matanya tampaknya kini sangat sulit diartikan. Kemunculan Rajawali Putih yang melindungi Rangga dari serangan mautnya tadi, membuat Setan Perak Lembah Mayat sedikit bergetar. Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat seekor burung yang begitu besar bagai sebuah bukit. Dan serangan mautnya tadi, begitu mudah dipatahkan burung rajawali raksasa itu. Sungguh tidak diketahuinya kalau pemuda tampan yang julukannya sudah sering terdengar itu memiliki pelindung seekor burung rajawali raksasa yang sangat mengerikan.
"Sejak semula, aku enggan berurusan denganmu, Setan Perak. Aku sendiri masih ada persoalan yang lebih penting, daripada harus melayanimu," kata Rangga lagi. Kali ini, nada suaranya terdengar agak ditekan.
"Lain kali kita akan bertemu lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Dan aku ingin kepastian, siapa di antara kita yang lebih tangguh," desis Setan Perak Lembah Mayat dingin menggetarkan.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja mendengar kata-kata bernada tantangan itu.
"Hap!" Bagaikan kilat, tiba-tiba saja Setan Perak Lembah Mayat melesat begitu cepat Hingga, dalam sekejap mata saja sudah lenyap dari pandangan mata. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak. Ditatapnya arah kepergian laki-laki tua yang dikenal berjuluk Setan Perak Lembah Mayat itu.
"Hm... Sempurna sekali ilmu meringankan tubuhnya. Hhh...! Hampir saja aku tadi tidak mampu menghadapinya," desah Rangga berbicara sendiri. Suaranya perlahan sekali, dan hampir tidak terdengar oleh telinganya sendiri.
Perlahan Rangga kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling. Pikirannya kini kembali terpusat pada Jaka Anabrang yang membawa lari Pandan Wangi dalam keadaan tidak berdaya.
"Hm.... Ke mana lagi aku harus mencarinya...?" gumam Rangga bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Hingga senja datang menyelimuti bumi, Rangga belum juga bisa menemukan jejak Jaka Anabrang yang membawa kabur Pandan Wangi. Sudah seluruh pelosok hutan di sekitar Lembah Mayat dijelajahinya, tapi tetap saja tidak bisa menemukan. Walaupun begitu, tidak sedikit pun terlihat adanya keputusasaan tergambar di wajahnya.
Semakin sulit menemukan jejak Jaka Anabrang, semakin besar pula tekadnya untuk terus mencari. Terlebih lagi, hatinya sangat mengkhawatirkan keselamatan Pandan Wangi di tangan laki-laki itu. Bayangan-bayangan buruk pun begitu cepat muncul dalam benak, tapi cepat pula Rangga menyingkirkannya jauh-jauh. Pemuda itu tidak ingin membayangkan hal-hal buruk pada diri Pandan Wangi. Dan sekarang ini, Rangga hanya bisa berharap tidak terjadi sesuatu pada diri gadis itu.
"Hm.... Tampaknya di depan sana ada perkampungan," gumam Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terus mengayunkan kakinya dengan mantap. Pandangannya tidak berkedip, lurus ke depan. Rangga memang sudah berada di luar hutan sekitar Lembah Mayat. Dan tidak jauh lagi di depannya, terlihat sebuah perkampungan kecil yang kelihatannya sangat kumuh. Maka, Rangga kini semakin mempercepat ayunan kakinya. Saat ini, matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat. Cahayanya yang kemerahan, begitu indah dinikmati. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa menikmatinya, karena pikirannya terus terpusat pada Pandan Wangi.
Rangga menghentikan ayunan kakinya, ketika melihat seorang laki-laki tua berjalan ke arahnya dari depan. Semakin dekat, semakin jelas orang tua itu terlihat. Laki-laki berusia sekitar tujuh puluh tahun itu tidak mengenakan baju. Hanya celana hitam lusuh sebetas lutut saja yang melekat. Tubuhnya yang kurus, memperiihatkan baris-baris tulang yang seperti hanya terbalut kulit saja.
"Maaf, Ki. Boleh aku bertanya...?" Rangga mencegat langkah kaki orang tua itu.
"Hm...," gumam laki-laki tua itu perlahan. Orang tua itu menghentikan ayunan kakinya, dan mengangkat kepalanya sedikit. Sorot matanya terlihat begitu tajam, memandangi Rangga dari kepala hingga ke ujung kaki. Seakan-akan, pemuda tampan yang menghentikan jalannya ini tengah dinilainya. Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terus dipandangi dengan sinar mata memancarkan kecurigaan.
"Maaf kalau aku mengganggu perjalananmu, Ki. Aku hanya ingin tahu, desa apa ini...?" ujar Rangga dengan sikap sangat sopan.
"Desa Singkep," sahut orang tua itu singkat. Nada suaranya terdengar sangat datar, seakan enggan menjawab.
"Terima kasih, Ki. Silakan jika ingin meneruskan," ucap Rangga tetap sopan.
"Hm...," kembali orang tua itu hanya menggumam saja.
Tapi orang tua itu tidak melanjutkan perjalanannya. Malah kembali dipandanginya Rangga dengan sinar mata seperti sedang menyelidiki. Mendapat pandangan yang demikian menyelidik, Rangga jadi jengah juga. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Maka dibiarkannya saja dirinya dipandangi begitu.
"Apakah ada yang aneh pada diriku, Ki...?" tanya Rangga, tidak tahan juga dipandangi terus-menerus begitu.
"Kau datang dari mana, Anak Muda?" orang tua itu malah balik bertanya.
Suara laki-laki tua itu masih tetap terdengar datar dan kering sekali. Walaupun sudah berusia lanjut, tapi sedikit pun tidak ditemukan adanya getaran pada nada suaranya. Hanya saja hal itu benar-benar di luar perhatian Rangga. Apalagi semua perhatiannya kini masih terpusat pada nasib Pandan Wangi yang sampai saat ini belum juga jelas.
"Dari Karang Setra," sahut Rangga.
"Di mana itu Karang Setra?"
"Di daerah selatan."
"Hm.... Lalu, apa maksudmu datang ke sini?"
"Aku sedang mencari adikku yang hilang diculik orang," sahut Rangga.
Laki-laki tua itu mengangguk-anggukkan kepala. Kembali dipandanginya Rangga dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Lalu, tatapan matanya tertumbuk pada bola mata Pendekar Rajawali Sakti ini. Sinar matanya begitu dalam, menembus bola mata Rangga. Seakan, dia ingin mencari kejujuran dari jawaban yang diberikan tadi.
"Kelihatannya kau sangat lelah, Anak Muda. Kau tentu membutuhkan tempat bermalam," kata orang tua itu memecah kebisuan yang terjadi beberapa saat.
"Benar, Ki," sahut Rangga.
"Kau tidak akan mendapatkan penginapan di desa ini. Tapi kalau suka, kau boleh tinggal di rumahku malam ini," kata orang tua itu menawarkan,
"Terima kasih," ucap Rangga seraya membungkuk sedikit, memberi hormat.
"Ayo," ajak orang tua itu.
Tanpa menunggu jawaban lagi, orang tua itu langsung saja melangkah melewati pemuda ini. Sementara, Rangga segera mengikutinya dari belakang. Mereka terus berjalan beriringan tanpa bicara sedikit pun, dan semakin jauh dari Desa Singkep. Jalan yang ditempuh kini justru menyusuri tepian hutan Lembah Mayat. Sementara, matahari semakin jauh tenggelam di ufuk barat. Dan suasana pun semakin meremang. Suara binatang malam mulai terdengar saling bersahutan.
"Jauhkah rumahmu, Ki?" tanya Rangga. Pertanyaan itu terlontar karena Pendekar Rajawali Sakti merasakan sudah cukup jauh berjalan, tapi belum juga sampai.
"Tidak seberapa jauh lagi," sahut orang tua itu. Rangga diam. "Siapa namamu, Anak Muda?" tanya orang tua itu mengisi kebisuan.
"Rangga"
"Aku Ki Andak."
Sementara mereka mulai memasuki jalan setapak yang sangat kecil. Mau tak mau, Rangga terpaksa harus berjalan di belakang orang tua yang mengenalkan dirinya sebagai Ki Andak. Dan dari jalan setapak ini, sudah terlihat sebuah rumah kecil berdinding bilik bambu, dan beratapkan rumbia. Tampak dari wuwungan atap rumah itu mengepul asap. Dan sepertinya, tidak terlihat ada rumah lain di sekitarnya. Kini mereka terus berjalan menuju rumah yang kelihatannya tidak begitu besar itu.
"Itu rumahmu, Ki?" tanya Rangga.
"Benar," sahut Ki Andak.
"Sepertinya, kau tidak seorang diri tinggal di sana, Ki."
"Aku ditemani cucuku."
"Apakah aku tidak mengganggumu nanti, Ki..?"
"Rumah itu memiliki satu kamar kosong yang bisa kau gunakan selama berada di sini mencari adikmu."
"Terima kasih, Ki."

***

90. Pendekar Rajawali Sakti : Rajawali MurkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang