BAGIAN 5

519 20 0
                                    

Rangga tersentak. Langsung dia melompat bangun dari pembaringan, ketika telinganya mendengar derap kaki kuda yang dipacu cepat sekali. Bergegas Pendekar Rajawali Sakti berlari keluar dari dalam kamarnya. Dan begitu sampai di luar rumah Ki Andak, matanya sempat melihat seekor kuda yang dipacu cepat menembus kegelapan malam.
"Ki Andak...," desis Rangga langsung mengenali, walaupun hanya melihat sesaat saja.
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti keluar menyeberangi beranda depan. Dan baru saja kakinya menginjak tanah, dari dalam muncul Rara Ayu Ningrum. Gadis itu berteriak memanggil, sehingga Rangga terpaksa menghentikan langkahnya.
"Tunggu aku, Kakang. Aku ikut!" ujar Rara Ayu Ningrum, bergegas melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
"Ayolah cepat. Jangan sampai kehilangan jejak," kata Rangga tidak mungkin lagi menolak.
"Masih ada kuda di belakang, Kakang," kata Rara Ayu Ningrum. "Aku sudah siapkan pelananya sejak sore tadi."
Belum juga Rangga menjawab, Rara Ayu Ningrum sudah berlari ke belakang rumah melalui samping. Dan tak lama kemudian, gadis itu sudah datang lagi menunggang kuda. Seekor kuda lain mengikuti dari belakang. Gadis itu menyerahkan tali kekang kuda satunya lagi. Rangga tidak bisa lagi menolak, dan segera melompat naik ke punggung kuda ini.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Tanpa banyak bicara lagi, mereka segera cepat menggebah kudanya mengejar Ki Andak yang sudah jauh pergi dengan menunggang kuda. Malam yang teramat pekat, bukan merupakan halangan bagi mereka untuk memacu cepat kudanya. Terlebih lagi, Rangga pun sudah terbiasa menunggang kuda Dewa Bayu. Baginya, kuda biasa seperti ini tidak ada artinya bila dibanding kecepatan lari Dewa Bayu.
"Hiya!"
"Hiyaaa...!"
Kedua anak muda itu terus menggebah kudanya, menembus kegelapan malam. Mereka mengikuti jejak-jejak kaki kuda yang tertinggal cukup jelas di tanah. Begitu cepatnya kuda itu digebah, hingga tidak lama saja sudah begitu jauh meninggalkan rumah. Namun baru saja melewati sebuah tikungan yang cukup tajam, mendadak saja....
"Awas..!" seru Rangga tiba-tiba.
"Hup!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat dari punggung kudanya yang masih berlari kencang. Dan dengan kecepatan kilat, tangannya dikibaskan untuk menyampok sebuah benda yang tiba-tiba saja melayang deras ke arah Rara Ayu Ningrum.
Plak!
"Hap!"
Setelah beberapa kali berputaran, manis sekali Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di tanah. Sementara, Rara Ayu Ningrum terus memacu kudanya untuk mengejar kuda Rangga yang terus berlari tanpa penunggangnya lagi.
"Hm...," gumam Rangga perlahan. Sekilas Pendekar Rajawali Sakti masih sempat melihat Rara Ayu Ningrum yang sudah berhasil meraih tali kekang kuda yang ditunggangi Rangga tadi. Kakinya langsung bergerak terayun melangkah. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, muncul dua orang laki-laki separuh baya. Tubuh mereka tinggi tegap, terbalut baju serba hitam. Dan di tangan mereka masing-masing terhunus sebilah golok yang berukuran cukup besar dan berkilatan tajam. Mereka beriompatan keluar dari balik pohon, dan langsung menghadang langkah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup!"
Tanpa bicara sedikit pun, dua orang laki-laki itu langsung saja berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Golok-golok mereka yang berukuran sangat besar berkelebat cepat mengincar bagian tubuh Rangga yang mematikan. Tapi, tangkas sekali Pendekar Rajawali Sakti berkelit menghindari serangan-serangan cepat yang datang dari dua arah ini.
Bet!
"Uts...!"
Manis sekali Rangga mengegoskan kepalanya, menghindari sabetan golok salah seorang penyerangnya. Dan belum juga bisa menarik kepalanya kembali, satu serangan dari arah lain sudah datang begitu cepat mengarah ke lambung.
"Haiiit..!"
Rangga segera menarik tubuhnya ke belakang, menghindari sambaran golok yang mengarah ke lambung. Dan tanpa dapat diduga sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti cepat melenting sambil berputar ke belakang. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek ke arah penyerang di depannya. Begitu cepat serangan balasan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang ini tidak sempat lagi menghindar. Dan....
Diegkh!
"Akh...!"
Tendangan yang dilepaskan Rangga, tepat sekali menghantam dada. Begitu kerasnya, hingga orang itu terpental ke belakang sambil memekik keras agak tertahan. Rangga cepat berputar, begitu kakinya menjejak tanah lagi. Dan dengan kecepatan tinggi, dilepaskannya satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat pertama ke arah satu orang penyerangnya lagi. Maka orang itu cepat-cepat melompat ke belakang, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti sambil mengibaskan goloknya ke depan.
Wuk!
"Hap!"
Rangga cepat-cepat menarik pulang pukulannya. Dan secepat itu pula tubuhnya dimiringkan. Lalu cepat sekali dilepaskannya satu tendangan menggeledek sambil melesat bagai kilat.
"Yeaaah...!"
Begitu dahsyat serangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga lawan yang baru saja bisa menjejakkan kaki di tanah hanya bisa terlongong. Dan....
Desss!
"Akh...!"
Kembali satu lawan Pendekar Rajawali Sakti terjungkal mencium tanah, setelah dadanya mendapat tendangan yang begitu cepat. Begitu keras tendangan Rangga tadi, sampai-sampai lawannya terpental sejauh dua batang tombak. Dan begitu jatuh menghantam tanah dengan keras, orang itu bergulingan beberapa kali. Sedangkan goloknya seketika terpental entah ke mana.
"Hup!"
Rangga cepat melompat, hendak menghampiri. Tapi begitu tubuhnya berada di udara, mendadak saja terlihat secercah cahaya merah bagai bola api meluruk deras ke arahnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya di udara, menghindari serangan gelap yang mengancamnya. Dan tubuhnya kembali melesat ke belakang, lalu mendarat ringan sekali bagai kapas. Tapi baru juga kakinya menyentuh tanah, kembali terlihat bulatan cahaya merah bagai bola api meluncur cepat bagai kilat ke arahnya.
"Hap!"
Sedikit saja, Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan. Dan bulatan bola api itu lewat di samping tubuhnya, terus meluncur hingga menghantam sebatang pohon.
Glarrr!
Sebuah ledakan terjadi begitu dahsyat, saat bulatan bola api itu menghantam pohon yang langsung hancur berkeping-keping. Sementara, Rangga cepat menarik tubuhnya tegak kembali. Saat itu, terlihat sebuah bayangan bergerak sedikit dari balik sebatang pohon yang tidak seberapa jauh darinya. Saat itu juga...
"Hooop... Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera mengerahkan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Dan begitu kedua tangannya yang sudah berubah merah membara terhentak ke depan, seketika itu juga melesat cahaya merah bagai lidah api, dan langsung menghantam pohon yang tadi terlihat ada orang bergerak.
Glarrr!
Kembali terdengar ledakan yang begitu dahsyat, hingga bumi yang dipijak jadi bergetar bagaikan diguncang gempa. Tampak pohon yang sangat besar itu hancur berkeping-keping seketika itu juga, disertai percikan bunga api dan asap kemerahan yang begitu tebal di antara pecahan pohon. Dan dari reruntuhan pohon, terlihat sebuah bayangan melesat begitu cepat.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga segera saja melesat mengejar, lalu cepat sekali melepaskan satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Namun sayang, pukulannya tidak tepat mengenai sasaran, karena orang itu masih bisa cepat berkelit menghindar.
Namun di saat yang sama, Rangga juga sudah mendarat di depan orang yang ternyata seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Dia berbaju hijau tua yang agak gelap. Wajahnya pun cukup tampan. Hanya bekas luka codet memanjang di pipi kanannya saja yang membuat ketampanannya hilang.
Dua orang yang menyerang Rangga pertama kali tadi, kini sudah bisa bangun lagi. Dan memang, Rangga tadi tidak sepenuhnya mengerahkan kekuatan tenaga dalam, walaupun serangannya tadi terlihat begitu dahsyat. Tapi, itu sudah cukup membuat mereka harus mengatur pernapasannya. Dan dari sudut bibir serta hidung mereka tampak mengeluarkan darah. Mereka segera menghampiri pemuda bermuka codet yang berdiri sekitar satu batang tombak di depan Rangga.
Saat itu, Rara Ayu Ningrum sudah kembali dari mengejar kuda yang ditunggangi Rangga tadi. Gadis itu melompat turun dari punggung kuda dengan gerakan indah dan cukup ringan. Dihampirinya Rangga, dan berdiri di sebelah kanan. Sementara kuda-kudanya dibiarkan melenggang menjauh. Pada saat ini untuk beberapa saat, tidak ada seorang pun yang membuka suara lebih dahulu.
"Kau sudah terlalu banyak ikut campur dalam persoalan ini, Pendekar Rajawali Sakti. Maka sudah sepantasnya kau menyusul kekasihmu ke neraka," terasa dingin sekali nada suara pemuda bermuka codet itu.
"Apa yang kau lakukan pada Pandan Wangi?!" sentak Rangga lantang.
"Kami tidak melakukan apa-apa terhadap kekasihmu, Pendekar Rajawali Sakti. Dia memilih jalannya sendiri. Padahal, kami ingin memberinya kesenangan. Tapi dia ..."
"Keparat...!" geram Rangga, langsung mendidih darahnya.
Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa lagi membayangkan, apa yang telah terjadi terhadap Pandan Wangi. Tapi dari kata-kata pemuda bermuka codet itu, nasib Pandan Wangi sudah bisa diduga. Dan itu membuat darah Pendekar Rajawali Sakti mendidih seketika. Seluruh wajahnya langsung memerah, menahan amarah yang sudah meluap, bagai gunung berapi yang hampir memuntahkan laharnya. Kedua bola matanya bersinar tajam, bagai sepasang bola api yang hendak membakar pemuda berwajah codet ini.
"Dengar, Keparat! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Pandan Wangi, ke mana pun kalian semua pergi, tidak akan terlepas dari tanganku!" desis Rangga mengancam.
"Ha ha ha...! Sebentar lagi kau juga akan mampus, Pendekar Rajawali Sakti."
Trek!
Pemuda bermuka codet itu menjentikkan dua ujung jarinya. Dan seketika itu juga, dari balik pepohonan dan semak belukar bermunculan orang-orang dengan senjata golok terhunus. Maka sebentar saja tempat itu sudah terkepung rapat. Melihat keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini, Rangga jadi menggeram. Gerahamnya terdengar menggeretak menahan marah. Sedikit matanya melirik Rara Ayu Ningrum yang berada di sebelahnya. Lalu, perlahan kakinya bergerak mendekati, dan berhenti tepat di depan gadis itu.
"Kau jangan melangkah setindak pun juga, Ningrum," ujar Rangga, agak mendesis dingin nada suaranya.
"Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik kedua tangannya yang sudah terkepal sejak tadi, hingga sejajar pinggang. Sorot matanya begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata pemuda bermuka codet yang berdiri tepat di depannya. Suasana pun menjadi hening. Dan tiba-tiba saja....
"Aji 'Bayu Bajra'.... Yeaaah...!"
Sambil berteriak lantang menggelegar, cepat sekali Rangga merentangkan kedua tangannya ke samping. Dan seketika itu juga, tiba-tiba saja terjadi badai topan yang sangat dahsyat. Angin bertiup amat keras, disertai suara gemuruh menggetarkan jantung. Saat itu, Rangga memang mengerahkan ilmu kesaktiannya yang sangat dahsyat Aji 'Bayu Bajra' memang sebuah ilmu yang jarang digunakan, karena akibat yang ditimbulkan begitu dahsyat. Dari kedua tangannya yang terentang, mengeluarkan hembusan angin badai begitu dahsyat.
Akibatnya, orang-orang yang mengepung rapat jadi berpentalan. Bahkan bebatuan pun berhamburan diterjang hempasan angin badai yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar saja, tidak sedikit pepohonan yang bertumbangan, tidak sanggup menahan gempuran badai dahsyat ini. Sementara itu, pemuda bermuka codet tampak berusaha mengimbangi kekuatan aji 'Bayu Bajra'. Tampak kedua telapak tangannya menyatu rapat di depan dada. Tapi sedikit demi sedikit, kakinya mulai tergeser.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja, Rangga berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga, tubuhnya melesat begitu cepat. Lalu dengan kecepatan kilat, Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedang pusaka dari warangka di punggung. Dan secepat kilat pula pedang yang memancarkan cahaya biru terang itu dibabatkan ke leher pemuda bermuka codet itu.
Begitu cepatnya sabetan pedang bercahaya biru berkilauan milik Pendekar Rajawali Sakti, sehingga pemuda bermuka codet itu tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu seluruh kekuatannya tengah dikerahkan untuk menahan gempuran angin badai ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Dan..
Cras!
"Aaa...!"
Jeritan panjang dan melengking tinggi pun seketika terdengar begitu menyayat. Tampak pemuda bermuka codet itu ambruk dengan kepala terpisah dari leher. Darah langsung menyembur deras dari leher yang sudah buntung tak berkepala lagi!
Sementara, sambil melompat ke belakang Rangga mencabut aji kesaktiannya. Dan pada saat badai topan itu berhenti, sekeliling hutan ini sudah hancur porak-poranda bagaikan baru saja dilanda gempa dahsyat sekali. Tampak tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan tertindih batu dan pohon. Bau anyir darah pun seketika menyebar, menyeruak mengusik hidung.
Cring!
Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di punggung. Maka cahaya terang yang memancar dari pedang itu pun langsung lenyap seketika. Kini Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu, pandangannya terus terpaku pada Rara Ayu Ningrum yang juga tengah memandanginya. Rangga menghampiri gadis itu, dan berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.
Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri dua ekor kuda yang tali kekangnya tersangkut pada ranting pohon tumbang. Sementara, Rara Ayu Ningrum masih tetap berdiri di tempatnya sambil memandangi pemuda tampan berbaju rompi putih itu tanpa berkedip sedikit pun juga.
"Ayo, Ningrum," ajak Rangga lagi.
Tapi, Rara Ayu Ningrum tidak bergeming sedikit pun juga. Dia hanya memandangi Pendekar Rajawali Sakti, seakan-akan tengah memandangi orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Entah apa yang ada dalam benak gadis itu. Tapi, sorot matanya memancarkan segudang pertanyaan yang terasa sulit dijawab.
Rangga menghampiri gadis itu sambil menuntun kuda-kuda mereka. Lalu diserahkannya satu tali kekang kuda pada Rara Ayu Ningrum. Gadis itu menerima tali kekang seperti tidak sadar akan diri dan sekelilingnya. Dia seperti masih terpana oleh ilmu kesaktian yang tadi dilihatnya. Sebuah ilmu kesaktian yang sangat dahsyat, hingga tidak seorang pun yang masih bisa bernapas lagi.
"Hup!"
Rangga melompat naik ke punggung kudanya, diikuti Rara Ayu Ningrum yang juga melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tak berapa lama kemudian, mereka sudah kembali berkuda dengan cepat sekali, menyusul Ki Andak yang kini entah sudah sampai di mana. Dan malam pun terus merayap semakin larut. Udara kian bertambah dingin. Tapi, kedua anak muda itu tidak peduli dan terus memacu cepat kudanya.
Semalaman penuh, Rangga dan Rara Ayu Ningrum berada di punggung kuda tanpa sedikit pun beristirahat. Mereka terus memacu kudanya, mengikuti jejak-jejak kaki kuda yang ditunggangi Ki Andak. Sampai matahari menampakkan diri, mereka baru berhenti. Dan kebetulan sekali, mereka menemukan sebuah sungai kecil yang berair jemih. Sehingga, kuda-kuda yang ditunggangi semalaman penuh bisa diistirahatkan.
Dan selama dalam perjalanan, Rangga menceritakan dirinya yang sebenarnya. Itu juga setelah Rara Ayu Ningrum menanyakannya. Gadis itu benar-benar penasaran pada pemuda tampan ini. Terlebih lagi, setelah kejadian semalam. Dan Rangga sendiri kini mengatakan apa adanya. Juga diakui kalau Pandan Wangi sebenarnya bukanlah adiknya, melainkan kekasih yang selalu setia menemaninya ke mana pun dirinya mengembara. Hanya saja Rangga tetap tidak mengatakan kalau dirinya sebenarnya adalah Raja Kerajaan Karang Setra. Namun, penjelasan Pendekar Rajawali Sakti membuat Rara Ayu Ningrum sudah bisa memahami. Maka rasa hormatnya pun semakin tumbuh tebal dalam hatinya.
"Kenapa kau tidak mengatakan dirimu yang sebenarnya, sejak pertama kali datang, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum.
Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja. Kudanya terus dikendalikan sambil memperhatikan aliran sungai yang sangat besar dan deras. Sementara Rara Ayu Ningrum sudah melompat dari punggung kudanya, dan mendarat di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti yang sudah melompat lebih dulu.
"Putus...," ujar Rangga agak mendesak, sambil mengangkat sedikit pundaknya.
"Maksudmu...?" tanya Rara Ayu Ningrum meminta penjelasan.
"Aku tidak tahu, apakah Ki Andak menyeberangi sungai ini atau tidak. Tapi yang jelas, jejaknya berakhir sampai di sini," sahut Rangga.
Rangga berjongkok, meneliti tanah yang lembab di sekitar tepian sungai ini. Kepalanya bergerak menggeleng beberapa kali. Dan beberapa kali pula terdengar suara mendecak dari bibirnya. Sambil menghembuskan napas panjang, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Dan pandangannya langsung tertuju ke seberang sungai.
Sungai ini memang sangat besar dan alirannya pun sangat deras. Tidak mungkin bagi orang biasa menyeberangi sungai ini, walaupun menggunakan perahu, karena pasti akan terbawa arus yang sangat kuat ini. Tapi bagi orang berkepandaian tinggi, tak akan terlalu sulit untuk menyeberanginya. Terlebih lagi kalau sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Rangga kemudian melirik Rara Ayu Ningrum. Hatinya menyangsikan, apakah gadis ini mampu menyeberangi sungai itu...? Pendekar Rajawali Sakti belum pernah melihat Rara Ayu Ningrum menggunakan kepandaiannya. Jadi, dia tidak tahu apakah gadis itu bisa ilmu olah kanuragan atau tidak.
"Kenapa kau memandangiku, Kakang?" tegur Rara Ayu Ningrum merasa jengah, walaupun Rangga memandangi hanya dengan lirikan saja.
"Kau sanggup menyeberangi sungai ini, Ningrum?" Rangga malah balik bertanya.
"Kenapa tidak...?" tantang Rara Ayu Ningrum.
"Tidak ada satu perahu pun yang terlihat. Dan kita harus menyeberanginya hanya dengan sepotong ranting saja. Hm... Kau sanggup?" tanya Rangga lagi.
"Jangan mengecilkan aku, Kakang. Lihat saja...," ujar Rara Ayu Ningrum.
Gadis itu menjumput sepotong ranting kering sepanjang tiga jengkal. Lalu, dilemparkannya ranting itu ke sungai. Dan saat itu juga, cepat sekali tubuhnya melesat.
"Hup...!"
Tap!
Sungguh ringan tubuhnya, saat sebelah kaki kanan gadis itu menjejak ranting kering yang terapung di permukaan sungai ini. Hebat..! Ranting itu tidak bergerak sedikit pun juga. Rara Ayu Ningrum berdiri hanya menggunakan sebelah kaki saja, bagaikan seekor burung bangau berada di tengah kolam. Wajahnya berpaling, dan tersenyum melihat Pendekar Rajawali Sakti terlongong kagum.
"Ayo, Kakang. Kau ingin menyeberang atau tidak...?" seru Rara Ayu Ningrum.
Tukkk!
Tanpa berkata apa apa lagi, Rangga menjentikkan sepotong ranting kering dengan ujung jari kakinya. Bersamaan dengan itu, tubuhnya melesat sangat ringan. Dan begitu ranting kering itu menyentuh permukaan air sungai, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti langsung menjejaknya.
Kini, kedua anak muda itu segera meluncur di atas permukaan air, hanya menggunakan sepotong ranting kering saja. Sedikit pun mereka tidak terpengaruh oleh derasnya aliran air sungai ini. Tubuh-tubuh mereka bagaikan segumpal kapas yang terapung di permukaan air. Begitu ringan dan cepat mereka meluncur di atas sepotong ranting. Dan sebentar saja, mereka sudah sampai di tepi seberang sungai.
"Hup!"
"Hap!"
Secara bersamaan, kedua anak muda itu berlompatan ke tepi. Tapi baru saja menjejakkan kaki di tanah lembab agak berlumpur ini, mendadak saja dari balik semak belukar dan pepohonan yang tumbuh subur di sepanjang tepian sungai ini, bermunculan orang-orang berpakaian serba hitam. Di tangan kanan mereka semua tergenggam sebilah golok yang cukup besar ukurannya. Mereka langsung berlompatan, dan mengepung kedua anak muda itu.
"Hm.... Hati-hati, Ningrum," gumam Rangga pelan, memperingati gadis di sebelahnya.
"Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.
Ada sekitar dua puluh orang laki-laki bersenjata golok, telah mengepung rapat kedua anak muda itu. Mereka bergerak perlahan lahan memutari. Sementara, Rangga dan Rara Ayu Ningrum belum bertindak apa-apa. Mereka hanya bisa memperhatikan setiap gerak para pengepungnya. Kedua anak muda itu memang hanya bisa menunggu, sampai ada yang menyerang lebih dahulu.

***

90. Pendekar Rajawali Sakti : Rajawali MurkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang