BAGIAN 5

454 22 0
                                    

"Pandan...!" Rangga kaget setengah mati, begitu kembali ke tempat Pandan Wangi tadi ditinggalkannya. Dan gadis itu tidak lagi terlihat di sana. Yang ditemukan hanya senjata-senjatanya saja yang tertinggal. Pendekar Rajawali Sakti lalu mengambil senjata-senjata milik Pandan Wangi itu. Rangga memandangi Kipas Maut dan Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi. Dia tidak tahu, di mana kini Pandan Wangi berada. Tapi tempat ini sudah kelihatan berantakan sekali. Jadi, jelas kalau tadi habis terjadi pertarungan.
Pendekar Rajawali Sakti memalingkan kepala, ketika telinganya mendengar langkah-langkah kaki yang begitu ringan dari belakang. Dan tubuhnya langsung berputar, saat melihat Nyai Samirah datang menghampiri. Perempuan tua itu juga kelihatan heran melihat keadaan tempat ini yang begitu berantakan, seperti baru saja terjadi pertarungan besar. Ketua Padepokan Tongkat Perak itu berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal sekitar lima tindak lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti. Dipandanginya pemuda berbaju rompi putih itu, kemudian beralih pada dua senjata yang sudah dikenalinya di tangan Rangga.
"Apa yang terjadi, Rangga?" tanya Nyai Samirah.
"Semua ini tidak akan terjadi kalau kau tidak pergi terlalu lama begitu saja, Nyai," Sahut Rangga agak mendengus. Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti terlihat begitu tajam, menatap lurus ke bola mata Nyai Samirah. Seakan-akan ingin dilahapnya seluruh tubuh perempuan tua itu.
Sedangkan Nyai Samirah kelihatan terkejut atas jawaban Rangga yang bernada ketus dan dingin tadi. Bahkan belum pernah dilihatnya sorot mata yang begitu tajam menusuk. Dia yakin, pasti telah terjadi sesuatu yang membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi kelihatan marah.
"Maaf. Memang seharusnya aku tadi minta izin dulu padamu. Aku tadi berusaha mencari tempat persembunyian Nyai Purut," ucap Nyai Samirah lagi. Nada suaranya masih terdengar merendah.
"Kau temukan?" tanya Rangga masih terdengar agak ketus nada suaranya.
"Sudah," sahut Nyai Samirah.
"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Terasa begitu berat hembusan napas Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar dipandanginya dua senjata maut Pandan Wangi. Kemudian diikatnya Pedang Naga Geni ke pinggang, sedangkan senjata kipas andalan Pandan Wangi itu diselipkan di balik sabuk ikat pinggangnya.
"Apa yang terjadi pada Pandan Wangi, Rangga?" tanya Nyai Samirah agak hati-hati suaranya.
"Dia hilang," sahut Rangga datar.
"Hilang? Hilang kenapa...?" tanya Nyai Samirah lagi, meminta penjelasan.
"Aku juga tidak tahu. Tapi aku yakin, telah terjadi sesuatu terhadap Pandan Wangi. Senjatanya tidak pernah ditinggalkan begitu saja kalau dirinya tidak mengalami kesulitan yang sangat berat. Kau tahu, Nyai. Kalau Pandan Wangi sudah meninggalkan semua senjatanya, itu berarti sudah merasa tidak ada harapan hidup lagi," kata Rangga dengan suara pelan menjelaskan.
"Hm.... Ini pasti perbuatan perempuan-perempuan iblis itu," desis Nyai Samirah dingin dan terdengar datar sekali.
Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi wajah perempuan tua itu. Pikirannya masih tertuju pada Pandan Wangi yang saat ini nasibnya entah bagaimana. Hatinya benar-benar mencemaskan gadis itu. Pendekar Rajawali Sakti tahu, kalau Pandan Wangi sudah meninggalkan senjata-senjatanya, pasti sangat berat keadaan yang sedang dihadapinya.
"Nyai! Kau tadi mengatakan, sudah tahu tempat tinggal Nyai Purut...," kata Rangga memecah kebisuan yang terjadi beberapa saat tadi.
"Benar," sahut Nyai Samirah singkat.
"Sebaiknya kita tidak perlu membuang-buang waktu lagi, Nyai. Antarkan aku ke sana," ajak Rangga meminta.
"Tapi, Rangga...."
"Tidak ada waktu lagi, Nyai! Keselamatan Pandan Wangi lebih penting dari semuanya," desak Rangga cepat, memutuskan ucapan perempuan tua itu.
"Cukup sulit untuk sampai ke sana, Rangga. Dan terlalu berbahaya kalau malam hari. Aku saja hampir tidak sanggup tadi," sergah Nyai Samirah. "Sebaiknya tunggu saja sampai besok pagi."
"Tidak ada waktu lagi, Nyai. Malam ini juga kita harus pergi ke sana. Aku khawatir telah terjadi sesuatu pada diri Pandan Wangi," desak Rangga terus.
"Rangga..."
"Baiklah. Kalau kau keberatan, aku akan pergi sendiri. Tunggu saja aku di sini, Nyai. Aku pasti akan kembali lagi bersama Pandan Wangi," potong Rangga, cepat.
"Rangga...!" Tapi Rangga sudah tidak peduli lagi. Yang ada dalam kepalanya hanya keselamatan Pandan Wangi belaka. Hatinya benar-benar cemas, karena gadis itu kini berada dalam cengkeraman tangan Nyai Purut yang kekejamannya sudah terkenal. Perempuan tua itu tidak segan-segan menggorok leher siapa saja, asalkan keinginannya tercapai. Dan Rangga khawatir kalau-kalau Nyai Purut menjatuhkan tangan kejamnya pada Pandan Wangi.
Bergegas Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya, dan melangkah. Ayunan kakinya lebar-lebar dan cepat. Sementara, Nyai Samirah masih tetap berdiri memandangi punggung Pendekar Rajawali Sakti. Dan malam pun terus merambat semakin larut, membuat udara di sekitar hutan lereng Bukit Menjangan ini jadi bertambah dingin.
"Rangga, tunggu...!" seru Nyai Samirah, seraya bergegas berlari mengejar Pendekar Rajawali Sakti.
Sedangkan Rangga sedikit pun tidak berpaling. Kakinya terus saja melangkah cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai pada tingkat kesempurnaan. Melihat itu, Nyai Samirah segera mengempos ilmu meringankan tubuhnya dan cepat mengejar. Tapi meskipun seluruh kekuatan ilmu meringankan tubuhnya sudah dikerahkan, tetap saja tidak bisa mengejar Pendekar Rajawali Sakti. Padahal, kelihatannya Rangga hanya berjalan seperti biasa.
"Rangga, tunggu...! Kau tidak bisa seorang diri ke sana!" seru Nyai Samirah.
Rangga berpaling sedikit ke belakang, melihat Nyai Samirah berlari cepat menerobos lebatnya hutan di lereng Bukit Menjangan ini. Dan Rangga kemudian menghentikan ayunan kakinya. Nyai Samirah juga baru berhenti berlari setelah dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti itu. Sebentar jalan pernafasannya diatur.
"Kau mengambil jalan yang salah, Rangga. Ikut aku," kata Nyai Samirah.
Tanpa menunggu jawaban lagi, perempuan tua yang pernah memimpin sebuah padepokan itu langsung saja berjalan menuju ke arah lain dari yang diambil Rangga tadi. Dan Pendekar Rajawali Sakti segera mengikuti. Lalu ayunan kakinya disejajarkan di samping kanan perempuan tua ini. Mereka terus berjalan tanpa berbicara lagi. Tanpa mempedulikan keadaan hutan yang semakin lebat dan sulit dilalui.
Terlebih lagi, malam ini begitu gelap. Bahkan tidak terlihat satu bintang pun di langit. Cahaya bulan pun tidak sanggup menembus tebalnya kabut yang menyelimuti seluruh permukaan Bukit Menjangan ini. Tapi semua keadaan alam yang tampaknya tidak ramah itu, sama sekali bukan halangan berarti bagi Rangga dan Nyai Samirah. Mereka terus berjalan cepat, seperti tidak mendapatkan rintangan sedikit pun.

91. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Intan KumalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang