BAGIAN 8

547 23 0
                                    

Pertarungan masih terus berlangsung sengit. Jerit-jerit melengking tanda kematian, mulai terdengar di antara hiruk-pikuk pertarungan dan ledakan-ledakan. Tampak gadis-gadis pemuja Ratu Intan Kumala mulai berjatuhan dengan tubuh berlumuran darah tanpa nyawa lagi. Dalam keadaan seperti ini, Pendekar Seruling Sakti dan Nyai Samirah benar-benar sukar sekali dicari tandingannya. Gerakan-gerakan yang mereka lakukan begitu cepat.
Bahkan gadis-gadis berpakaian serba hitam itu jadi kewalahan menghadapinya. Akibatnya, cara pertarungan mereka benar-benar tidak lagi beraturan. Mereka sudah mulai berusaha menyelamatkan diri sendiri-sendiri. Dan keadaan ini tentu saja sangat menguntungkan bagi Pendekar Seruling Sakti dan Nyai Samirah.
"Hiya!"
"Yeaaah...!"
Bet! Wuk!
"Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi yang terakhir pun terdengar. Tampak gadis pengikut Nyai Samirah yang paling akhir terjungkal bermandikan darah, dan langsung tidak dapat bangkit lagi.
"Ayo kita bantu Pandan Wangi, Nyai," ajak Pendekar Seruling Sakti.
"Kau saja, Seruling Sakti. Biar aku mengawasi Ratu Intan Kumala," sahut Nyai Samirah.
"Baiklah. Jaga jangan sampai perempuan iblis itu curang," sambut Pendekar Seruling Sakti.
Nyai Samirah hanya mengangguk saja, kemudian melangkah menghampiri pertarungan antara Rangga dan Ratu Intan Kumala. Sementara, Pendekar Seruling Sakti menghampiri Pandan Wangi yang masih menghadapi Nyai Purut.
"Hmmm.... Tampaknya Pandan Wangi juga tidak memerlukan bantuanku. Tapi, memang sebaiknya aku tetap saja berada di sini. Biar mereka bertarung secara jujur dan ksatria," gumam Pendekar Seruling Sakti.
"Hiyaaat...!" Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba saja Pandan Wangi melenting ke atas. Dan bagaikan kilat, tubuhnya berputar seraya mengebutkan kipas mautnya ke bagian kepala dan kaki Nyai Purut. Begitu cepat kebutan-kebutan kipasnya, sehingga yang terlihat cahaya putih keperakan saja yang berkelebatan.
Bret! "Ikh...!"
Tiba-tiba saja Nyai Purut terpekik agak tertahan. dan langsung melompat ke belakang sejauh tiga langkah. Agak terkejut juga hatinya begitu melihat baju bagian dadanya telah sobek, terkena sabetan ujung senjata kipas maut di tangan Pandan Wangi.
"Setan! Hiyaaa...!"
Nyai Purut jadi berang setengah mati. Cepat perempuan tua itu melompat, dan mengebutkan tongkatnya ke arah kepala si Kipas Maut. Tapi secepat itu pula Pandan Wangi merunduk. Sehingga, tongkat kayu itu lewat sedikit di atas kepala. Dan bagaikan kilat pula, tubuhnya berputar. Langsung dilepaskannya satu tendangan berputar dengan bertumpu pada kaki kiri. Dan....
Begkh! "Ugkh...!"
Tendangan kilat Pandan Wangi tepat menghantam perut Nyai Purut. Akibatnya, perempuan tua itu terdorong ke belakang dengan tubuh terbungkuk. Dan pada saat itu juga, cepat sekali Pandan Wangi melompat ke depan sambil melepaskan satu buah pukulan menggeledek dengan tangan kiri.
"Hiyaaa...!"
Plak!
"Aaakh...!"
Nyai Purut tidak dapat lagi bertahan. Pukulan yang dilepaskan Pandan Wangi tepat menghantam wajahnya. Akibatnya, perempuan tua itu menjerit keras dengan wajah terdongak ke atas. Kembali tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah. Dan saat itu juga, Pandan Wangi sudah melompat cepat sambil mencabut Pedang Naga Geni.
"Mampus kau sekarang, Perempuan Iblis! Hiyaaat...!"
Wuk!
Pedang yang memancarkan api itu bagaikan kilat berkelebat, dan langsung menyambar leher Nyai Purut Sementara, Pandan Wangi segera melompat mundur sambil menyarungkan kembali pedangnya ke dalam warangka di punggung.
Cring!
Sementara, tampak Nyai Purut hanya berdiri saja seperti patung. Matanya terbuka lebar menatap lurus ke depan dengan mulut terbuka. Tampak ada satu garis merah pada lehernya. Dan tak lama kemudian, tampak tubuh perempuan tua itu mulai goyah, lalu ambruk ke tanah dengan kepala langsung terpisah dari leher. Seketika, darah muncrat dari leher yang sudah tidak berkepala lagi itu.
"Hhh...!" Pandan Wangi menghembuskan napas berat, melihat lawannya sudah tergeletak tidak bernyawa lagi dengan kepala terpisah dari leher. Pendekar Seruling Sakti menghampiri si Kipas Maut itu, dan berdiri di samping sebelah kirinya. Dia juga memandangi mayat Nyai Purut yang kepalanya terpisah cukup jauh dari lehernya.
"Tinggal satu lagi, Pandan. Dan ini yang paling berbahaya," kata Pendekar Seruling Sakti.
Pandan Wangi langsung mengarahkan pandangan ke pertarungan antara Rangga melawan Ratu Intan Kumala. Dan tanpa bicara lagi sedikit pun juga, kakinya melangkah menghampiri Nyai Samirah yang sejak tadi memperhatikan jalannya pertarungan tanpa berkedip sedikit pun. Sedangkan Pendekar Seruling Sakti mengikutinya dari belakang. Dan mereka kemudian berdiri bersisian, menyaksikan pertarungan tingkat tinggi itu.

91. Pendekar Rajawali Sakti : Ratu Intan KumalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang