Harapanku sudah kau patahkan, Tuan. Sepatah-patahnya. Jujur. Aku rindu. Sekian lama tak bertemu ... yang kupinta hanya satu. Temu. Tapi kau begitu kaku untuk mengabulkan inginku. Entahlah ... mungkin kau tak punya ingin yang sama. Kau hanya menganggapku teman biasa. Tanpa kesan meski ditinggal sekian lamanya.
Aku tak bisa seperti itu, Tuan. Aku perempuan biasa. Lemah jia berurusan dengan rindu di dada.
Katanya ... kau kan menemuiku setelah kakiku menapak tanah Jepara. Tapi mana nyatanya? Kau selalu punya alasan untuk menjeda sua. Sakit? Tentu saja. Rasanya sudah hampa. Tak tersisa apa-apa, Tuan. Tak ada yang bisa kuharapkan darimu. Benar! Lebih baik aku memupuk cinta yang lain. Yang mampu berjuang, meski lewat do'anya di sepertiga malam. Tak apa aku tak tahu. Itu lebih baik. Daripada kau yang menyediakan sandaran bahu, tapi tak berniat memintaku pada Penciptaku.
Terima kasih. Harapanmu sudah tak kuanggap lagi. Patah. Sudah patah. Aku memutuskan menanti orang lain. Terima kasih harapannya selama ini. Aku gadis kuat. Tenanglah.Amaranteya
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Parau
Poetry[Update tergantung mood] Ganti judul Judul awal : Sajak Merah. Cuma kumpulan kata-kata dari hasil imajinasi saya.