Part 3

66 7 0
                                    

Part 3 update!!!
Happy Reading!

Seketika Axel menatap tajam kearah Venus. Merasa di tatap seperti itu, Venus mengangkat sebelah alisnya bertanya kenapa?

"Lo becus gak sih nyuci!" Bentak Axel tepat di wajah Venus. Beberapa pasang mata melihat kejadian ini. Mereka yang masih berada di lapangan dengan sengaja menonton.

Venus memundurkan badannya lebih jauh dari Axel. Axel terlihat marah, dia mendekati Venus dengan mata yang penuh kilat amarah. Adriel mencoba menenangkan Axel, dan menahannya. Sedangkan Vani menenangkan Venus yang sepertinya ketakutan.

"Kenapa sih Xel? Coba ngomong baik-baik. Dia cewek gak usah dibentak" Peringat Adriel.

"Lo liat aja dah jas gue, kenapa warna nya pudar! Terus kenapa jadi berbulu. Gue gak Sudi pake nya"

Venus melotot dengan mulut menganga, sebagai sahabat yang baik Vani mencoba menutup mulut Venus dengan tangannya. Venus tak habis pikir kenapa bisa begini. Ia lupa, semalam dia mencuci sambil menangis dan kesal. Venus menepuk jidatnya sambil memejamkan mata. Dalam hati ia berkata  mampus gue.

Axel semakin menatapnya dengan tajam membuat Venus tidak berani sama sekali untuk melihat balik Axel.

"Ganti baju gue sama yang baru!" Katanya penuh penekanan.

Venus memberanikan diri menatap Axel. Di sana, Axel sudah tersulut amarah. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat, di dahinya terlihat urat-urat kecil. Tanpa bicara lagi dia melempar jasnya kearah Venus. Dan ini dilihat sebagian warga sekolah yang ada di lapangan. Venus malu, sangat malu. Tak pernah ia dipermalukan di depan umum seperti ini. Orang lain boleh seenaknya pada dia tapi jangan di keramaian seperti ini. Di lain sisi, Vani mengerti akan sahabatnya yang tak pernah kena bentakan dan tak suka dibentak. Dia mencoba menenangkan Venus yang terlihat sedang menahan tangis.

"Udah jangan nangis di sini. Kita ke taman belakang aja ya buat nenangin diri Lo" Ajak Vani sambil merangkul Venus. Adriel yang  melihat tindakan kasar Axel, ikut menenangkan Venus. Dia mengikuti dua wanita itu dari belakang.

Sesampainya di taman belakang, Venus menangis sesenggukan. Dia paling tidak suka dibentak. Dia juga tidak pernah membentak karena dia tak suka bentakan. Sedari kecil hati dia sangat lembut. Tak pernah mendengar kekerasan, bentakan apalagi kekejaman. Dia tak suka itu semua. Yang ia sukai hanya kedamaian dan kesunyian.

Saat Venus menangis, Vani mengelus pundak Venus dengan lembut. Dia menyandarkan kepalanya di pundak Venus.

"Jangan sedih dong, nanti gue ikut sedih" Vani menggenggam kedua tangan Venus menguatkan. Venus menatap sendu kearah Vani dan memeluknya.

"Makasih Van, gue seneng kok Lo bisa nemenin gue saat kayak gini" Vani mengangguk dibalik pelukannya.

"Lo masih sesenggukan, gue beliin minum dulu ya" Venus mengangguk. Kemudian Vani berlari kecil ke arah kantin.

Sepeninggal Vani,  Adriel datang membawa tisu. Duduk di samping Venus tanpa permisi. Menyodorkan tisu tanpa sepatah kata pun, tapi matanya tertuju pada Venus yang sedari tadi sibuk mengelap air mata menyembunyikan luka.

"Mmm... gue punya pantun buat Lo" Ucap Adriel. Venus menatap Adriel.

"Ada sang fajar di pagi hari, bersinar terik layaknya mentari, ada kamu di hati ini, membuat aku berseri-seri"

Venus tertawa kecil. Pantun yang sedikit garing dan lumayan bagus.

"Lah kok ketawa sih?ini harusnya jadi pantun romantis dong" Venus malah melanjutkan tertawa. Adriel pun senang, memang ini tujuannya, membuat Venus tertawa. Adriel memperhatikan Venus saat tertawa. Indah, pujinya.

My ProtectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang