Part 4

69 7 2
                                    

"Beneran?" Tanya Venus memastikan. Ketimbang menjawab Axel malah memutar bola mata malas dan masuk kedalam mobil. Dia paling tidak suka mengulang kata.

Akhirnya Venus memasuki mobil jazz Axel dengan ragu-ragu.

"Jangan geer dulu, gue anterin Lo supaya Lo bisa cepet gantiin jas kesayangan gue" Kata Axel tanpa memalingkan wajahnya sedikitpun.

Baru saja Venus senang dengan perlakuan baik Axel, ternyata ada maunya. Jahat tetaplah jahat. Venus masih tidak suka dengan perlakuan Axel.

"Rumahnya di mana?" Tambahnya.

"Di pertigaan belok kiri terus lurus"

Di pertigaan Axel membelokan arah mobilnya kearah kiri,sesuai dengan penuturan Venus lalu Hanya lurus saja menyusuri jalan. Beberapa menit kemudian mereka sampai di rumah Venus. Rumah 2 lantai bernuansa coklat, di depannya terdapat halaman yang cukup besar. Axel menyapu pandangan ke sekitar, kawasan rumah yang cukup nyaman karena tidak terlalu berisik dan lumayan jauh dari tetangga. Lain lagi dengan rumahnya, yang tetangga nya sering berantem entah itu dengan anaknya atau dengan suaminya.

Venus turun dari mobil, diikuti Axel yang bersandar di kap mobilnya.

"Makasih ya" Ucap Venus sambil tersenyum. Axel hanya menjawab dengan anggukan.

"Mau mampir dulu?" Tawar Venus.

"Gak usah"

Axel memasuki mobilnya, meninggalkan pelataran rumah Venus tanpa satu klakson pun. Venus yang memang sedang kesal, memasuki rumahnya mencoba tidak perduli dengan Axel. Sesampainya di kamar,  dia mengeluarkan isi dari tasnya. Plastik merah muda berisi jas yang ia sentuh, membuatnya dia teringat dengan Axel.

"Duh gimana ya gue gantiin jas Axel, gue gak punya duit buat beli yang baru"

Venus mengetuk-ngetuk keningnya mencoba berpikir.

"Apa gue minta sama ayah?" Tak berpikir lagi, pilihan keduanya akan ia lakukan.

Venus bolak-balik pelataran rumahnya. Lagi-lagi ayahnya belum pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 19.45 malam, biasanya ayahnya akan pulang pada jam  17.45 sore. Dia sudah bingung menghadapi ayahnya yang sering pulang larut, entah itu lembur atau apa yang pasti ayahnya seperti bukan bekerja. Masa iya tiap hari kerjaan gak selesai dan harus lembur terus?

Apalagi saat ini, perut kecil Venus mengadakan konser dadakan. Perutnya berontak minta diisi, sedangkan bahan masakan di dapur sudah habis, dan untuk membeli pun ia tak punya uang.

Drtt.. drttt

Ponsel di saku celananya berdering. Tertera nama Vani cantik sedunia . Sahabatnya menelpon. Venus menekan tombol hijau, panggilan pun tersambung.

"Halo gan?"Sapa Vani di seberang telepon.

"Woy! Gue cewek ya" Balas Venus sedikit pake bumbu ngegas.

"Santuy dong warga +62"

"Ada apa sih Lo nelpon?gabut??ganggu orang aja Lo. Mana gue laper lagi"

"Oh.. mbaknya laper toh"

Hening. Tak ada jawaban dari Venus. Di seberang telepon hanya ada suara napas mereka berdua.

"Lah ngapa diem bocah?"

"Yaelo mau ngomong apaansih? Ngapain nelpon"

"Pengin kesitu" kini suaranya mengecil. Vani seperti sedang menahan sebuah tangisan. Kenapa?padahal tadi biasa saja di telepon. Venus menduga, pasti ada masalah yang membuat sahabatnya sedih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My ProtectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang