Jieun baru saja selesai dengan pekerjaannya; melayani tamu terakhir di kafe bernuansa romantis tempat ia bekerja. Ia sedang bersiap mengganti pakaian saat tiba-tiba Irene—rekan kerjanya—memanggilnya setengah berteriak, "Jieun-aah!"
"Nee?"
"Boss menunggumu di ruangannya, segera!" ucap Irene setengah berteriak di depan pintu ruang ganti pakaian.
Jieun diam tanpa menanggapi ucapan Irene. Ia berpikir bahwa Irene telah pergi dan tak 'kan peduli ia menemui boss atau tidak.
"SE. GE. RA. JIEUN-AAH!" Kali ini Irene benar-benar berteriak. Jieun merutuk, ia kira Irene tak akan peduli.
"Ya, tunggu sebentar!" Jieun berucap sambil menggunakan sweater kuning kebesaran, yang sengaja ia masukkan ke dalam rok hitam selututnya dengan asal.
Ceklek.
"Kau ini lama sekali, Jieun!" omel Irene ketika Jieun membuka pintu.
"Mianhae."
"Ah! Boss pasti akan tergila-gila dengan penampilan urakanmu, haha."
"Yak! Kau meledekku Irene-aah?" Irene menahan tawa melihat ekspresi Jieun yang tak rela diledek. Lucu, satu kata yang dapat menjelaskan ekspresi Jieun.
"Seharunya kau berpenampilan lebih rapi, Jieun."
"Agar boss semakin tergila-gila padamu," lanjut Irene sambil berbisik. Jieun hanya memutar bola mata malas menanggapi ucapan Irene.
"Jieun-aah, aku pulang duluan!"
"Hati-hati!"
Jieun menaiki anak tangga satu per satu menuju ruangan Boss-nya. Jieun mengetuk pintu masuk, kemudian memasukinya setelah mendapat izin dari Sehun, yang tak lain adalah boss-nya.
Ketika memasuki ruangan Sehun, Jieun mendapatinya sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Tanpa pikir panjang, Jieun langsung duduk di depan meja kebanggaan Sehun. Ia memperhatikan Sehun yang sibuk menatap kota nan dipenuhi gedung-gedung pencakar langit dari kaca besar di ruangan ini, tentu saja dengan telepon genggam di telinganya.
"Siapa yang mempersilakanmu duduk?" Suara dingin Sehun menyapa indra pendengaran Jieun.
Jieun mengendikan bahu tak peduli sambil berucap, "Aku hanya mandiri, duduk sebelum diperintah. Apa ada yang salah?"
Sehun menatap Jieun dengan mata tajamnya, reaksi Jieun membuat bulu kuduk Sehun merinding. Sebab, Jieun membalas tatapannya dengan mengedipkan sebelah mata, alih-alih merasa takut atau terintimidasi.
"Ini, bonus karena kau telah bekerja dengan cukup baik." Sehun berucap dengan sengaja menekankan kata cukup.
Refleks Jieun berdiri dari duduknya dan mengambil amplop yang diberikan Sehun secepat kilat.
"Aish, kau baik sekali!" Jieun menepuk pipi Sehun yang terbalut masker, menepuknya berkali-kali bak memperlakukan anak kecil.
"Jieun-aah!" Sehun memberikan tatapan memperingati pada Jieun yang lagi-lagi dibalas dengan endikan bahu oleh Jieun.
"Mianhae, kalau begitu aku duluan Boss!"
Jieun menuruni anak tangga dengan kegirangan. Di sepanjang trotoar menuju rumah pun, Jieun menari-nari sembari mendengarkan lagu Bbibbi dari IU yang mengalun lembut melalui earphone miliknya. Beruntung jalanan di malam hari seperti ini tidak terlalu ramai, sehingga Jieun bisa menari tanpa tahu malu. Ah, urat malu Jieun memang sudah lama terputus.
Bibirnya berkomat-kamit menyanyikan sepenggal demi sepenggal lirik lagu Bbibbi. Tanpa Jieun sadari, seorang pria yang mengenakan masker dan topi hitam tengah mengikutinya. Pria itu sesekali tersenyum di balik masker yang menutupi separuh wajahnya, sambil terus memperhatikan gerak-gerik Jieun.
Jieun mendongak kala merasakan tetesan air dari langit mengenai wajahnya. "Hujan?" guman Jieun.
Hujan turun semakin deras, Jieun menengok ke kanan dan kiri, mencari tempat yang bisa ia jadikan untuk berteduh. Bibir mungilnya tertarik ke atas kala menyadari di depan sana ada halte bus. Sontak Jieun pun berlari-lari kecil menuju halte bus.
"Aaa!" Jieun berteriak histeris saat secara tiba-tiba seseorang mendorong tubuhnya hingga menempel di tiang halte.
"Sttt!"
Mata Jieun melebar kala seorang pria yang mengenakan masker dan topi hitam menyentuh bibirnya, memintanya untuk diam.
"Sttt! Jangan teriak, orang-orang bisa salah paham nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bossque [Completed]
Short StoryJieun terbangun dari tidur panjangnya. Ia menyambut orang-orang yang menunggunya dengan tawa. Jieun tertawa begitu lepas, ia bagaikan terlahir kembali. Bedanya, ia tertawa bukan menangis saat seperti pertama kali ia dilahirkan. Jieun tidak tahu, t...