0.8

353 46 2
                                    

Chanyeol benar-benar mempertemukan Jieun dengan Sehun. Jieun dibawa ke rumah Sehun, dan dipertemukan dengan orang itu di kamarnya sendiri. Kini, Sehun tengah bercerita panjang lebar, sedangkan Jieun mendengarkan sambil duduk manis di sofa.

"Jieun ... pacarku, kau tahu tidak? Alasan aku selalu memakai masker? Aku ragu untuk menceritakannya, tapi sepertinya harus." Sehun menjeda ucapannya. "Dulu, saat aku berlibur ke Thailand ...." Sehun menggaruk tengkuknya ragu.

"Ada seorang gay yang mencium bibirku," cicit Sehun.

Jieun terkekeh melihat ekspresi Sehun yang menggemaskan.

"Itu first kiss-ku," lanjut Sehun.

Kali ini Jieun tertawa sumbang mendengar penuturan Sehun.

Sehun kembali berucap, "sekarang, ganti topik, ya. Aku ingin memberi tahumu alasan mengapa aku meminta Chanyeol dan beberapa anak buahku untuk merekam keseharian kita."

"Sebenarnya, sudah aku ceritakan saat kau tidur pulas waktu itu."

Saat aku koma, batin Jieun.

"Aku lebih suka menyebutnya tertidur pulas," lanjut Sehun. "Alasannya, karena sejak awal aku tertarik padamu, dan aku yakin kau pun begitu. Namun, suatu saat aku akan pergi meninggalkanmu ... jadi, aku membuat rekaman itu agar bisa kau putar ulang saat aku telah pergi."

"Jieun ...," lirih Sehun.

"Jika aku pergi, tolong jangan benci, ya? Aku pun ingin tetap di sini."

Jieun menyembunyikan wajahnya di antara kedua lutut, air mata mulai membasahi kedua pipinya. Punggungnya pun tampak bergetar, walau begitu ia tetap mencuri dengar apa yang dikatakan oleh Sehun.

"Tetapi, aku harus pergi. Karena ...." Sehun terdiam, menggantungkan ucapannya.

Jieun mendongak, ingin melihat wajah kekasihnya yang tampak kesulitan untuk mengutarakan sesuatu.

"Jantungku rusak, tolong jangan tanya lebih detail, aku tidak ingin membahasnya." Jieun kembali menangis mendengar pernyataan itu, sesuatu seakan menghantam dadanya.

"Untuk menghela napas saja sesak, tetapi melihatmu tertidur tanpa mau terbangun membuatku lebih sesak, sehingga ...."

Jieun dan Sehun saling memandang.

"Aku memberikan hatiku padamu, Jieun."

Jieun meraung keras, ia memukul-mukuli dadanya sendiri, mencoba mengurangi rasa sakit yang membelenggu dadanya. Air matanya mengalir tanpa bisa berhenti, napasnya pun mulai tersendat.

"Jieun," panggil Sehun.

"Saat kau mendengar ini, aku telah pergi." Sehun diam sejenak. "Tetapi aku akan selalu hidup abadi, dalam hatimu dan cintaku yang tak pernah mati."

"Jieun, tetaplah berjuang hingga kematian itu menjemputmu dengan baik-baik. Aku menunggumu, di tempat yang abadi."

"Aku mencintaimu."

Layar tv yang tadinya menampilkan Sehun, kini berubah menjadi hitam, kosong dan hampa.

Jieun masih saja menangis sembari memukuli sofa yang ia duduki. Ketika tangisnya mulai mereda, ia berdiri dan mendekati Chanyeol.

Plak.

Tamparan itu mendarat mulus di pipi Chanyeol, meninggalkan bekas kemerahan. Chanyeol tidak marah, ia hanya memegang pipinya meringis pelan.

"Wae?" Jieun membentak Chanyeol.

"Kenapa kau tidak mencegahnya, Chan?" bentakan itu lagi-lagi keluar dari bibir Jieun.

Chanyeol hanya diam, enggan menjawab.

"Kenapa? Kenapa? Kenapa?" Memukul, dan menarik-narik pakaian Chanyeol itulah yang Jieun lakukan sekarang.

"Aku lebih baik mati, dari pada hidup tanpa seseorang yang aku cintai," beo Jieun sembari menyenderkan kepalanya di dada Chanyeol.

Chanyeol menarik gadis itu lebih dekat dengan tubuhnya. Dielusnya surai Jieun, juga punggung Jieun, untuk sekadar menenangkan.

"Hidupmu tidak akan berakhir hanya karena ditinggal seseorang," jelas Chanyeol.

Jieun memberontak ingin melepaskan pelukan itu, sepertinya ia ingin membantah ucapan Chanyeol.

"Dengarkan aku dulu!" titah Chanyeol.

"Sehun melakukan itu agar kepergiannya tidak sia-sia, agar kau bisa hidup bahagia, agar kau bisa mencapai mimpinya yang tertunda, dan ...." Chanyeol menghela napas. "Agar penderitaan yang selama ini ia alami bertemu dengan penyelesaian."

Tidak seperti sebelumnya yang memberontak, kini Jieun diam, hanya diam.

Bossque [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang