0.4

441 61 14
                                    

20 Januari

Sehun mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Kabar jika Jieun masuk rumah sakit merupakan kabar yang paling buruk baginya.

Jieun pasti baik-baik saja. Berkali-kali Sehun mengucapkan kalimat jika Jieun baik-baik saja hanya untuk sekedar menenangkan hatinya.

Suara decitan mobil yang direm mendadak begitu memekakan telinga. Setelah memarkirkan mobilnya, Sehun berjalan setengah berlari ke meja resepsionis kemudian menuju ruangan dimana Jieun berada.

Brak.

Semua orang yang berada di dalam ruangan sontak menoleh ke arah Sehun yang membuka pintu dengan kasar, termasuk seorang pria yang tengah menyuapi Jieun.

Sehun sedikit terbakar api cemburu, tetapi kali ini keadaan Jieun lebih penting dari apapun.

"Kau tak apa?" Sehun bertanya dengan nada khawatir sambil menangkup kedua pipi Jieun.

"Aku baik-baik saja, Sehun."

Sehun mengernyitkan alisnya mendengar Jieun memanggil bukan dengan sebutan Boss. Sehun melirik pria yang duduk di samping brankar Jieun, meminta penjelasan kepada Jieun.

"Oh ya, kenalkan dia temanku, Jungkook."

"Nah, Jungkook kenalkan he's my boss."

"Jungkook," ucap Jungkook ramah.

"Sehun," ucap Sehun terkesan dingin.

"Biar aku yang menyuapimu," ucap Sehun sambil mengambil mangkuk yang berada di tangan Jungkook.

Jieun menahan senyum membuat Sehun mengernyit bingung. "Kenapa?" tanya Sehun sambil menyuapi Jieun.

Jieun mendekatkan wajahnya ke dekat wajah Sehun lalu berbisik, "Kau cemburu?" Pertanyaan Jieun seperti pernyataan bagi Sehun lantas ia berpikir ia tidak perlu menjawabnya.

"Dia hanya temanku, Boss."

"Dia adalah teman yang sangattttt baik, sopan, tampan."

"Diamlah."

Jieun tertawa melihat ekspresi tidak suka Sehun. Ia sengaja memuji Jungkook hanya untuk melihat reaksi kekasihnya. Memang, memang belum tepat tanggal 14 tetapi Jieun yakin Sehun akan menjadi kekasihnya.

____

Tawa terus terdengar dari dua insan yang tengah bercengkrama di sebuah taman rumah sakit.

"Boss."

"Hmm?"

"Aku sakit."

"Aku tahu."

"Hati."

"Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Sehun khawatir.

Jieun mengernyit, sedetik kemudian ia tertawa. "Kau pikir aku cemburu sepertimu, heh?"

"Aku tidak cemburu," kilah Sehun.

"Kau hanya gengsi, boss!"

Sehun baru saja hendak berkilah tetapi Jieun segera mengucapkan sesuatu, "hatiku rusak."

"Jieun, aku sedang tidak ingin bercanda."

"Aku tidak bercanda."

"Sejak kapan?"

"Entah, aku tak peduli sejak kapan penyakit ini menemani malam-malamku."

"Kau pasti sembuh."

"Apakah itu kepastian?"

Sehun terdiam namun sedetik kemudian ia mengangguk.

"Aku tidak percaya," tukas Jieun.

Keheningan tercipta diantara keduanya. Hingga Jieun yang lebih dulu memecah keheningan. "Sehun-aah."

"Nee?"

"Aku takut, aku tidak sempat menjadi kekasihmu," ucap Jieun sembari memeluk lengan Sehun. Matanya memandang jauh ke depan, begitu pun dengan Sehun.

"Jangan berbicara seperti itu, Jieun-aah."

"Kau payah," lanjut Sehun, membuat Jieun mendongak.

"Hanya karena penyakit sialan ini kau rapuh? Yak! Mana Jieun tak tahu malu yang aku kenal?"

Jieun melayangkan tinjuan ke tangan Sehun. "Kau, ini!"

"Jieun-aah! Dengarkan aku," ucap Sehun sambil menangkup kedua pipi Jieun membuat netra mereka saling bertemu.

"Ada banyak orang yang penyakitnya lebih sialan dari penyakit yang kau alami."

Jeda sejenak.

"Bahkan beberapa diantara mereka hanya menjalaninya seorang diri, tapi kau ... kau punya aku, Jieun."

Jeda kembali.

"Apapun yang terjadi, aku tidak ingin kau menjadi perempuan lemah, kau harus kuat, Jieun!"

Hati Jieun terenyuh bersamaan dengan satu tetes air mata yang mengalir di pipinya.

"Kau lemah!" Sehun berucap kala melihat jejak air mata di pipi Jieun.

"Aku tidak lemah!" kilah Jieun.

"Lantas, buktikan," tukas Sehun.

"Buktikan jika kau tidak lemah, Jieun!"

Bossque [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang