Rhythm 4: A Friend

192 14 0
                                    

Mara berlari-lari kecil menuju lobby gedung kantornya. Dia sudah terlambat dari waktu yang dijanjikan. Sebenarnya dia sudah berusaha pergi makan siang 10 menit lebih cepat, tetapi dasar sial, justru di lift tadi dia berpapasan dengan atasannya, dan diskusi panjang pun tak terelakkan. Ya, disinilah ia, memenuhi undangan lunch yang diterimanya tadi pagi.

Hai Mar. Hari ini lunch bareng yuk! Do you have time?

Pandangan Mara menyisir seluruh penjuru lobby dengan cepat. Dahinya mengkerut ketika tidak menemukan sosok yang dicarinya. Sambil mendengus, dia mengambil ponsel di saku dan mengetik dengan cepat.

Mara  : Hellow..dimana sih? Gue udah di lobby.

Ryo    : Oops..sorry. Gue masih di lantai 8 nih, fan meeting sama cewek-cewek disini.

Mara  : Astaga! Turun cepetan. Gue jam 2 ada meeting. Kalau lo ga disini 5 menit lagi, lunch batal.

Ryo    : on my way...

"Mara! Gak nyangka elo segitu kangennya sama gue. Baru juga gue tinggal 2 tahun kurang dikit." lalu aku merasa bahuku dipeluk hangat oleh seseorang dari belakang. Aku berbalik cepat dan menemukan cengiran jahil khas Ryo disana.

Aku balas memeluknya sambil terus mengoceh, "Ahhh..Ryo! Apa kabar lo? Sumpah gue kangen banget! Lo jahat banget sih selama di US jarang banget kasih kabar. Lo sengaja ya melupakan gue?"

"Ya ampun, nggaklah. Gue tuh kangen banget sama lo juga, makanya elo orang pertama yang dapat kehormatan lunch bareng gue hari ini, sebelum besok-besok gue diculik sama fans yang lain," jawabnya sambil kedip-kedip mata.

"Duh! Gelar MBA lo itu tetap gak berhasil bikin narsis lo hilang ya," kataku sambil menjitak kepalanya. "Oh, atau jangan-jangan sifat narsis lo makin parah karena sekarang elo merasa ganteng, pintar karena punya gelar MBA dari UCLA, punya posisi hebat dengan gaji selangit. Gitu?"

Ryo langsung tertawa tergelak selama beberapa menit sebelum menyahut, "Oh, jadi akhirnya elo mengakui juga 'kan kalau gue ganteng. My God Mara, kenapa dari dulu lo ga bilang aja sih kalau ternyata elo nge-fans sama gue juga. Tahu gitu kan gue bisa kasih special service buat elo."

Aduh, aku pasti salah bicara. Aku tidak lagi menanggapinya sebelum dia menjadi semakin besar kepala. Alih-alih aku malah menunjukkan ekspresi seperti ingin muntah di depannya.

Eh, aku belum memperkenalkan Ryo ya? Oke, mari kita mulai perkenalannya. Namanya Ryo Notohardjo. Aku pertama kali bertemu dia saat pertama kali bekerja di perusahaan ini. Oh bukan, aku bahkan belum mulai bekerja disini saat itu. Aku sedang gugup menunggu giliran final interview ketika dia tiba-tiba duduk di seberangku di sofa resepsionis. Aku hanya melirik sekilas.

Aku tidak peduli karena sedang sibuk menenangkan jantungku yang berdetak lebih cepat karena aku gugup luar biasa. Bagaimana tidak? Final interview di Four Winds Corporation katanya adalah salah satu yang paling menyeramkan. Kandidat akan langsung dihadapkan dengan interviewer yang terdiri dari CEO ditemani dengan minimal 3 orang direksi, plus Head of HR. Mereka memiliki hak penuh untuk langsung memutuskan apakah aku diterima atau tidak.

Buat seorang Mara yang punya IPK standar --hanya 3,25 dari 4-- lolos sampai seleksi tahap akhir tidak pernah ada dalam mimpiku. Walaupun --lagi-lagi aku harus bersyukur-- aku berasal dari salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia, tetapi sainganku saat itu banyak juga yang lulusan luar negeri. Dari hasil mengobrolku dengan kandidat lain di tahap awal, aku juga tahu kalau ada beberapa kandidat yang bahkan mengantongi gelar cumlaude. Duh, makin membuatku berkecil hati.

Oh ya, balik ke cerita pertemuanku dengan Ryo. Dia sepertinya sudah menatapku beberapa lama ketika aku akhirnya tersadar dan balik menatapnya. Dia tersenyum dan bertanya, "Final interview?" Aku mengangguk pelan. Lalu tanpa kuduga, dia langsung mengoceh memberikan tips dan trik bagaimana harus menghadapi final interview tersebut.

MaKo RhythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang