The Epoch of Destruction

140 9 6
                                    

" Kak..."

Mata sayu itu mengerjap pelan. Mendapati sosok pria jangkung yang tengah berlutut mengepak tas ransel cukup besar dengan tergesa - gesa.

" Kak ?..."

Matanya ia kucek seadanya. Ini masih pukul dua dini hari dan sang kakak, Kim Seokjin sudah membangunkannya dengan terpaksa beserta napas memburu.

" Ayo Aera, kita tidak punya banyak waktu. Atau kita akan menjadi manusia setengah besi selanjutnya !"

Kim Seokjin menyentak cukup keras. Tas ransel sebesar setengah tubuh itu segera ia sandang. Berat, bukan, sangat berat sepertinya.

" Apa maksudmu ?"

Kim Aera, si adik yang masih setengah mengantuk baru saja mengerutkan alis.

" Arrgghh, sudahlah ! Cepat bangun ! Bajumu sudah di dalam ! Kita pergi !"
Seokjin segera menarik sang adik dari balik selimut. Membuatnya berdiri dan memberikan sebuah jaket tebal dan sepasang sepatu.

" Pakailah !"
Seokjin agaknya cukup lihai dalam mengontrol emosi. Lihat saja dari bagaimana ia pada akhirnya memasangkan sepatu serta jaket untuk adik satu - satunya itu.

" Nah sudah ! Kita berangkat !" Seokjin bangkit setelah memberi simpul terakhir pada tali sepatu Aera. Menggenggam tangan sang adik kemudian membawanya turun ke lantai bawah. Menembus garasi dan menaiki mobil futuristik tanpa roda.

" Kita kemana ?" Aera bertanya lagi pada Seokjin yang baru saja menempelkan telapak tangan pada pintu mobil. Guna mengikuti sebuah prosedur pemindaian tinkat tinggi pada kelima jarinya.

" Nanti akan Kakak ceritakan." Pintu bergeser secara otomatis ke depan setelah Seokjin menjawab. Kemudian disusul dengan sebuah benda serupa kepik seukuran kepalan tangan yang berpendar biru dan menyambut Seokjin dengan ramah sekaligus datar.

" Selamat pagi, Profesor Kim !"

" Masuklah !"

Seokjin mentitah. Membuat Aera sempat mencebik sekalipun samar dari seberang sana. Bahkan hingga bokongnya sudah mendarat di atas jok yang terasa dingin pun, Kim Area tetap menampilkan wajah kesalnya.
Seokjin tentu menyadarinya. Namun, situasi saat ini jauh lebih parah daripada amukan adiknya yang bisa bertahan hingga satu abad lamanya.
Lantas, Seokjin ikut duduk. Terkesan terburu - buru dan segera mentitah Bubbles, si AI yang baru saja menyambut Seokjin tadi.

" Ke mana, Profesor ?"

" Pokoknya kita keluar dari area B-587. Tolong cepat sedikit." Pinta Seokjin setelah seatbelt telah terpasang secara otomatis.

" Baik, Profesor."  Bubbles membalas diikuti dengan mesin mobil yang menyala. Mobil mereka kemudian sedikit terangkat. Kemudian, setelah kedua lampu di bagian depan menyala, mobil berwarna hitam itu akhirnya melaju cukup kencang membelah jalanan sepi. Hanya ada deru mesin mobil yang menenangkan serta cahaya biru remang - remang dari Bubbles yang kembali membangkitkan rasa kantuk.

" Ke mana Ayah dan Ibu ?" Pertanyaan Aera tiba - tiba datang memecah hening. Sempat membuat Seokjin yang sedang mengatur lokasi merasa disambar petir.

" Aaiisshhh...kamu mengejutkanku !" Seokjin berulah dengan mengusap - usap dada seperti benar - benar dikejutkan dengan sesuatu yang membuat jantung copot. Seperti mendapati telingamu disambut oleh terompet yang tiba - tiba berbunyi.

" Aku tidak suka basa - basi." Aera menjawab dingin. Nada datar ia tunjukkan sebagai bukti ketidaksukaannya.

Namun, seperti telinganya tertinggal entah dimana, Seokjin tetap diam membisu selagi sibuk dengan jari dan layar di hadapannya.

HAVOCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang