" Joon ? Joon ? Kamu mendengarku ? Halo ! HALO ! JOON !"
Sepertinya, perasaan cemas mungkin sudah bersarang pada diri Seokjin yang sejak sekitar tiga puluh menit terakhir sibuk mondar - mandir seperti setrika.
" Aaiisshhh,...bagaimana ini ?!"
Gerutunya sambil mengacak rambut frustasi. Sedangkan di sampingnya, Taehyung sudah terduduk lemah setelah mengalami kejang hingga matanya membelalak. Cukup untuk membuat Aera yang tengah menyendok ramen buru - buru lari ke kamar Seokjin.
" Bagaimana Taehyung ?" Tanya Seokjin dengan setengah wajah tertutup ponsel super tipis yang nyaris transparan.
" Tidak ada perubahan, Kak."
Di samping Taehyung, Aera menatap pemuda malang itu sendu. Tangannya tergerak untuk mengusap bahu Taehyung lembut.
" Ayo bangun. Kasihan Jungkook kalau dia tahu kamu begini." Pintanya setengah memohon. Lain dengan Seokjin yang kini sudah beralih ke kegiatan yang lain. Ia pada akhirnya lebih memilih mengesampingkan Namjoon dan memulihkan Taehyung terlebih dahulu. Jadi, ia menarik tangan titanium Taehyung agar mendekat pada laptopnya. Menghubungkan kabel ke tangan Taehyung agar Seokjin bisa melakukan scan lewat laptop.
" Sial." Umpatnya kesal.
" Virusnya tidak terkendali." Kepalanya ia gelengkan sedikit. Taehyung tidak boleh kalah. Sesuai kesepakatan, Taehyung lah yang menyusul Jungkook. Bukannya Jungkook yang menyusul Taehyung.
" Kamu bisa, Tae !" Aera memberi semangat dengan harap - harap cemas. Dalam hati ia berdoa penuh harap selagi bagian bawah bibir ia gigit samar.
" Dua puluh menit lagi."
Tiga kata itu spontan membuat Aera membeku sesaat setelah terdengar. Ia dengan cepat menyambar. Menatap Seokjin yang mulai banjir peluh.
" Apa maksudmu ?"
" Jika Taehyung tidak memberi respon dalam kurang dari dua puluh menit ke depan, dia bisa saja mendahului kita." Ungkap Seokjin menatap wajah Aera yang menunjukkan kekhawatiran yang kentara sekali.
" L-lalu...apa yang harus kita lakukan ?" Aera dengan rasa takut mulai menemui jalan buntu. Ia jadinya berakhir meremas ujung kemejanya sendiri demi menetralisir ketakutan.
" Panggil Park Jimin ! Dia humanoid !" Pinta Seokjin yang membuat Aera tanpa perlu berpikir dua kali segera bangkit. Berlari kencang dan menendang pintu demi mencari presensi Park Jimin yang mungkin ada di lobby.
Dan dugaannya benar, dari lantai empat, ia bisa menemukan si Park itu tengah berdiri sambil membaca buku di balik meja resepsionis.
" PARK JIMIN !" Pekiknya yang tentu membuat Jimin celingak - celinguk mencari sumber suara. Berakhir dengan menengadah setelah menemukan sosok gadis heboh di lantai empat. Berterima kasihlah pada mata birunya yang canggih. Mengabaikan bagaimana cara Jimin menemukan Aera, humanoid ramah itu lantas berlari secepat kilat. Menaiki tangga darurat di sekitarnya untuk mencapai Aera yang memintanya untuk lebih cepat.
" Ayo ! Bantu Aku !" Aera kemudian menarik tangan Jimin setelah humanoid itu sampai. Membawanya ke kamar Seokjin yang seketika mengangkat kepala, menatapnya penuh harap.
" Apa yang harus kulakukan ?" Ia tanpa basa - basi segera memacu langkah. Mendekati Seokjin dan berlutut di samping Taehyung yang tidak bergeming barang sesenti.
" Aku ingin minta sampel virus di tubuhmu." Pinta Seokjin yang kemudian dibalas dengan Jimin yang mengangguk paham kemudian menyingsing lengan baju dengan gesit. Menyodorkan tangannya kepada Seokjin. Lantas, setelah ia mengepalkan tangan dan kembali membuka telapak tangan, kulit putih Jimin seketika berubah seperti tergores dalam. Kemudian terbuka menampilkan isinya yang berupa banyak kabel serta kedip kedip remang berwarna biru.