0

1.8K 148 39
                                    

Sering kali yang sudah terlepas, mampu membuat kita kesusahan untuk sekedar bernafas.

.
.

.
.

Suasana kantor di siang itu sangat ramai. Di jam jam istirahat memang banyak perut yang meraung meminta untuk diisi. Tak terkecuali ketiga gadis cantik yang baru saja memasuki rumah makan dengan asyik bercerita.

Setelah dengan nampan berisi makanan dan minuman di tangan masing masing, ketiganya mencari cari kursi yang sekiranya pas untuk mereka tempati. Karna biasanya mereka lebih sering rehat siang di kantor tempat mereka bekerja. Tapi khusus di siang ini, salah satu dari mereka berniat untuk mentraktir makan siang ketiganya. Dan tentu saja dengan tempat dan suasana yang berbeda dari biasanya. Dan di pojok kanan sanalah mereka bersepakat.

"Lu yakin bakal pindah beneran Joy? " merasa namanya dipanggil, gadis dengan rambut sedikit lebih terang itu menoleh dan mengangguk pelan.

Mendengar jawaban itu, kedua gadis lainnya hanya menghela nafas sedih. Mereka harus berpisah setelah bersama hampir empat tahun lamanya.

"Kapan berangkat?" tanya si terampil Seulgi yang terpaut dua tahun dengan Joy.

"Lusa" jawab Joy lemah. Jujur ia sangat berat meninggalkan kota yang bisa disebut tempat persembunyianya selama hampir empat tahun ini. Namun ia juga tidak bisa bersikap egois.

"Lu yakin bakal ninggalin nyokap lu ?" salah satu sahabat Joy kembali bertanya.

Pandangan Joy yang sedari tadi menatap ke piringnya, teralih kepada sahabatnya yang berkulit putih bersih.

"Sebenernya itu sih yang bikin gue nggak tenang. Nyokap nggak mau gue ajak balik ke Jakarta." terang gadis bertubuh semampai tersebut.

"Terus nyokap lu bakal sendiri gitu? " Seulgi kembali mengajukan pertanyaan.

"Jisung yang bakal berhenti nge kost. Dia balik kerumah buat nemenin Nyokap" beruntung masih ada adik lelakinya yang ia rasa sudah bisa menjaga dan menemani sang mama agar tidak kesepian.

"Kenapa sih lu harus pindah Jooyyy? " ada rasa tak rela sebenernya dari hati Seulgi dan juga Wendy. Tapi mau gimana lagi?, mereka tak ada hak untuk tetap menahan sahabatnya itu.

"Gue juga males sebenernya balik kesana. Tapi bokap gue kesian kalau tinggal sendiri. " Joy menyuap makan siangnya. Entah kenapa, hari ini ia merasa sangat lapar.

"Dan lu bakal kerja di perusahaan bokap lu sendiri? " layaknya introgasi, kedua sahabat Joy saling bergantian memberi Joy pertanyaan yang membuat Joy juga jengah.

"Nggak, gue bakal nyari kerjaan di kantor lain" seorang Joyse sandra abraham yang dewasa, kini pantang untuk bergantung kepada orang lain sekalipun itu keluarganya.

"Lu harusnya nggak perlu kerja, kenapa malah repot repot banting tulang meras otak sih?" Wendy sendiri tak habis fikir. Ketika para remaja ataupun anak yang terlahir dari keluarga kaya raya biasanya akan selalu bermalas malasan dan berfoya foya dengan harta milik kedua orang tuanya. Namun sahabatnya ini malah rela untuk mengurangi istirahatnya ataupun waktu untuk bersenang senang bersama teman temannya dan lebih memilih untuk mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhanya.

"Karna mubadzir ijazah sama otak gue kalau cuma di anggurin" sahut Joy seenak jidatnya.

"Nggak balik lagi kesini? " Seulgi was was jika ia tidak akan dapat kembali bertemu dengan Joy. Ya walaupun sosial media sudah sangat berkembang, namun akan lebih nyaman bila bisa bersua secara langsung.

"Nyokap gue disini, ya gue usahain dateng lah kalau ada waktu luang" semoga saja sempat.

"Joy" bukan hanya Joy yang menoleh,  namun Seulgi yang akan meminum jus nya pun ikut menoleh kearah Wendy yang menatap Joy intens.

STILLWhere stories live. Discover now