Ternyata semua masih sama. Aku, kamu, kita. Memang sangat sulit untuk benar benar bisa bersama.
.
.
.
.
.
.
.Pemandangan pagi ini serasa sangat berbeda. Gadis berparas ayu itu mengerjapkan matanya berulang kali. Membiasakan matanya untuk menerima sinaran matahari pagi yang masuk melalui celah jendela kamarnya.
Joy melihat sekeliling, ia terbangun di kamar yang tidak sama lagi seperti biasanya. Ruangan itu lebih besar dan juga lebih ehem nyaman tentunya. Namun entah mengapa ia merasa sangat kesepian. Selama ini, ketika ia bangun di pagi hari, ia akan mendengar sapaan hangat dari sang mama. Namun mulai pagi ini hingga kapan ia tidak mengetahui pastinya, ia akan selalu merindukan hal hal seperti sebelumnya.
Gadis dengan tinggi badan 167cm itu turun dari ranjangnya dan berniat untuk bersih bersih. Badanya sangat lelah karna ia baru sampai Jakarta lagi pada waktu tengah malam. Tentunya ia tidak sendiri, Joy berangkat dari Yogjakarta bersama abang tersayangnya yang sengaja meluangkan waktu untuk menjemputnya. Chanyeol putra abraham. Lelaki tinggi menjulang dan beparas rupawan, yang lebih memilih untuk mengikuti bakatnya di dalam menekuni bidang seni dan olah raga. Ketimbang melanjutkan posisi sang papa sebagai pemilik perusahaan yang cukup maju di Jakarta.
Joy menuruni tangga setelah mandi dan membersihkan kamarnya. Ruangan di lantai bawah masih sangat sepi. Ia kemudian memutuskan untuk kedapur. Dan disana juga sepi. Iseng ia membuka kulkas dan mencari cari apa yang bisa ia masak untuk sarapan nanti. Dan ternyata isi lemari es itu lumayan lengkap. Tentu saja, Bibi yang bekerja bersama keluarganya selama 25 tahun selalu tidak pernah lupa memenuhi kulkas bagian dapur mereka.
Joy adalah orang yang terampil, walau dulu ia terkenal sebagai anak perempuan yang sangat manja. Namun sejak empat tahun lalu, sebuah keadaan memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk kehidupannya. Ia harus berubah. Ia harus bisa mengandalkan dirinya sendiri, karna belum tentu semua yang terlihat baik baik saja, tidak pernah menyimpan nestapa di dalamnya.
"Neng, kok udah bangun?. Ini juga kok sekarang bisa masak? " seorang wanita yang berbadan sedikit berisi dengan usia sekitar 55tahun itu terheran. Gadis yang beberapa tahun ini menghilang, kini tengah berdiri di depan kompor dengan penampilan yang cukup rapi.
"Budhe ngeremehin Joy sih " Joy tersenyum lebar, akhirnya ada yang ia banggakan di depan pekerja rumahnya yang sudah sangat dekat dengan masing masing anggota keluarganya.
"Bukannya dulu eneng paling anti bantu ibu di dapur? " ceplos wanita yang tadi di panggil Budhe oleh Joy.
Melihat raut wajah Joy yang sepertinya kurang nyaman, Budhe menutup mulutnya rapat. "Eh, maaf neng. Budhe keceplosan"
Joy menggelengkan kepalanya pelan sambil menepuk bahu asisiten rumahnya itu.
"Nggak papa kok Budhe. Oh iya, papa biasanya bangun jam berapa? " lebih baik mereka segera keluar dari obrolan yang dapat membuat suasana menjadi canggung.
"Bapak biasanya keluar kamar jam delapan neng. Udah sini Budhe bantu " jelas Budhe si pemegang amanat terbesar untuk mengurusi pekerjaan di rumah dari keluarga Joy. Bukan hanya dia, tapi juga seluruh pekerja yang berada disana.
Joy melirik jam dinding, masih jam setengah delapan. "Masih setengah jam lagi, Budhe kerjain yang lain aja. Biar Joy yang nyiapin sarapan buat pagi ini. " usul Joy.
"Tapi-" wanita itu ingin menyela, bukan bermaksud kurang ajar. Tapi,.
"Oh iya Budhe,Ocha masih tinggal disini?. " Joy menanyakan sosok sepupunya yang memang sudah tinggal bersama keluarganya semenjak duduk di bangku kuliah. Dan selama ia pergi, ia memutuskan segala kontak dengan semua orang yang dekat dengannya. Termasuk sepupunya tersebut.