[03]

135 33 10
                                    

Is That a Compliment?

|||

Menatap cermin, Tyo menata sedikit rambutnya dengan jari-jari tangannya. Setelah itu dia bergegas keluar dari kamarnya, dan melangkah menuju dapur.

"Bukannya lo ada kelas siang hari ini? Kenapa jam segini udah siap?" Tanya Fathih, yang sedang menyantap roti bakar miliknya di meja makan.

"Iya, mau ada urusan dulu." Balas Tyo, seraya bergabung di meja makan dan mengambil dua lembar roti tawar dari tempatnya, lalu mengoleskannya dengan selai coklat. Melipat dua lembar roti yang sudah ia jadikan satu, Tyo langsung melahapnya dengan gigitan besar.

Di rumah kontrakkan dengan tiga kamar ini, Tyo tinggal dengan dua temannya, Fathih dan Devara. Mereka bertiga berada di fakultas yang sama namun berbeda jurusan. Fathih dan Devara di hubungan internasional sedangkan Tyo di sosiologi. Fathih dan Tyo sudah berteman sejak mereka duduk di bangku SMA, sedangkan Devara, mereka saling kenal ketika daftar ulang dan kebetulan pria itu sedang mencari kos-kosan. Karena kebetulan Tyo dan Fathih sedang membutuhkan satu orang lagi untuk tinggal dengan mereka, akhirnya mereka mengajak Devara, yang mana ketika mendapat tawaran itu langsung saja Devara setujui.

Menyesap secangkir kopi miliknya, Fathih mengernyit menatap Tyo. "Mau ada urusan apaan pagi-pagi begini?"

"Mau ketemu seseorang."

"Cewek?"

Tyo menatap Fathih sambil menaikkan sebelah alisnya. "Bukan urusan lo." Balasnya, lalu menuang kopi dari teko stainless ke dalam cangkir, kemudian ia menyesapnya perlahan.

"Cantik gak? Kalo cantik, bisa dong kita jadi saingan." Ucap Fathih, balik menatap Tyo dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Saingan-saingan. Inget cewek lo yang di Jakarta."

"Itu kan di Jakarta, yang di Jogja kan belum ada." Mendengarnya membuat mata Tyo terbuka lebih lebar sambil bersiap untuk melemparkan tempat tusuk gigi yang ada di meja kepada Fathih, namun hal itu tidak benar-benar dia lakukan.

Ketika dilihatnya Fathih yang refleks melindungi kepalanya dengan kedua tangannya, Tyo terkekeh kecil. "Udahlah, gue berangkat." Tyo bangkit dari duduknya, dan melangkah menuju pintu.

"Gue titip salam buat si dia, ya!" Fathih berseru dengan nada meledek dari dapur.

"Bodo amat!" Balas Tyo dengan nada ketus.

Mengambil helmnya dari atas meja ruang tamu, kemudian sebelum dia melangkah menuju pintu, dia melihat Devara yang baru bangun dengan kondisi rambutnya yang berdiri tidak beraturan serta matanya yang masih membuka dan menutup, berusaha menyesuaikan dengan sinar matahari yang masuk dari jendela rumah.

"Ada apaan sih ribut-ribut. Ganggu tidur gue aja lo berdua." Ucap Devara sambil menggaruk kepalanya. "Eh, lo udah mau jalan, Yo?" Tanya Devara, ketika dilihatnya Tyo sudah berpakaian rapih.

"Iya. Gue berangkat, Dev."

"Hati-hati di jalan." Tyo membalasnya dengan acungan ibu jari.

Keluar dari rumah, Tyo segera mengeluarkan motornya--yang memang sengaja dia kirim dari Jakarta agar dia tidak perlu naik ojek online ataupun angkutan umum--dari garasi. Setelah mengenakan helm dan sudah duduk di atas motornya dengan mesinnya yang sudah menyala, Tyo dengan segera mengendarainya menuju kampus.

**

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi, dan Inggrit sudah sampai di tempat di mana Tyo memintanya untuk bertemu, yang ternyata cafe tersebut belum buka. Entah kenapa hari ini dia merasa terlalu bersemangat, sampai-sampai dia rela tidak sarapan mie goreng dengan bakso dan sayuran yang sudah dibuatkan bi Imah agar dia bisa sampai tepat waktu. Tapi dia sadar, kalau dia lupa bertanya kepada Tyo jam berapa tepatnya mereka akan bertemu di cafe itu. Tyo juga kenapa tidak memberitahunya jam berapa mereka akan bertemu? Dia jadi merasa kalau dirinya itu terlalu bodoh karena langsung saja mengiyakan ajakan Tyo tanpa tau kapan mereka akan bertemu.

Arduous [WenYeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang