Menyenangkan Bisa Bicara Denganmu

13 1 0
                                    

"Matikan lampu?" gumamnya pada diri sendiri sambil berdiri di kamar tidurnya. Reyna berpikir sejenak, lalu mengangkat bahu. "Tidak salahnya kita bertemu."

Ia berjalan ke dekat balkon. Sebelah tangannya memegang dinding supaya tidak merasa terjatuh terbawa angin malam. Dengan sekali jentikan, ia mampu melihat langit tampak indah sekali.

Seketika itu juga Reyna mengerjapkan mata dan terkesiap. Langit di atas menaburkan bintang bersinar terang.

"Astaga," gumamnya pelan. Perlahan-lahan tangannya terlepas dari pegangan dan ia terlemparkan angin malam yang semakin kencang. Reyna mendongak menatap bintang-bintang dengan takjub. "Bagaimana...? Astaga hujan bintang," gumamnya sekali lagi.

Kemudian dia menyadari foto yang dikirimkan Rafata ke ponselnya adalah foto bintang-bintang yang sedang hujan. Ternyata dia masih terjaga, selain itu dia membangunkan ku dari mimpi buruk yang aku alami. Rafata seperti mengetahui yang terjadi dengan mimpiku, dia membantu kesadaranku agar pulih dari tempat menyeramkan.

Reyna teringat kata-kata yang dia berikan di suatu hari, apa pun yang terjadi denganmu aku pun tau menderita seorang diri itu tidak pernah menyenangkan, percayalah dengan ku bahwa kamu tidak akan menderita.

Reyna masih berpikir. Setelah menunggu sesaat, hubungannya tersambung. "Rafata?" Ia mendongak menatap bintang-bintang yang menghiasi langit dan berjatuhan. "Lu masih terjaga sampai selarut ini?" Ia berhenti sejenak, lalu tersenyum. "Indah sekali. Terima kasih, membuat kesempatan langka ini, gue berharap bahwa mimpi itu tidak akan terulang."

"Lu nggak seharusnya cemas," balasnya.

"Gue nggak bisa bayangkan kalau ini nyata, permohonan bagaikan keajaiban sekali kedipan yang terkabulkan."

"Tunggu beberapa saat, jangan kembali."

"Ok."

Tidak diragukan lagi, malam yang sudah larut ini menghibur Reyna. Pertunjukan bintang berjatuhan sama sekali tidak mengecewakannya. Malah melebihi harapannya. Semuanya indah. Bintang-bintang itu berjatuhan sangat cepat sekaligus suara jangrik di tengah malam memberikan irama yang menghibur. Ketika semuanya berakhir, ia terus mendongrak ke langit. Reyna tidak bisa melepaskan tatapan mengejutkan bahwa semua itu sangat indah. Ia sangat puas.

"Bagaimana pendapat lu?" tanyanya penuh semangat kepada Rafata.

Rafata berpikir sejenak. "Dulu gue nggak pernah benar-benar tertarik melihat bintang," katanya jujur. "Tapi ternyata melihatnya terasa asyik, di tengah malam seperti ini, malah."

"Benar sekali." Mata Reyna bersinar gembira.

Rafata tertawa mendengar Reyna. "Gue tau lu pasti senang,"

"Ouh..tentu saja, melihat seperti ini sangat menyenangkan," kata Reyna tegas, lalu mendesah keras. "Sebenarnya dulu gue bercita-cita menjadi astronot."

"Terus kenapa lu nggak ambil seleksinya?"

Reyna tertawa. "Tubuh gue nggak sesehat dulu, karena banyak bergadang jadi nggak lulus seleksi."

Reyna merapatkan jaketnya, ia berjalan menuju dalam kamarnya dan segera menutup pintu balkon dengan rapat. Reyna masih sibuk bercoleteh dengan riang sementara Rafata sepertinya cukup senang dengan mendengarkan dan kadang-kadang memberikan jawaban kalau ditanya.

Saat itu pintunya terketuk keras, membuat Reyna melihat ke lubang kecil. Siapa yang mengetuk pintu kamarnya sekeras itu di tengah malam yang dingin begini. Naira berbalik seketika pintu yang di ketuknya memutarkan kunci. Reyna menatap Naira bergantian, lalu matanya terpaku pada selimbut yang di bawa Naira. Alisnya yang tebat berkerut.

Kenapa malam-malam begini lu pindah? pikir Reyna dalam hati yang merasa aneh. Jelas-jelas Naira tidur lebih awal, tapi kenapa dia terbangun dan pindah? Reyna tidak ingin memperpanjang masalah, karena sepertinya Naira belum bisa menceritakannya. Melihat Naira tertidur lagi, membuatnya ikut tertidur. Semoga malam berlalu cepat dengan matahari yang bersinar terang.

***

Arena lapangan basket menjadi ramai. Banyak siswa-siswi berkumpul di sekeliling lapangan untuk menyaksikan pertandingan berikutnya. Bahwa Riko mencetak gol dengan sempurna, lapangan itu menjadi kuasanya. Bola terbentur keras memasuki ring, cetakan kedua telah di raihnya. Riuh dengan tepuk tangan juga pukulan keras dari tim drumband yang ikut memeriahkan permainan basket SMA Nusantara.

Oh! Reyna merasa jantungnya berdebar kencang. Tangannya mencengkram pegangang besi di ambang pintu kelas dengan erat. Ia mengerjapkan mata dan menatap Riko. Cowok itu memang tersenyum, tetapi entah mengapa Reyna tidak merasa Riko sedang bercanda. Tidak, cowok itu serius. Apakah Riko berusaha mengatakan bahwa ia menyukai Reyna?

Reyna menahan napas, matanya terbelalak, dan jantungnya berdebar kencang. Perasaan apa ini?

"Lu nggak harus jawab sekarang," kata Riko sambil mengambil bola basket yang keluar lapangan. "Gue tau, ini bukan waktu yang tepat." Ia menoleh ke kiri dan kanan. Mereka sedang berada di depan kelas yang sekelilingnya banyak siswa yang memerhatikan keduanya. Benar-benar pilihan waktu yang buruk.

Reyna terdiam, menunggu kelanjutan kata-kata Riko. Ia merasa seperti disihir. Tidak bisa bergerak. Tidak bisa berkata-kata.

"Sebenarnya gue pengen jujur sejak pertama kita ketemu, tapi gue belum berani bilang sama lu kalau gue beneran suka lu, Reyna." kata Riko perlahan. Lalu ia tersenyum dan melanjutkan. "Saat lu menerima cinta gue, gue yakin lu nggak bakal nyesel."

Setelah itu jam istirahat permainan usai, suara peruit terdengar keras memberitahukan bahwa permainan segera di mulai. Riko mengangkat sebelah tangannya untuk melambai sementara Reyna tidak bergerak sedikit pun. Reyna terus menatap Riko yang semakin jauh dari pandangannya. Kemudian sosok Riko tidak terlihat karena kerumunan lapangan semakin padat.

Ini aneh. Reyna menutup mulut dengan sebelah tangan dan perlahan berjalan ke tempat duduk di samping kelas. Dengan agak lemas ia menyandarkan punggung ke sandaran bangku. Apa pun yang dipikirannya berlalu dengan cepat, silih berganti dengan Rafata, tetapi Reyna tidak peduli. Kata-kata Riko tadi membuat jantungnya berjumpalitan.

Lu bisa melupakannya dan mulai benar-benar mencintai gue, benar-benar melihat gue?

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, selama ini Reyna sudah melihat Riko. Selalu melihat cowok itu, hanya saja ia tidak menyadari sampai... sekarang? Atau sejak pertama kali bertemu? Kata-kata Riko terngiang-ngiang di telinganya. Berhati-hatilah, Reyna. Setelah permainan ini usai lu mungkin jatuh cinta.

Jatuh cinta pada Riko? Reyna tidak pernah memikirkan hal itu. Ia belum tahu bagaimana perasaannya, tapi saat ini suatu perasaan aneh yang menyenangkan timbul dalam hatinya.

Di samping perasaan senang yang terbit di hatinya, ada juga perasaan janggal. Reyna merasa tidak tenang. Mungkin seharusnya tadi ia menolak pernyataan Riko. Yah, apa saja yang bisa membuatnya nekat untuk mendapatkan hatinya. Kalau saja tadi ia mengatakannya, mungkin tidak akan merasa resah seperti ini. Mungkin saja...

Tiba-tiba saja Reyna tidak sabar ingin segera tiba di ruang perpustakaan dan menenangkan diri di sana.

***

Riko melanjutkan permainan, bola basket menjadi fokusnya. Ia memang mengungkapkan perasaannya kepada Reyna, tetapi pilihan waktunya tadi payah sekali. Reyna membuatnya merasa gembira, tenang dan... hidup. Memang masih banyak yang ingin dikatakannya kepada cewek itu, tetapi kali ini ia harus memilih waktu yang cocok sebelum mencoba menjelaskan semuanya.

Iaterlalu sibuk bermain sampai tidak menyadari permainan telah usai. Lagi-lagiRiko mencetak kemenangan di lapangan, semua kawannya memberikan selamat. Rikotersenyum bahagia, usahanya mempersembahkan kemenangan untuk Reyna tidak sia-sia.

Nila The TimeWhere stories live. Discover now