Rafata menemuiku, ia memarkirkan mobilnya tidak jauh dari tempat dudukku. Dia membukakan pintu untukku, mempersilahkan duduk lebih dahulu. "Kakak nggak cape apa jemput di sini?" kataku, aku takut membuatnya merasa lelah setelah dua tahun berlalu menghabiskan waktu bersamanya.
"Lu itu yach, jangan menjadikan antara ini dan itu seperti lelaki saat di kampus. Gue, cowok lu. Jadi udah keharusan gue jemput di mana pun lu mau. Selama kita bisa ketemu." jelas Rafata.
Aku tersenyum, tidak ada hal yang bisa membuatku membalasnya selain kata terima kasih. Sudah banyak menungguku tanpa ku sadari dua tahun sudah berlalu.
***
Reyna berjalan cepat sambil mencoba bersiul untuk menghibur diri, tetapi tidak berhasil. Cuaca panas membuatnya berkeringat lebih cepat sampai pakaiannya tembus dengan basahan keringat. Ia baru saja duduk di bangku samping lapangan untuk melihat pertandingan basket.
Naira yang mengajaknya untuk hadir di pertandingan kedua Riko. Katanya aku harus melihat permainan Riko yang jauh lebih cool di bandingkan dengan Kesha sebagai kapten basket.
"Nah, permainan bakal di mulai nih," gumam Naira. Ketika Riko memasuki pintu lapangan dengan pakaian merah dan nomor punggung 21. Dia terlihat siap betanding di bandingkan membalas tatapanku yang sangat penasaran dengannya. Namun, sebelum pelatih meniupkan peruitnya dia menatapku sekilas dan tersenyum.
"Rey, Riko tersenyum buat lu. Tertanya nggak salah gue kira, kalau dia naksir sama lu." Naira sangat antusias melihat Riko bermain di lapangan. "Kira-kira kapan, lu bakal di tembak resmi sama dia? sekiranya lu beneran jadi pacar sungguhannya?" cerca Naira.
"Apaan sih Nai, lu jangan bikin gosip baru. Gue aja nggak ngarep jadian, lagian gue ke sini karena paksaan lu." kataku, berdiri di samping lapangan ikut memberi tepuk tangan.
"Kalau lu di kelas terus yang ada tambah bete. Mending ikut gue buat nonton pertandingan Riko Top,"
"Tapi gue nggak suka keramaian, gue balik." kataku yang sengaja pergi meninggalkan lapangan.
"Rey, pertandingannya belum selesai. Lu harus nonton sampai selesai," mohon Naira.
"Nggak, gue balik kelas aja." paksa Reyna.
"Lu kok gitu sih, sekali aja lu nonton. Gue nggak bakal minta lu lagi kok?" renggek Naira.
"Nggak bisa Nai, masalahnya gue nggak suka keramaian. Jadi lu bisa nonton pertandingan sama yang lain aja."
"Ya udah, kalau lu tetap nggak mau berarti lain kali lu harus nonton bareng gue pokoknya. Bakal gue tagih nanti, tepat di saat Riko mencetak gol sebagai juara lapangan."
Sejak Reyna pindah sekolah di SMA Nusantara banyak hal yang terjadi di antara aku dengan Riko. Bukan karena sering berpas-pas di jam pagi, ketika dirinya memergokiku sedang membaca buku. Tetapi, saat kedua matanya berubah menjadi pusat perhatian yang menarik dan membuatnya lebih lama memandangi dari kejauhan. Kebiasaan yang membuat Riko betah berangkat pagi hanya untuk memerhatikan Reyna dari jauh, bukan karena takut menghampirinya. Namun, Riko menghargai kebiasaan baik yang selalu di lakukan Reyna.
Setelah puas memerhatikan gadis pujaannya. Riko kembali melakukan aktivitas pagi dengan pemanasan bermain basket selama sepuluh menit sebelum di mulainya mata pelajaran. Dia juga tidak mau kalah dengan buku-buku yang di baca Reyna setiap hari. Gadis itu bukan sekedar kutu buku tapi predator teori yang tidak akan puas dengan satu buku. Satu minggu ini Riko melihat tiga buku yang berbeda yang di baca Reyna. Bagaimana ia tidak penasaran terhadap gadis baru yang di temuinya. Gadis yang jauh berbeda, dia bukan saja sekedar cakap bergosip di gerbang sekolah, tetapi Reyna menjadi terkecuali karena gadis itu sangat berbeda dari jenis mana pun.
Ingin sekali aku tanyakan segala sesuatu yang menganggu alam pikiranku. Sekedar ingin tau apa pandangan dia ketika aku memerhatikannya dan aku sangat menyukainya di akhir-akhir ini. "Rey, gue mau tanya sesuatu sama lu?" Tapi keberanianku hilang karena tidak ingin menganggu jam membacanya menjadi hilang dari hadapanku. Aku lebih galau lagi ketika mengatakannya tanpa ada pendekatan apa pun.
"Rik, permainan lu bagus kok. Jadi nggak perlu menang di pertandingan selanjutnya selain terus berlatih lagi." kata Mia.
"Makasih yach, udah support gue. Nanti bakal lebih sering latihan kok." ucap Riko, dia menghabiskan setengah isi botol minumannya. Setenggahnya di nguyurkan ke atas kepala untuk mendapat kesegeran.
Mia menjadi ngelagapan melihat reaksi Riko, "Gila cool abis lu." gumamnya yang tertahan menutupi kedua mulutnya yang histeris. Siapa pun yang melihat ini pasti akan merasakan sesuatu hal yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Selain ketampanan dan ke-atletan yang membentuk jati dirinya menjadi seorang yang cool.
Tidak di pungkiri lagi bila dirinya menjadi idola lapangan yang banyak penggemar. Tidak salah lagi kalau dia mengalahkan kepopuleran kakak tingkat melalui permainan yang memukau, sepportif-nya ketika bermain sudah menjatuhkan pandangan para gadis untuk meneriaki lebih keras. Dia tanpa embel-embel kapten sudah meluluhkan semua mata, bahwa menjadi junior yang cool membuat siapa pun bisa menggaguminya dalam sekejap permainan lincah dengan membawakan gol-gol tercepat.
Sekali pun tidak berlama-lama di lapangan nama Riko selalu menjadi pembicaraan di semua ruang sekolah. Terlebih di dalam kelas juga, Reyna yang asyik menikmati makan di jam istirahatnya ternganggu dengan pembicaraan yang tidak sengaja di dengarnya. Reyna cepat-cepat menghabiskan makanannya agar segera ke perpustakaan. Untuk menyepi dari semua gosip yang sedang beredar di sekolah. Telinganya tidak bisa menahan semua topik-topik terhangat, dia lebih senang menghabiskan waktu dengan bermeditasi di taman samping perpustakaan yang biasanya lenggang tanpa ada satu pun siswa yang bergosip.
Katanya taman itu angker juga banyak penghuninya, tetapi Reyna tidak takut akan hal tersebut karena dia terbiasa untuk mengobrol dengan makhluk halus. Karenanya, saat semua unit terasa ramai, Reyna sudah menemukan tempat andalan di mana dia bisa istirahat tenang dan melanjutkan dunia kampas oren. Mengeluarkan imajinasi dengan berbagai karya baru. Tidak heran dalam satu bulan dia bisa menyelesaikan satu judul fiksi buatannya.
Sehingga membutuhkan kesungguhan terselesainya karya. Ketenangan perlu di dapatkan, penulis tidak selalu dalam keramaian untuk menuangkan gagasan baru. Tetapi, dengan tenang ia bisa melakukan segala sesuatu tanpa kendala. Reyna menghilangkan perasaan stress melalui meditasi biasanya dia menjumpai teman akrabnya di lain dunia. Daniel sahabat luar dimensinya selalu memberikan solusi di saat keramaian menjadikan keadaannya lebih frustasi. Dia memberikan tempat-tempat menarik untuk di singgahi kapan pun dia mau pergi.
Baru saja meng-upload ceritanya, Reyna di kejutkan dengan kehadiran Riko dari belakang arah tempat duduknya. Reyna mengira itu adalah Daniel ternyata bukan, hampir saja dia menyebutkan sahabat dimensi lain. Daniel lebih dulu membungkam mulut Reyna saat keduanya menyadari ada kehadiran yang lain.
"Riko .. !" aku tampak terkejut mendapati Riko duduk bersebelahan denganku.
"Lu kok sendirian aja sih?" tanyanya.
"Hmm.. iya lagi butuh waktu fokus buat nyelesaiin buku ini." kataku, menunjukkan buku kimia.
"Emang tugasnya sulit ya?"
"Lumayan sih, jadi pengen cepat selesai aja. Malas kalau ngerjainnya di kosan, nanti tambah bingung." kataku yang tersenyum lebar. Aku harap dia tidak merasa curiga bahwa aku masih bersama Daniel.
"Rey, sebenarnya ada yang pengen gue omongin sama lu,"
"Mau ngomong apa sih?"
"Tapi nanti lu jawab jujur yach,"
"Iya."
Riko menyiapkan diri dengan beberapa ekpresi gugup. Aku tahu dia sedang menyiapkan dengan matang, dia tidak mau ada kecacatan saat mengutarakan isi hatinya.
"Kalau gue suka sama lu, lu bakal terima gue nggak jadi pacar lu?" Riko berhasil membuat kata-kata terdengar pasih di ucapkan tanpa ada kendala sedikit pun, sayangnya aku tidak menampilkan wajah terkejut seperti kedatangannya.
"Tapi gue belum bisa jamin, gue nggak beneran suka karena gue belum bisa nerima siapa pun."
YOU ARE READING
Nila The Time
FantastiqueSalah satu pengalaman yang tidak terlupakan. Hal ini sering terjadi karena Deja vu selalu menghadirkan peristiwa lama terulang kembali. Dari Kathreyna Alana Pathma dan Royland Daniel, aku menemukan dimensi yang tiada batas ku lalui. Memecah suatu te...