Pergantian semester baru saja di mulai. Aku memutuskan untuk kembali dengan profesi sebelumnya. Sekali pun sudah aku elak berulang kali, tetapi berdebat panjang dengan seribu alasan tidak akan berpengaruh terhadap keputusannya. Melangkah dengan paksa di hari senin, hari yang tidak pernah aku sukai bukan karena jalanan yang macet, tetapi memang sudah sejak lama aku membenci hari senin.
Asalkan jangan hari senin sebagai awal dari semua hari. Namun, tidak akan ada yang mengubah hari yang sudah di tentukan selama penjajahan Belanda. Aku tidak lagi berangkat dari rumah karena keputusan terberatku keluar dari zona nyaman. Di mana aku bertanggung jawab atas ulahku, mau tidak mau aku harus mandiri. Bermula di tempatkan di kosan terdekat SMA Nusantara, lalu menjalani segala sesuatu tanpa ada dukungan maupun bantuan orang lain yang biasanya selalu di lengkapi si bibi. Sekarang aku menghadapi segalanya dengan sendiri.
Biasanya aku selalu kesiangan, tetapi tidak lagi dengan jam beker yang sudah aku atur sebelum lelapnya. Semakin bergegas semakin baik, mengejar kecepatan di awal lebih baik daripada menemui kesialan karena jalanan macet. Hal yang tidak pernah aku sukai. Sudahlah, memang banyak hal yang tidak pernah aku sukai. Apapun macamnya, memang sedang tidak mood beraktivitas kelewat batas anak manja.
"Nak, Rey udah mau berangkat toh?"
Reyna terlompat kaget dan berputar cepat. Matanya terbelalak menatap wanita paruh baya yang sedang berdiri di sampingnya. Begitu mengenali wanita itu Hanita, ia sebagai ibu kos yang baru saja menyapu halaman kosan. Reyna menghembuskan napas lega.
"Ibu," Reyna mendesah sambil memegang dada. "Bu Ita, bikin kaget saja."
"Kamu buru-buru banget sih, ini masih pagi loh?" kata Hanita.
"Iya, karena masih pagi harus gerceplah," ucapku, kembali memperbaiki tali sepatu yang terputus.
"Itu sekolahnya juga deket, masa iya di buru-buru. Nanti ada yang ketinggalan lagi."
Hanita mengambil bekal sarapan Reyna dari meja makan. Reyna baru mengingatnya kalau dia meninggalkan kotak sarapan seketika mendengar jam bekernya masih terus berbunyi.
SMA Nusantara memang tidak jauh dari jarak kosannya, sekalipun membutuhkan waktu menyebrang jalan di zebra cross. Tetap saja menunggu lampu merah membutuhkan lima menit kemudian untuk bisa melintasinya. Hal yang tidak pernah di sukai Reyna ketika berjalan adalah berdesak-desakan. Tipikal cewek yang nggak mau ribet ketika jalan ataupun sesuatu yang diribetkan atas apapun. Sikap santai yang terlalu mendarah daging sampai lupa kapan dia bersikap tegas terhadap kehidupannya.
Inilah alasan mengapa ia di tempatkan terdekat sekolah daripada berangkat dari rumah. Salah satu kesalahan yang terus di ulanginya untuk bolos di hari senin karena ketidaksukaannya. Satu tahun berhenti sekolah dengan alasan sepele, Reyna tidak mau ada aturan di hari senin untuk sekolah. Baginya senin adalah waktu libur bukan bertumpuk tugas apalagi melawan kemacetan di jam bangun kesiangannya. Sampai pada akhirnya ia memilih berhenti sekolah tanpa melanjutkan ke jenjang atas. Satu tahun ia di berikan ruang untuk istirahat dari berbagai kemauan anehnya.
Hari ini tepat di mana berakhirnya hari bebas tugas itu. Reyna kembali menjalani aktivitasnya sebagai penerus bangsa yang taat aturan di mana ada keharusan wajib belajar dua belas tahun. Sialnya, ia belum genap berusia dua puluh tahun lebih. Maka orientasi memasuki jam sekolah menegah atas harus di laluinya. Awalnya aku menolak keras, tetapi ayah lebih keras membuatku disiplin. Dengan bujukan bunda aku patuh atas titah ayah walaupun negosiasiku tidak berhasil dengan alasan termudah mengambil kelas paket. Ayah tidak mendukungku untuk mengambil kelas termudah tersebut.
Hasilnya beginilah, aku di tempatkan jauh dari kata mandiri. Hal-hal yang berurusan dengan tanggung jawab pribadi, yang di bentuk aturan sendiri tanpa ada kompromi dari pihak manapun selain menjalankan tugas dengan sebaik mungkin. Alasan ayah yang memintaku mendisiplin ulang semua waktu yang terbuang sia-sia.
***
Kathreyna Alana Pathma, terbangun dengan kepala pusing dan badan kaku. Hal pertama yang disadarinya adalah jam beker yang berbunyi keras. Ia melirik ke luar jendela. Langit di luar tampak terang. Sudah siangkah? Jam berapa ini? Ia mengerang, lalu memejamkan mata sejenak. Ia masih ngantuk sekali. Badannya menolak untuk bergerak. Pelipisnya berdenyut-denyut, epek semalaman baca wattpad dan membuatnya tertidur terlambat. Ia memang tidak pernah suka bangun pagi.
Tenggorokannya kering. Ia harus minum sebelum tubuhnya dehidrasi. Kapan terakhir ia minum? Ia tidak ingat. Mungkin sewaktu makan malam.
Reyna memaksa dirinya bangun dan duduk di tepi ranjang. Ia mengusap wajah dengan kedua tangan untuk sedikit menyadarkan diri. Lalu perlahan ia bangkit dan menyeret kakinya menuju kamar mandi.
Sinar matahari yang masuk dicelah kamar mandi membuatnya tersadar bahwa hari sudah pagi. Aku bergegas cepat menyesaikan mandi pagi tanpa pikir panjang. Selesai menyegarkan badan aku beralih memilih pakaian yang sejak kemarin sudah di tata. Mengingat hari ini sebagai hari pertama aku sekolah, dengan sedikit perbedaan di warna rok karena memasuki masa putih abu-abu. Siapapun pasti memiliki kisah di baliknya, tetapi aku masih belum tahu apa baiknya.
Semua ritual pagi sudah berganti dengan kesibukkan mengurus diri sendiri sampai menu sarapan di buat dengan tangan cekatanku, mengolesi sedikit selai bluberry lalu memasukan empat lapis ke kotak sarapan. Aku malas makan sendirian di pagi buta, sekalipun nggak pagi-pagi sih tapi karena tidak mau terjebak macet apalagi desak-desakan saat menyebrang lebih baik sarapan di sekolah.
Saking terburu-buru merapihkan beberapa buku yang belum sempat aku bereskan sejak semalam. Maka kesana-kemari mengeledah isi meja belajar untuk memasukan list buku yang ingin aku baca sampai sekolah nantinya. Kebiasaan baikku di pagi hari adalah membaca beberapa bab buku, biasanya aku catat bagian terpenting, menarik dan sulit di ingat. Alasannya karena aku tidak suka banyak tanya kalau sampai di kelas. Jadi, aku hanya perlu menyimak mana yang sedang di bahas dan mana yang belum aku pahami. Terus tinggal di garis bawahi point yang tidak aku mengerti, lalu memeriksa bagiannya dengan referensi di perpustakaan.
Pembelajar praktis tanpa banyak tahu tapi pengetahuannya tidak terbatas teori saja, cukup melelahkan bila harus mengikuti aturan yang ada. Itu juga alasan di mana aku memilih zona nyaman sebagai hobi gila yang selalu di cap aneh karena bangun kesiangan pada hari senin yang memilih tidak lagi sekolah. Kemudian aku di berikan hukuman super disisplin dengan alasan tugas anak bangsa yang seharusnya patuh aturan. Sehingga di akhir cerita bermula di kosan terdekat sekolah tanpa ada alasan terkena macet maupun bangun kesiangan.
"Reyna, tungguin sih. Lu kebangetan nggak bangunin gue?" ujar Naira.
YOU ARE READING
Nila The Time
FantastiqueSalah satu pengalaman yang tidak terlupakan. Hal ini sering terjadi karena Deja vu selalu menghadirkan peristiwa lama terulang kembali. Dari Kathreyna Alana Pathma dan Royland Daniel, aku menemukan dimensi yang tiada batas ku lalui. Memecah suatu te...