Ceklek
Leta menatap depan dengan waspada. Duduk bersila di atas sofa, tangannya memeluk erat bantal yang ada di sana. Cahaya kamar yang remang-remang sama sekali tak membuatnya kesulitan melihat ke pintu kamar mandi yang memunculkan sesosok laki-laki yang saat ini terikat dengannya. Koreksi, terpaksa dia terima.
Aroma sabun tercium begitu Raka keluar dari kamar mandi. Berbalut kaos putih dan celana panjang, pakaian tidurnya, Raka berjalan mendekati Leta sambil mengeringkan rambutnya yang basah.
Mata Leta memincing, sedikit bergeser ke kiri ketika Raka mendekatinya dari arah kanan. Terus bergeser ke ujung sofa hingga menciptakan jarak yang cukup lebar.
Raka menaikkan alisnya bingung saat mendapati istrinya seperti tak ingin dekat-dekat dengannya. Istri ya?? Menarik. Sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas.
Raka mencoba mendekati Leta perlahan. Membuang handuk ditangannya sembarangan dan pergerakannya menjadi cepat, dia mengunci tubuh Leta di sofa saat Leta
Mencoba kabur menghindarinya."Mau kemana??"
*****
"Assalamualaikum."
Hari yang sangat panas. Bahkan hingga sore seperti ini panasnya masih kerasa. Bikin wajahnya jadi kusam saja. Nasib kalo naik motor ya gini, kena debu, polusi, panas menyengat bikin kulit belang. Dia jadi pengen kayak sahabatnya deh, pulang pergi bareng si suami mulu naik mobil. Hiks...nasib jomblo
Leta menenteng helmnya ke dalam rumah yang sepertinya sedang kedatangan tamu. Karena tadi dia sempat kesulitan memasukkan motornya ke halaman rumah dan berakhir menitipkannya ditetangga karena mobil si tamu menghalangi jalan masuk. Siapa sih tamunya, sampe nggak bisa parkir bener.
Dan benar sekali. Ucapan salamnya membuat seluruh orang yang sedang di ruang tamu kini beralih menatap ke arah dirinya. Aduh, jilbabnya berantakan nggak ya?? Lagian kenapa dia tadi nggak lewat belakang aja sih.
"Nah itu Letanya udah pulang. Sini nak." Bu Ermi, Ibu Leta melambaikan tangannya. Menyuruh anak keduanya itu mendekat.
Leta menurut. Meletakkan helmnya didekat kursi kemudian menyalami orang tua dan tamu yang ada di sana. Tapi tangannya mengambang di udara, terhenti saat mendapati seseorang yang mengganggu hidupnya akhir-akhir ini.
"Kok?" Leta menaikkan alisnya. Menatapa kedua orangtuanya heran.
"Hust. Nak Rakanya disalimin juga dong."
Leta nurut dengan setengah memberengut. Membuat Raka tersenyum puas. Leta menegakkan tubuhnya, terseyum sopan dan berniat pamit ke dalam. Tapi dicegah orangtuanya.
Pak Aji, memandang putrinya. Terseyum dan merangkul Leta. "Ini lho, Raka nanyain kamu."
"Ha? Nanyain apa?" Leta memandang ayahnya dan Raka bergantian.
"Kok nanya apa? Katanya kamu udah dilamar sama dia."
"Kata siapa???" Leta berseru protes. Lupa jika masih ada tamu didepannya.
"Hust. Suaranya dikecilin." tegur Bu Ermi menepuk paha Leta pelan.
Leta melirik Raka sinis yang malah dibalas dengan senyum manis. Sialan.
"Lha itu kamu udah pake cincinnya." Pak Aji menunjuk jari manis Leta, yang nampak cicin emas putih dengan ukiran cantik tanpa permata. Simple dan tidak terlalu mencolok.
"Kata siapa? Kemarin dia nitip ini buat cewek sekampusku nggak tau siapa. Katanya hari ini bakal diambil sama itu cewek. Tapi aku tunggu sampe makul abis sama sekali nggak ada yang hubungin." Sangkal Leta. Kejutan macam apa ini. Capek-capek baru pulang malah dibilang mau nikah.
"Terus kenapa kamu pake?"
"Ya pas aku minta kotak cicinnya, dia bilang nggak ada. Ya kali aku taruh gitu aja di dalem tas. Udah tau tas resleting cuma satu buat naruh buku nanti malah keselip-selip terus ilang gimana? Iya sih ini cincin bentuknya kayak cincin mainan tapi Leta tau kali kalo ini harganya mahal. Dua ginjal kagak bakal cukup buat beli yang setengah gram." Cerocos Leta sewot. Bahkan sampe menunjuk-nunjuk Raka dan menepuk tasnya. Fix dia kesel parah. Taukan gimana mood pulang kuliah. Udah capek, kepanasan, belum istirahat, kondisi otak masih panas, ini dituduh mau nikah. Mending yang ngajak nikah mas-mas cogan, baik hati, dan dermawan. Lah ini...
"Nggak om. Sebenarnya itu cincin buat Leta. Tapi dia nolak terus pemberian saya. Katanya om sama tante bakal tanyain macam-macam kalo Leta pake barang bukan dari pemberian om dan tante. Padahal saya udah bilang bakal bantu jelasin bahkan berniat menemui om sama tante buat ngelamar Leta. Tapi Leta selalu menolak. Makanya saya menepuh cara seperti ini." Leta melotot tak terima mendengar penjelasan Raka. Dasar cowok kampret. Kebanyakan makan gorengan kali ya jadi ngelesnya licin banget.
"Bohong yah, bu'. Demi Allah dia kemarin bilangnya nggak gitu. Dia cuma bilang nitip cincin buat cewek yang katanya sekampus sama aku. Sumpah. Demi Allah." Leta semakin berang. Tangannya gatel pengen ngehajar.
"Kamu mau sampai kapan menyangkal??" Raka memberikan tatapan tanya dan wajah sedikit memelas. Seolah dia lama diberi harapan tanpa kepastian.
Leta langsung berdiri. Rangkulan ayahnya bahkan terlepas begitu saja. Membuat lima orang di sana berjengit kaget karna gerakan mendadaknya. Meringsek maju dia memegang kerah kemeja Raka.
"Om, tante. Leta minta maaffffff banget. Tapi izinin Leta pukul anak om dan tante satu kali saja ya???" Tanpa mendengar jawaban orang tua Raka, Leta siap melayangkan tinjunya. Tapi langsung ditahan oleh tangan ayahnya.
"Leta!!! Ayah ngajarin kamu bela diri bukan untuk digunakan seperti ini!!!" Gelegar suara Pak Aji membuat cengkraman tangan Leta pada Raka terlepas.
"Masuk kamar!!!"
Leta melirik Raka sinis sebelum melangkahkan kakinya pergi. Mengabaikan keributan hasil ciptaanya di ruang tamu. Masih sempat terdengar ucapan maaf orangtuanya pada orangtua Raka yang shock. Bodo amat. Dia tidak peduli.
13/03/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
SuamiKu Menyebalkan
Random"Aku mau pulang..." "Oke. Kita pulang." "Bukan kita. Tapi aku. Aku mau pulang ke rumah orangtuaku."