Seperti biasa Fayi dan Lukman akan duduk di bangku taman kampus setelah kelas selesai dan pastinya diikuti dengan dua bocah kembar, tapi tak serupa.
"Lu bedua masih ada kelas, 'kan?" tanya Fayi seraya menatap dua orang di hadapannya.
"Nael doang, gue mah, udah kelar," jawab Keanu membuat Fayi menganggukkan kepalanya.
"Kelas lu kapan? Telat baru tau lu!"
"Lima belas menit lagi," jawab Nael dengan menatap Fayi datar seperti biasanya.
Lalu suara panggilan yang berasal dari handphone Fayi membuat ia segera melihat siapa yang menelponnya. Nama Arlisa tertera jelas pada layar.
"Kenapa, Lis?" tanya Fayi langsung pada intinya.
Namun, bukan jawaban yang ia dapat melainkan hanya suara isak tangis dari gadis itu.
"Lis?" panggil Fayi mulai khawatir saat tangisan itu makin terdengar jelas di telinganya.
"Ma.. Ma.." Suara tercekat dari Arlisa membuat Fayi semakin khawatir.
"...Udah pergi, Kak," ucap Arlisa diakhiri dengan tangisan pilu darinya.
Bagai tersambar petir di siang hari. Fayi perlahan menurunkan handphone-nya tanpa bisa berkata-kata.
Mereka bertiga menatap bingung pada Fayi yang raut wajahnya berubah drastis.
"Yi, napa lu?" tanya Lukman seraya memegang pundak Fayi.
Fayi menatap kosong handphone di tangannya. Seakan sulit untuk mencerna kabar yang ia dengar barusan.
"Gue mau pulang, Luk," ujarnya masih dengan tatapan kosong.
Lukman mengerjapkan matanya bingung, tapi ia langsung berdiri dan mengambil tasnya.
"Ya, ayo kita pulang."
Lukman segera menarik tangan Fayi.
"Bukan, gue mau pulang ke rumah, rumah gue," jelas Fayi sambil menatap Lukman dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Hah?"
"Luk! Gue mau pulang!"
Suara Fayi sedikit meninggi.
Keanu dan Nael saling tatap kebingungan melihat Fayi yang tiba-tiba berubah.
"Gue mau pulang, Luk..." lirihnya di akhir kalimat.
"Kenapa tiba-tiba lu pengen pulang?" tanya Lukman makin kebingungan.
"Mama udah pergi, Luk," jawab Fayi sangat lirih membuat Lukman langsung memeluknya erat diiringi dengan isak tangis dari Fayi.
"Luk, ayo pulang sekarang."
Ucapan Fayi tak terlalu jelas namun, Lukman sangat memahaminya.
Lukman mempererat pelukannya seraya mengusap punggung Fayi.
Lukman berusaha menahan cairan yang menggenang di matanya. Ia tau rasanya kehilangan orang yang sangat dicintai.
Dulu, saat Lukman ditinggalkan ayahnya, inilah yang dilakukan Fayi, memeluknya hingga tangisnya mereda. Lukman juga akan melakukan hal yang sama.
"Luk, pesen taksinya sekarang. Ayo, pulang."
Punggung Fayi bergetar hebat seiring dengan tangisannya yang terdengar semakin pilu.
Ia makin menenggelamkan wajahnya pada dada Lukman untuk meredam suaranya.
"Lukmann, ayo, pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Brother
Короткий рассказDalam pencarian ada dua hal yang mungkin akan kau dapatkan, menemukan atau mengikhlaskan.