Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari libur, hari favorit sejuta umat.
Fayi mengemas pakaiannya dan memasukkannya ke dalam tas besar. Ia akan pulang setelah sekian abad.
"Heh! Siapin barang-barang lu," ujar Fayi seraya menyenggol kaki Lukman yang asyik selonjoran menonton televisi.
"Ntar," jawab Lukman tetap fokus menatap layar di depannya.
"Kalo gak sekarang mo kapan lagi elah, besok kita tinggal berangkat aje."
"Tar ah, repot lu kek emak-emak."
"Njirr, au ah mending gue tidur. Pokoknya gak mau tau besok harus udah siap!"
Fayi berbaring seraya menatap langit-langit kamar, ia menggambarkan wajah seseorang yang selalu ia rindukan. Lalu menutup mata mencoba memperjelas gambarannya.
Rindu, tapi gak bisa temu, gumam Fayi dalam hati kemudian mengalih posisi tidurnya menjadi miring.
Ia ingin meraih mimpinya, karena hanya lewat mimpi ia bisa bertemu seseorang yang ia rindukan.
Itu pun kalau dia sudi untuk datang.
.
.
.Fayi sudah siap dengan tas besar di punggungnya. Ia berdiri di depan kontrakan dengan gelisah.
Lukman selalu saja membuat ulah, mereka sudah siap namun, panggilan alam tak dapat ia tolak. Alhasil Fayi harus menunggunya dengan mulut yang sesekali mengeluarkan umpatan.
Taksi yang biasa mereka pesan sudah tiba di depan kontrakan bersamaan dengan Lukman yang keluar dari dalam rumah.
"Njirr lama amat lu! Untung tepat waktu!"
"Santai kali! Kea kang sopirnya ninggalin ae!"
"Serahhh!!"
Fayi segera berjalan meninggalkan Lukman yang sedang mengunci pintu.
Mereka berdua sudah duduk nyaman di kursi belakang. Fayi memejamkan matanya menikmati angin yang masuk melewati jendela.
"Luk, kek ada yang kurang, apa yak?" Tanya Fayi yang merasa seperti ada yang tertinggal.
"Paan? Udah lengkap, kok. Lu bawa nyawa, 'kan?"
"Serius, Kampret!"
"Ya, mana gue tau!"
Fayi hanya mendengkus, bertanya pada Lukman itu sama saja bertanya pada bekantan. Tidak akan mendapat jawaban yang waras.
Fayi memilih untuk memejamkan matanya lagi. Mencoba melupakan hal yang memang ia lupakan.
Mereka memasuki wilayah yang kiri kanannya adalah hutan. Jalan menuju kampung halaman mereka memang hutan belantara, tidak banyak orang yang tinggal di sana.
Pemandangan hutan seperti ini mengingatkan Lukman pada film yang dulu sering membuatnya merasa waspada.
"Yi," panggilnya yang hanya mendapat gumaman dari Fayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Brother
Historia CortaDalam pencarian ada dua hal yang mungkin akan kau dapatkan, menemukan atau mengikhlaskan.