01 - Bertemu

15.8K 716 40
                                    

Tanggal tua memang menjadi kesengsaraan tersendiri bagi anak kuliahan yang merantau jauh dari orang tuanya.

Hal itu juga dirasakan oleh si duo sahabat absurd, yakni Fayi dan Lukman.

Fayi Zavier Akhtar dan Lukman Hakim Syahputra, nama lengkap keduanya. Mereka adalah partner in susah senang.

"Yi, tar malem kita makan apa, ya?" tanya Lukman menatap lurus ke depan dengan dagu yang bertumpu pada tangan.

"Ya, makan mielah. Apalagi?" sahut Fayi yang juga melakukan hal yang sama seperti Lukman.

"Mie kan abis."

"Yaudah, pake telur aja."

"Telur kan udah lama abis."

"Yaudah, makan nasi pake kecap."

"Kecap juga abis."

"Pake garem, dah."

"Garem juga abis."

Fayi menghela napas lelah. "Kita makan pake nasi aja udah alhamdulillah"

"Masalahnya beras juga udah abis."

"........."

Sungguh miris apabila melihat kondisi mereka saat ini.

Wajah pucat seperti tidak ada nyawanya. Lesu seperti tidak makan berhari-hari. Tatapan kosong kayak mau kesambet.

Sungguh termasuk ciri-ciri orang yang sedang mengalami kanker, kantong kering.

"Woyy lu bedua!!" interupsi seseorang yang membuat Fayi dan Lukman melirik ke arah orang itu dengan ogah-ogahan.

"Yaelah asem banget Bang, mukanya!!" cibir orang itu yang tak lain adalah teman selokal mereka.

"Paan sih, ganggu banget lu!!" sewot Lukman dengan ekspresi datarnya.

"Eitss sante dong, Bang. Gue cuman mau ngasih info kalo mini market deket kampus lagi adain promo. Cocok noh, buat lo bedua!"

Seketika mata Fayi berbinar. "Ahh, yang bener lu???"

Tentu saja Fayi sangat senang mendengar berita tersebut. Rasanya seperti ia baru saja mendapatkan door prize.

"Beneran!! Coba lo bedua ke sana dah, siapa tau bisa memperpanjang umur buat beberapa hari."

"Yee sembarangan!!"

Lukman mengambil ancang-ancang mau jitak jidat teman sekelasnya ini.

"Gue cabut dulu!!" Tapi keburu kabur.

"Gimana Luk, depan kaga?"

"Sisa duit lu berapa?"

"Gocap nih," jawab Fayi seraya menunjukkan satu lembar uang berwarna biru.

"Skuyyylah depan!"

Lalu Fayi dan Lukman bergegas pergi ke mini market dekat kampus karna takutnya mereka enggak kebagian promo.

Sesampainya di depan mini market ternyata enggak terlalu banyak orang yang berbelanja.

Tok..tok..tok

"Heh ngapain lu ngetok pintu?" tanya Fayi yang heran dengan tingkah konyol sahabatnya.

"Ya, harus ketok pintu dulu atuh. Nggak sopan langsung masuk aja."

"Hhhh malu-maluin!! Cepetan masuk!"

Fayi segera menarik tangan Lukman masuk ke dalam mini market.

"Eh, ni sepatu copot kaga?"

"Sekalian aja kaki lu yang dicopot!!" geram Fayi yang kesal pada kekiduan sahabatnya.

Maklum seumur hidup Lukman enggak pernah menginjakkan kakinya di mini market.

"Wihh dingin," ucap Lukman saat sudah berada di dalam.

"Bang, Bang," panggil Fayi pada salah satu karyawan yang sedang menyusun barang di salah satu rak.

Karyawan tersebut menoleh dengan wajah datar dan tatapan dinginnya.

Fayi terdiam sejenak dengan ekspresi hampa saat melihat wajah karyawan tersebut.

"Bang Aan," gumam Fayi sangat pelan.

"Hah?"

Walaupun suara Fayi sangat kecil namun, karyawan tersebut sepertinya memiliki pendengaran yang tajam.

"Eh, di sini ada promo ye, Bang?" tanya Fayi cepat membuyarkan pikirannya yang menerawang ke masa lalu.

"Ya," jawabnya singkat.

"Ooh makasih Bang, infonya."

Karyawan itu hanya mengangguk singkat lalu pergi tanpa ada kesan ramah sedikitpun.

"Heran gue, ngomonya irit banget, apa karna tanggal tua, ya?" canda Lukman yang mendapat toyoran gratis dari Fayi.

"Sembarangan. Kali aja dia emang irit ngomong. Gak kaya elu, boros!"

Lukman cengengesan sambil menggaruk kepalanya.

"Ini kita yang abis apa aja, Luk?"

"Mie, telur, kecap, beras, garam, gula, teh, minyak goreng, sabun mandi, detergen, ama sampo."

"Set dah, banyak amat."

"Kalo sampo masih bisa diisi air kan dulu?" tanya Fayi.

"Yahh, kemaren udah gue isi aer jadinya sekarang dah abis."

Fayi kembali menghela napas. "Apa gue make uang cadangan aja, ya?"

"Gosahlah, pake uang yang ada juga masih idup," jawab Lukman membuat Fayi menganggukkan kepalanya.

"Yaudah kita beli yang pokok aja."

Setelahnya mereka mengantar belanjaan ke kasir. Dan di kasir sudah ada si karyawan yang tadi ngomongnya irit.

"Belanjanya ini aja?" tanyanya dengan ekspresi datar.

"Iya," jawab mereka berdua cengengesan.

Mereka memutuskan untuk membeli mie instan, kecap, minyak goreng, dan gula.

"Semuanya Rp14.550."

Lalu Lukman menyerahkan satu lembar uang berwarna hijau.

"Kembaliannya jadi Rp5.450."

"450 rupiahnya mau didonasikan?" tanyanya yang dibalas Fayi dengan anggukan.

Lalu kasir itu menyerahkan bungkus belanjaan yang disambut oleh Lukman.

Bersamaan dengan itu, Fayi juga mengulurkan tangannya membuat si kasir menatapnya aneh namun, tak ayal tangannya menyambut uluran tersebut.

"Fayi, nama gue Fayi," ungkap Fayi seraya tersenyum.

Kasir itu terdiam sejenak lalu dengan cepat menarik tangannya kembali.

"Alig! Ngapain lu kambuh di sini! Malu-maluin, njirr!" maki Lukman seraya menarik lengan Fayi.

"Eee bentar gue belom tau nama si Abang!" pekik Fayi seraya membaca name tag si kasir.

Ansyari, nama yang tercantum di sana.

"Makasih Bang... Aan," ucap Fayi lalu ditarik Lukman dengan paksa agar segera keluar.

Sehingga Fayi tak melihat ekspresi terkejut dari orang yang mendengar nama itu disebut.

03.01.2020

[✓] Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang