Aku ingin menangis dan tubuh malah tersenyum. Siapa yang seharusnya memerintah? Aku atau tubuh? Berjalan beriringan berbeda keinginan.
•
Hyosi rasa, pernikahannya yang berlangsung selama delapan belas tahun itu lebih dari cukup. Hyosi tak pernah menginginkan pernikahan ini, Hyosi tak pernah mau menikah dengan Hoseok. Hyosi tak pernah setuju dengan orang tuanya yang meminta untuk menikah di usianya yang masih muda. Hyosi tidak menginginkan semua itu. Hyosi ingin berhentiㅡterlalu muak dengan kepura-puraan juga sandiwara yang dilakoninya. Menurut Hyosi, usia dua puluh tahun masih lah terlalu muda untuknya menikah. Banyak sekali mimpi yang harus ia kejar untuk masa depannya. Masih banyak yang ingin dia lakukan.
Saat itu Hyosi berpikir, jika dia menikah, dia tak akan bisa melakukan apa pun yang dia mauㅡbahwa pernikahan adalah sebuah akhir. Hyosi tak akan bisa berpergian, berkumpul bersama temannya sambil membicarakan lelaki tampan, menonton film bersama kekasih, berkencan, atau menghabiskan waktunya sebagai seorang remaja pada umumnya. Hyosi bahkan tidak diberi kesempatan untuk mencari jati diri.
Hyosi masih menginginkan hal itu dalam hidupnya, sampai saat ini. Sekarang usianya sudah tiga puluh tujuh tahun dan Hyosi tak memiliki kenangan di masa muda untuk dia ceritakan. Sekarang, dia hanyalah ibu dari dua orang anak berusia tujuh belas tahun dan Hyosi tak bisa menutupi fakta itu dari siapapun.
Lalu, apa Hyosi menyalahkan Hoseok atas apa yang terjadi padanya? Maka jawabannya adalah, tentu saja. Hyosi menganggap Hoseok sebagai sebuah kesalahan. Hoseok adalah orang yang menghancurkan hidupnya dan orang yang telah memutus harapannya yang besar. Hoseok adalah seseorang yang harus bertanggung jawab untuk hidupnya yang telah lama mati.
"Aku tidak mengenalmu."
Saat itu, Hyosi sengaja menemui Hoseok setelah pertemuan pertama mereka (pertemuan kedua orang tuanya) di sebuah restoran. Restoran yang menjadi tempat keduanya bertemu untuk pertama kalinya, juga untuk pertama kalinya Hyosi mengenal kehancuran.
"Maaf?"
Hoseok yang bingung itu hanya bisa tergugu ketika Hyosi meminta bertemu. Tiba-tiba dan mendadak.
Hyosi mendengkus jengah, "Aku tidak bisa menikah denganmu. Aku masih ingin menjalani hidupku tanpa sebuah ikatan seperti ini."
Hoseok mengernyit, "Seperti ini? Apa yang kau maksud adalah pernikahan?"
Hyosi menyalak. "Ya, tentu saja. Aku memiliki kekasih dan aku mencintainya. Aku tidak bisa berpisah dengannya. Tak akan bisa."
Hoseok tertegun. Sepertinya dia mulai mengerti akan dibawa ke mana arah pembicaraan ini. Hyosi keberatan dengan keputusan kedua orangtuanya untuk menikah dengan dirinya. Hoseok sendiri tak tahu siapa Hyosi, dia juga sibuk dengan kuliahnya, keduanya tidak saling mengenal, dan itu pasti keputusan terberat untuk Hyosi melakukannya. Tak terkecuali Hoseok sendiri.
Saat itu, Hoseok diminta datang ke sebuah pesta berkedok amal, dan di sanalah Hoseok bertemu dengan Hyosi. Hoseok tahu Hyosi terkejut saat kedua orang tuanya mengatakan berniat untuk menikahkan dirinya dengan Hoseok. Dia terlihat tak bisa menerimanya dan Hoseok sangat mengerti itu.
Dengan hembusan napas Hoseok menatap Hyosi dengan lekat, berusaha bersikap tenang. "Baik, aku mengerti maksudmu. Kau tahu, aku juga ... keberatan. Tapi, apa yang harus aku lakukan? Orang tuamu menginginkannya, begitu juga orang tuaku."
Hyosi menatap Hoseok dengan tatapan tak suka, "Apa itu berarti aku harus melakukannya? Menuruti kemauan orang tua kita? Kau juga? Apa itu berarti kita harus setuju? Aku memiliki keputusanku sendiri dan begitu pun dirimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zero O'Clock [Jung Hoseok] ✓
FanficAda senyuman yang begitu sulit kumaknai, ada juga rasa yang sangat sulit kuartikan apalagi kuungkapkan. Saat kita berada di persimpangan jalan, aku berusaha membawamu pulang, tetapi ternyata kau pulang pada pelukan lain. Bukan pada rumah di mana aku...