"Apakah ini kesalahan? bagaimana jika ibu dan ayah tau? Bagaimana bisa aku tidak menahan diri?! bagaimana jika noona hamil?! Kenapa aku bodoh sekali? Percayalah...setelah malam itu,hubunganku dengan noona berjarak. Kami hanya saling melempar senyum jika berpapasan atau berada dimeja makan. Bahkan ayah dan ibu sempat bertanya,kenapa kami tidak berinteraksi seperti biasanya. Jujur saja, sebenarnya aku ingin meminta maaf..noona boleh menghukumku..tapi dia selalu menghindariku. Apa yang harus kulakukan?."
.
.
.
.
.
.
.
Pagi hari, aku bersiap untuk ke kantor. Kebetulan ayah dan ibu sudah berada dimeja makan dan menyantap sarapan yang telah dibuat oleh ibu. Kujatuhkan bokongku dikursi dan meraih roti panggang diatas piring,lalu kuberi selai coklat diatasnya.
"Dimana seulgi?." Tanya ayah padaku.
Hampir saja aku tersedak roti. "Uh? A--aku tidak tau ayah,mungkin dikamarnya?." terka ku.
Ibu terkekeh dan menatapku serius. "Kenapa gugup? Panggil dia,suruh turun. Ibu sudah membuat sarapan." Titah ibu sembari melirik tangga.
Rasa canggung dan takut menjadi satu. Bagaimana bisa aku memanggil noona? Kutelan salivaku sendiri dan berharap ibu berubah pikiran. Namun..
"Iya,panggil seulgi jim, semalam dia tidak makan. Katakan padanya,jam 9 ayah menunggunya dikantor."
"Ah? oh...ya ayah..akan kusampaikan." jawabku sembari membungkuk karena ayah sudah bergegas pergi kekantor.
Sambil memantapkan langkah,kutatap pintu kamar seulgi yang masih tertutup rapat. Aku benar benar berdoa agar seulgi membuka kamarnya dan mengagalkanku untuk memanggilnya. Tapi,semakin langkahku dekat dengan tujuan,seulgi tidak juga muncul. Sial.
tok tok tok.
"N---noona..kau didalam?." seruku sembari menutup mata,menahan gugup jika ia tak menjawabku.
krieeett.
"Oh,pagi jim! Maaf tadi aku terlalu lama didalam kamar mandi. Apa ayah dan ibu mencariku?." tanya seulgi sembari tersenyum manis padaku.
Seolah mimpi,aku sampai melongo atas perubahan noona. Kenapa dia bisa berubah secepat ini?
"Iya...kau dicari ibu. Dan kata ayah,jam 9 kau harus berada dikantor." ungkapku singkat.
Seulgi mengangguk dan menutup pintu kamarnya. "Ayo turun,kau sudah makan?."
Aku terpaku dan hanya mengangguk pelan. Tiba tiba aku merasakan sentuhan sedikit dingin dipipiku. Mataku melotot karena sadar jika tangan putih seulgi menangkup pipiku.
"Kau sudah makan belum?? Kajja!."
Oke, park jimin die inside.
>>>>>>>>>
Setelah sarapan, aku dan seulgi berangkat ke kantor. Karena kami sudah bekerja diperusahaan yang sama,maka mau tidak mau kami harus satu mobil berdua. Seulgi berubah sangat cepat,ia bahkan bertingkah seolah tak pernah terjadi apapun diantara kami, sedangkan aku,aku tidak bisa bersikap layaknya seulgi. Justru,hatiku makin tak karuan melihat gelagat santainya.
"Jim,map biru tadi sudah kau bawa kan?." tanya seulgi sambil berkaca dengan kaca kecil miliknya.
"Eung,sudah noona."