Zona Raga

2.1K 212 51
                                    

Mencari angkot sana-sini sama sekali tak membuahkan hasil, Linka ketinggalan angkot. Dia memilih untuk duduk di halte dan menghubungi Satya.

Setelah telpon tersambung, Linka kecewa, yang mengangkat bukan Satya, tapi seorang perempuan. Apa mungkin kekasihnya? Ah bodo amat, Linka tidak peduli. Dia hanya ingin pulang cepat dan segera istirahat di kamarnya. Kasur, bantal, guling, dan selimutnya pasti kini rindu berat padanya.

Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan halte tempat Linka merutuki nasib. Seseorang membuka kaca dari dalam dan tampaklah wajah pangeran es batu balok di dalam sana. Songong bet dah, pengen gue tabok, batin Linka.

"Masuk!" Sebuah interupsi dari Raga.

"Gak mau, gue pulang sendiri aja." Tolak Linka, sok tidak mau, padahal mau banget.

"Masuk!"

"Ih gak mau, maksa banget sih." Tuturnya kesal.

"Masuk atau gue seret!" Kali ini nada-nada ancaman berhasil membuat Linka menegang di tempatnya. Sesegera mungkin Linka masuk mobil manusia itu, daripada diseret.

"Thanks." Ucap Linka tiba-tiba saat di perjalanan pulang. As we know, Raga hanya diam tanpa berniat menjawab, atau hanya sekedar mengangguk. Hu menyebalkan!

"TERIMA KASIH!" Linka merasa tak enak hati setelah mengucapkan itu, terlihat dari sudut matanya bahwa manusia es batu itu tersentak kaget.

"Maaf, gue—"

"DIAM!" Kini Raga yang beralih membentaknya. Linka diam saja, dia juga salah di sini.

Sampai di rumah pun mereka tetap seperti itu. Diam tanpa kata. Beda lagi jika sudah ada di radius beberapa meter dari Maya. "Eh, Nak Ganteng udah pulang. Masuk yuk, Tante sudah buat masakan enak buat kamu." Maya heboh sekali.

"Terima kasih loh, Tante, maaf merepotkan." Ujar Raga sopan dan ramah. Beda banget seperti dengan Linka.

"Buat Linka gak ada? Anak Mami tuh sebenernya siapa sih, Mi? Aku atau dia? Ish Mami tuh nyebelin paket komplit." Linka masuk rumah dan segera melangkahkan kakinya ke kamar atas.

"Linka balik! Kita makan bareng, gak ada acara ngambek-ngambekan. Mami masak untuk kita semua ini, ayo balik! Mami hitung sampai lima, awas kalau gak balik! Satu—"

"Biar saya saja yang bujuk Linka. Saya minta izin ke kamarnya."

"Oh iya, Anak Ganteng aja yang bujuk Linka, semoga berhasil ya."

Raga menaiki satu persatu anak tangga menuju kamar Linka, kira-kira ada dua puluh satu anak tangga.

"NOOOOOOO!!!" Linka membalikkan badan saat Raga masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi. Oh ayolah, kini Linka sudah melepas seragamnya, hanya tank top hitam dan hotpants melekat di tubuhnya.

"Lo gak sopan banget sih! Keluar sekarang!"

"Turun ke bawah sekarang, karena nyokap lo udah masak buat lo!" Wow, tidak dapat dipercaya bahwasanya manusia satu ini bisa mengucap kalimat sepanjang itu.

"Dia masak buat lo, bukan gue! Mending lo turun sekarang, lo makan sana berdua, gue gak peduli!"

"Gue hitung sampai tiga, sampai lo belum mau turun—"

"Lo mau ancam gue juga? Emang dasarnya lo sama Mami itu sebelas tiga belas, dasar pemaksa!"

"Sebelas dua belas bego!"

"Dua belas itu Satya! Gak tau tapi sok tau."

"Satya siapa? Kakak lo?"

"Kepo!"

Di sinilah mereka sekarang, di meja makan yang penuh dengan kehebohan seorang Maya. Sebut saja Maya ini mama gaul, yang selalu antusias dengan urusan anak-anak muda. Jangankan topik bahasan yang trending, style nya pun hampir menyerupai anak-anak zaman sekarang. Gak mau ketinggalan zaman katanya.

"Nak Ganteng, gimana pacaran sama anak Tante? Dia cerewet gak? Suka minta ini itu gak sama kamu?"

"Mi! Cukup ya! Linka sama dia itu gak ada hubungan apapun. Jadi stop ngomong-ngomong soal pacaran. Dan ya, satu lagi, plis berhenti panggil dia 'Nak Ganteng' karena dia sama sekali gak ganteng." Pernyataan terakhirnya seratus persen kebohongan.

"Stop bicara omong kosong. Perempuan mana yang mengatakan dia tidak tampan? Silahkan cari optik terdekat, siapa tau rabun." Benar juga apa kata maminya.

"Lo pelet Mami gue ya? Ngaku lo!" Linka menatap Raga dengan tatapan mautnya.

Sedangkan yang dipelototi hanya tersenyum menahan tawa. "Apanya yang lucu?!" Kesalnya sambil menggebrak meja makan.

"Linka, jangan keterlaluan! Sopan sedikit sama pacar sendiri! Bagaimana pun dia itu calon suami kamu. Ingat ya, surga istri ada pada suami. Jangan jadi istri yang durhaka!"

"Mami tuh yang keterlaluan. Linka bilang, kami gak ada hubungan apa-apa. Ah udah lah, percuma ngomong sama Mami." Linka beranjak pergi dari tempat duduknya ke arah pintu, entahlah mau kemana.

"Linka, mau kemana? Cepat kembali!"

"Gak apa, Tante. Biar saya yang coba ngomong sama Linka. Linka emang orangnya gitu kadang-kadang. Saya harus lebih mengerti lagi." Omong kosong macam apa lagi ini?

Raga menyusul langkah Linka keluar rumahnya. "Mau kemana?" Ucapnya dingin setelah berhasil menahan pergelangan tangan gadis itu.

"Bukan urusan lo."

"Mami lo—"

"Mau lo itu apa sih? Kita gak saling kenal ya! Lo dingin di depan gue, tapi sok manis di depan Mami gue. Mau lo apa? Tujuan dan maksud lo itu apa? Coba jelasin ke gue!" Linka berkacak pinggang.

"Gak usah banyak ngomong!"

"Eh lo itu ya!!! Mulai sekarang, jangan ganggu hidup gue! Jauh-jauh lo!" Linka melanjutkan langkahnya, namun terhenti ketika Raga mengatakan hal konyol.

"Gue mau lo jadi cewek gue."

Linka terkejut dan langsung berbalik badan menghadap Raga. "Gue gak salah denger?" Tanya Linka, gemas ingin memukul kepala laki-laki di depannya ini.

"Lo budek?"

"Gue gak mau."

"Gue gak terima penolakan. Mulai detik ini, lo cewek gue. Titik." Ucapnya lalu meninggalkan Linka yang masih tercengang di tempatnya.

MY ICE BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang