• Chapter 39 | Teka-Teki •

975 69 0
                                    

Matanya menatap nanar amplop berisi undangan di tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya menatap nanar amplop berisi undangan di tangan. Siapa yang akan dia minta menjadi wali untuk mengambil raport nya hari ini.

"Ly?"

Lyra menoleh dan mendapati Sagitta yang telah siap dengan seragam. Buru-buru dia menyembunyikan undangan itu di balik badan agar tidak dilihat oleh gadis itu. Dia tidak mau membuat orang lain ikut larut dalam masalahnya.

Seharusnya hari ini menjadi hari yang paling bahagia jika kejadian itu tidak terjadi. Hari di mana dia akan dibelikan mobil dan bersiap untuk menikmati liburan dengan keluarganya. Namun, itu hanya tinggal angan-angan saja.

"Undangan lo mana?"

"Huh?"

"Hah hoh aja lo. Undangan ambil raport loh, Ly," ulang Sagita dengan gemas.

"Buat apa emangnya?"

"Nanti nenek bakal ambil raport gue, jadi sekalian aja punya lo. Lagian kita sekelas, nenek nggak capek bolak-balik."

Perlahan Lyra mengeluarkan undangan tadi. Begitu melihatnya, Sagita langsung menganbil kertas tersebut. "Dari tadi kek keluarinnya," katanya tanpa sadar hal itu membuat Lyra terenyuh.

Dia yang tadinya hampir mengeluh karena keadaan, tiba-tiba saja tertampar dengan sikap Sagita yang begitu tulus. Tanpa diminta, gadis itu yang berinisiatif mencarikan wali untuk pengambilan raportnya.

"Ayo berangkat." Sagitta kembali menginterupsi saat melihat Lyra yang masih mematung di depannya.

"Ah iya."

Seperti biasa, mereka akan menunggu bus di halte. Tapi bedanya, hari ini mereka akan naik bus ronde pertama. Jadi, tidak akan telat dan tidak harus berlarian sepanjang koridor.

Tak seberapa lama, bus sudah berdiri di depan keduanya. Mereka naik dan duduk di bangku kedua, lebih tepatnya di belakang supir. Seperti biasanya saat naik bus, Lyra akan melakukan ritualnya wajibnya yang mungkin baru berlaku beberapa hari setelah ia pindah ke rumah Sagita.

Mengambil earphone, memakai masker dan memandangi hiruk-pikuk kehidupan di jalanan pada pagi hari. Tak lupa sebelum itu, dia sudah lebih dulu menitipkan ongkos agar ia tidak perlu membuka earphone-nya lagi.

Untungnya keadaan tidak macet parah, mungkin karena ini masih pagi. Mereka sampai ke sekolah hanya sekitar sepuluh menitan. Namun, bagi Lyra, ini sudah sangat lama. Sebab, dia sangat tidak nyaman sejak masuk dalam bus sampai bus itu kembali berhenti di depan halte depan sekolah.

Dua Sisi [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang